Setahun telah berlalu. Aku sudah lulus dari SMA. Tapi, sayangya aku tidak bisa melanjutkan sekolahku ke tingkat yang lebih tinggi. Karena sakit ku kini makin parah. Semenjak aku mendonorkan organ tubuhku, aku menjadi sakit sakitan. Kini yang aku bisa hanya mengurung diri di dalam rumah dan tidak pernah keluar rumah. Roni pun selalu memberiku semangat untuk sembuh. Tapi, rasanya sudah tidak mungkin lagi untuk aku sembuh.
Dua tahun berlalu. Rani pun meninggal dunia. Roni pun menangis menyesali kenapa dia harus menuruti kemauan Rani dulu. “Seandainya aku sekarang bersama Rani, Aku akan coba membuat dia bahagia di akhir hidupnya. Tapi, kini sudah terlambat bagi ku untuk melakukan itu” ujar Roni dalam hati.
Rina pun juga menyesal. ”seharusnya aku tidak menerima organ tubuhnya dulu” ucap Rina. ”Seharusnya aku yang ada di dalam sini, bukan kamu Ran... Maafkan aku ya Rani, seandainya aku tidak menerima donor tubuhmu, kamu tidak akan seperti ini. Aku sangat benci pada diriku sendiri.., maafkan aku ya Rani..” sambung Rina.
“Sudahlah Rina.. Kita tidak boleh menyesali kepergiannya. Ini sudah rencana-Nya yang di atas, syukuri saja apa yang terjadi” Jawab Roni. Akhirnya, Rina menyadari ini sudah jalan hidup Rani. Rina hanya bisa mendo’akan Rani disana.
“Terima kasih Rani.. Atas pengorbananmu, aku dapat hidup bahagia. Sekali lagi, terima kasih” Ucap Rina..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H