Dua hal yang membahagiakan saat Ramadan adalah waktu berbuka dan hari raya. Menjelang berbuka, sudah menjadi tradisi apabila banyak menu makanan yang dihidangkan. Ada berbagai macam masakan, minuman segar, kue-kue an, hingga makanan khusus yang hanya dimasak saat bulan Ramadan. Tak ketinggalan, disediakan juga berbagai macam takjil sebagai pelengkap berbuka puasa. Sehingga rasa-rasanya Ramadan tidaklah sempurna tanpa adanya takjil buka puasa.
Takjil merupakan hidangan ringan yang disantap untuk memutuskan puasa pada waktu berbuka. Tradisi takjil telah menjadi bagian penting dari bulan Ramadan di seluruh dunia Muslim. Biasanya, takjil disajikan sebelum konsumsi makanan utama sebagai penutup sehari berpuasa. Variasi takjil sangat beragam, tergantung pada budaya dan tradisi setempat. Di Indonesia, takjil sering kali berupa kolak, es buah, kurma, atau minuman segar seperti es kelapa muda.
Selain menjadi hidangan penutup berbuka puasa, takjil juga memiliki makna sosial yang dalam. Banyak orang yang menyajikan takjil secara gratis kepada orang-orang yang sedang berpuasa, sebagai bentuk kebaikan dan solidaritas dalam bulan Ramadan. Di bulan Ramadan ini banyak pedagang yang menjajakan takjilnya di pasar-pasar Ramadan, atau di pinggir-pinggir jalan saat waktu ashar hingga menjelang berbuka puasa.
Berbicara mengenai takjil, Ramadan kali ini mempunyai cerita menarik tentang takjil. Baru-baru ini, muncul fenomena "war takjil". Akan tetapi, war takjil atau perang takjil yang dimaksud bukanlah berburu takjil oleh orang-orang muslim yang berpuasa pada umumnya, melainkan war takjil dengan warga non muslim.
Ya, fenomena "war takjil dengan nonis" yang muncul awal-awal Ramadan kemarin menjadi ramai diperbincangkan. Istilah tersebut kemudian menjadi viral dan populer. Ramai diperbincangkan publik, war takjil nonis merujuk pada aktivitas berburu takjil yang dilakukan tidak hanya oleh warga muslim tetapi juga oleh warga non muslim. Tentu fenomena ini menimbulkan respon yang pro dan kontra dari masyarakat.
Tak hanya pro dan kontra, muncullah banyak lelucon-lelucon yang berangkat dari fenomena ini. Bahkan dari komentar-komentar netizen di sosial media menunjukkan bahwa mereka menganggap fenomena war takjil dengan kaum non muslim ini menjadi hal yang lucu.
Terdapat banyak cuitan lucu netizen yang menanggapi fenomena war takjil ini, seperti komentar-komentar netizen dalam video yang diunggah oleh akun tiktok @ig_didi_w88. Dalam video tersebut, terdapat narasi yang bertuliskan, "Nanti paskah gantianlah kita borong semua telur, terserahlah kalian paskah mau pakai kinderjoy." Postingan tersebut lantas banjir komentar netizen, hampir semua menaggapi dengan cuitan-cuitan lucu khas netizen +62.
"NANTI PAS PASKAH LILIN GUA BORONG, TERSERAH LU MAU PAKE OBOR JUGA" komentar akun tiktok @ultramilkcoklat.
"Nanti tgl 25 Desember pohon natalnya kita gantungin hiasan ketupat.."Â tulis akun tiktok @itsme_barkah.
Banyak juga netizen yang merasa terhibur dengan komentar-komentar tersebut, seperti cuitan dari akun tiktok @Ehsiapa, "Sumpah gw bahagia bgt tinggal di Indonesia..."
Fenomena tersebut, jika dilihat dari sudut pandang toleransi agama, maka war takjil menjadi perwujudan dari adanya moderasi beragama di Indonesia. Moderasi beragama artinya menjalankan keyakinan agama dengan cara yang seimbang dan penuh toleransi. Ini berarti kita harus memahami ajaran agama dengan baik dan terbuka terhadap pandangan orang lain. Jangan sampai kita terlalu ekstrem atau keras dalam keyakinan kita sehingga menimbulkan ketidakadilan atau konflik dengan orang lain.
War takjil lintas agama ini justru menjadi bukti bahwa moderasi beragama di Indonesia telah berjalan. Orang-orang tidak mudah baper dan tersinggung dengan hal-hal kecil sekadar berebut "takjil". Di bulan puasa ini justru jadi momen berbagi dan menjalin silaturahmi antar umat beragama. Â
Habib Husein Ja'far dalam unggahan akun Instagram narasi.tv pada Minggu (31/03/2024) mengatakan, "Takjil war itu the real peace takjil sih sebenernya. Jadi bukan perang takjil. Perang takjil buat seru-seruan untuk mendapatkan sebagai treatment dalam perdamaian di tengah perdamaian di tengah perbedaan agama dibalut dengan toleransi. Jadi Islam itu rahmatan lil alamin, kegembiraan bagi semua. Bukan hanya agamanya, tapi kesempurnaannya."
Dalam pendapatnya tersebut, Habib Husein Ja'far berpandangan bahwa fenomena war takjil lintas agama ini justru menjadi bukti bahwa toleransi agama dan menghargai perbedaan dapat berjalan. Keberkahan bulan Ramadan tidak hanya dirasakan oleh umat Muslim saja, tetapi juga oleh semua umat beragama. Islam sebagai rahmatan lil alamin berhasil terbukti dari fenomena ini.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H