Setiap aku keluar dari rumah pada siang hari untuk membeli barang di toko tetangga dekat rumahku, ataupun saat aku tidak pergi ke toko tersebut aku selalu melihat seorang pengayuh becak yang kurus dan lusuh beristirahat di depan toko tersebut.Â
Sempat terlintas dipikiranku dia siapa, dia darimana, dan mengapa dia disitu? Dengan ditulisnya artikel ini memberi kesempatan saya untuk sedikit berbincang dengan beliau.Â
Ya, namanya Bapak Paito. Dia adalah seorang pengayuh becak pancal sejak puluhan tahun lamanya, beliau lupa ketika ditanya kapan persisnya mulai menjadi pengayuh becak pancal. "Yo sampun dangu mbak, kulo supe pokok e sakderenge kulo kalih ibu e" (Ya sudah lama mbak, saya lupa yang penting sebelum saya sama ibu nya 'menikah') ujarnya.Â
Beliau memutuskan untuk menjadi seorang pengayuh becak karena pada jaman dahulu di era beliau masih muda, becak menjadi transportasi darat yang lumayan ramai akan peminat dan pengguna.Â
Dari muda beliau selalu mangkal di pangkalan becak Pasar Turen yang dekat dengan daerah kami, beliau mengaku saat masih muda dulu banyak yang menggunakan jasa becaknya karena dulu terlihat masih kuat daripada sekarang yang sudah terlihat renta.Â
Tak jarang juga beliau mengambil pekerjaan dengan sistem kontrak oleh pengguna jasanya sehingga perbulannya pasti mendapat penghasilan seperti pada toko tetanggaku yang menggunakan jasa becak beliau untuk mengangkut barang-barang dari pasar ke toko dan dibayar setiap bulannya, maka dari itu aku sering melihat Pak Paito ini kerap kali berada di toko tersebut.Â
Beliau juga bilang bahwa keadaan jasa becak sekarang sudah berbeda dengan jaman dulu yang masih minim akan transportasi umum lainnya bahkan saat ini semua orang telah mempunyai transportasi pribadi yang pasti lebih daripada becak, hal tersebut juga berpengaruh kepada penghasilannya yang saat ini dibilang kurang stabil daripada dulu. "Sakniki sing penting cukup damel dhahar pun syukur" (Sekarang yang penting cukup buat makan sudah bersyukur) ucap beliau.Â
Beliau juga mengaku keadaannya sebagai pengayuh becak sangat sulit, becak pancal yang beliau miliki tersebut tidak mempunyai lampu karena rusak dan belum memiliki uang lebih untuk menyervice nya. Akibat lampu becak yang rusak tersebut, beliau tidak bisa berangkat untuk mencari nafkah mulai dini hari karena pernah kejadian sekitar shubuh hari beliau berangkat bekerja dengan harapan mendapat rezeki lebih.Â
Alih-alih menjemput rezeki, seringkali hampir ditabrak dan diserempet oleh mobil yang mengaku tidak melihat akan Pak Paito yang sedang mengayuh becak pancal tanpa lampu tersebut. Namun, beliau juga mengaku jika berangkat mengayuh becak pada pagi hari yang sudah terang, jasa becaknya kurang laku karena telah kalah dengan pengayuh becak lain. Tak hanya itu, di masa modern seperti ini jasa becak pancalnya juga telah kalah dengan jasa bentor (becak motor) atau transportasi umum lainnya.Â
Melihat hal tersebut, sejak pandemi Covid-19 beliau saat ini juga merangkap menjadi perosokan sampah atau barang yang tidak berguna lagi seperti kardus, gelas plastik, atau lainnya yang sekiranya bisa dijual lagi dan akan beliau bawa serta diangkut di becaknya sembari menunggu yang akan menggunakan jasa becaknya.Â
Pak Paito ini juga menghidupi keluarga kecilnya, yang terdiri dari istrinya dan dua anaknya. Istrinya tidak mempunyai pekerjaan hanya ibu rumah tangga, anak yang pertama duduk di bangku SMA, dan anak kedua duduk di bangku SD.Â