Mohon tunggu...
Elsahra AlraAylani
Elsahra AlraAylani Mohon Tunggu... Dosen - Mahasiswa

Mahasiswa Program Studi Hukum Tata Negara

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Krisis ISBN Bukan Hanya Narasi, tapi Telah Terjadi

21 Desember 2023   08:20 Diperbarui: 21 Desember 2023   08:31 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena yang sedang menjadi topik terkini di berbagai platform media online seperti Tiktok, Twitter, dan lainnya adalah Krisisnya ISBN Indonesia. ISBN (International Standart  Book  Number) adalah sebuah kode yang merupakan simbol identifikasi buku yang bersifat unik, pasalnya kode tersebut berjumlah 13 digit yang digunakan sebagai pemberi identifikasi tehadap satu judul buku yang diterbitkan oleh sang penerbit.

Viralnya sepasang Tiktokers yang menerbitkan kisah percintaannya dalam sebuah novel ber-ISBN menuai banyak kritik yang dinilai mengurangi stok ISBN Indonesia yang memang sudah berada pada status “krisis”. Mengapa dikatakan demikian? Berdasarkan Data Layanan International Standart Book Indonesia(ISBN) di Perpustakaan Nasional RI, buku ber-ISBN yang terbit rata-rata berada pada angka 30.000 per tahun dan pada tahun 2020 terjadi lonjakan buku ber-ISBN dengan capaian angka 144.793 judul dan pada tahun 2022 sebanyak 63.398 judul.

Tentunya ini memancing kegeraman netizen di seluruh platform media salah satunya pada aplikasi “X” yang mana menyerang akun tiktokers tersebut dan membuat konflik antara penggemar tiktokers tersebut dan netizen yang tidak menyukai penerbitan buku yang dilakukan oleh tiktokers tersebut.

“Udah kali mba, si cowok emang salah karena ga concern dengan krisis isbn  yang lagi terjadi,” kata salah satu komentar di platform tersebut yang membuat konflik semakin memanas bahkan mereka berdoa agar hubungan dari pasangan tersebut kandas karena permasalahan ini. Hal ini membuat tiktokers tersebut harus mengambil langkah penyelesaian yakni dengan memberikan klarifikasi terkait dampak perbuatannya dengan menerbitkan novel tersebut.

Klarifikasi yang di unggah oleh tiktokers tersebut makin membuat netizen geram, pasalnya tiktokers tersebut juga memberikan sebuah pernyataan bahwa bagi siapa saja yang membeli buku tersebut akan diberikan sebuah merchandise berupa photonya bersama pasangannya dan mereka telah mencetaknya dengan jumlah yang lumayan banyak.

Salah satu netizen memberikan nasehat dengan kalimat “harusnya kalian bisa mengambil jalan alternatif seperti menerbitkannya di e-book dan melihat terlebih dahulu seberapa besar antusias dari penggemar kalian, sehingga tidak memberikan dampak di masalah krisis ISBN yang sekarang telah terjadi”.

Netizen yang memberikan tanggapan mengenai hal ini juga memberikan sebuah edukasi terkait pentingnya ISBN pada sebuah negara karena juga berdampak pada rujukan bacaan masyarakat. Salah satu penyebab novel tersebut di asumsikan kurang layak untuk memakai ISBN adalah isi buku tersebut dinilai kurang berbobot dan tata bahasa yang dipakai masih amburadul dan tidak sesuai dengan  pedoman penerbitan suatu buku.


Menipisnya stok ISBN tentunya memberikan dampak yang buruk kepada para penerbit buku, pasalnya dengan adanya kejadian ini maka buku yang masuk kedalam daftar tunggu untuk proses penerbitan akan lama untuk di terbitkan. Faktor yang juga mempengaruhi menipisnya stok ISBN adalah banyaknya buku yang diterbitkan namun tidak memberikan tambahan ilmu bagi sang pembaca, pun konon dipengaruhi oleh terbitan-terbitan para dosen maupun akademisi yang banyak tapi mempunyai isi yang tidak jelas sehingga sangat merugikan penulis yang berdedikasi untuk menerbitkan buku yang berisi tentang edukasi maupun ilmu bagi masyarakat karena terhalang oleh krisis ISBN ini.
Tentunya ini akan menjadi satu tanda tanya besar bagi Indonesia dengan penerbitan buku yang banyak namun tingkat minat literasi masyarakatnya yang masih kurang. Persentase minat membaca masyarakat di Indonesia tepatnya di tahun 2022 berada pada angka 63,90 yang mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2021 sebesar 59,52 sesuai dengan survey pihak Perpusnas terhadap responden yang tersebar di 102 kabupaten/kota.

Adanya kenaikan angka literasi tidak cukup untuk menciptakan bangsa yang cerdas dan masyarakat yang memiliki mutu tinggi, pasalnya masih banyak masyarakat ataupun peserta didik yang ada di Indonesia yang kurang memanfaatkan buku sebagai salah satu literature dalam mencari ilmu dan mendapatkan pemahaman. UNESCO memberikan data bahwa negara Indonesia berada pada dereta kedua dari bawah mengenai literasi dunia dan ini dapat menjadi suatu kondisi nyata yang memberikan kesimpulan mengenai prsentase kegemaran masyarakat di Indonesia dalam hal membaca sangatlah kurang.

Tentunya kondisi inilah yang akan memberikan pertanyaan besar bahwa dengan terbitnya buku yang banyak sama sekali tidak menjamin mutu kualitas tingkat membaca masyarakat Indonesia dan harusnya pihak Perpustakaan Indonesia memikirkan strategi untuk pengoptimalisasi layanan terbitan buku dengan menyaring buku yang tidak jelas isinya untuk tidak diterbitkan sehinga ISBN akan terarah kepada buku yang memiliki potensi memberikan ilmu kepada pembacanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun