“Semua hal ada positif dan negatifnya” Mungkin kalimat ini sangat pas untuk mendeskripsikan peran kemajuan teknologi dalam mempermudah interaksi pada media sosial antar penggunanya. Dengan kehadiran kemajuan teknologi ini, kita tidak perlu lagi khawatir tentang jarak dan waktu untuk tetap berkomunikasi dengan orang-orang terkasih. Kita juga tidak perlu khawatir dengan ketinggalan berita yang sedang happening karena dalam hitungan detik atau menit, kita sudah bisa mendapatkan berita dari belahan dunia lainnya. Namun, kecepatan penyebaran berita tersebut terkadang menjadi sangat membahayakan karena memberikan kemudahan bagi berita-berita bohong atau hoax untuk disebarluaskan.
Sepanjang tahun 2023 lalu, Kementrian Komunikasi dan Informatika (yang sekarang berubah menjadi KOMDIGI), tercatat sebanyak 1.615 berita hoaks yang disebarluaskan menggunakan media digital. Data tersebut menunjukkan bahwa hoaks menjadi hal yang sangat sering kita jumpai di kehidupan sehari-hari kita. Topik yang dibahas pun sangat beragam, mulai dari gossip tentang kehidupan selebriti, tips kesehatan, bantuan sosial, sentimen ras dan agama, bahkan sampai ke kebijakan pemerintahan.
Dampak yang ditimbulkan dari penyebaran hoaks ini pun sangat beragam. Tak jarang kita temukan masyarakat yang kehilangan sejumlah uang karena tertipu berita hoaks yang menggunakan modus hadiah dari acara televisi dan sebagainya. Di media sosial, sering dijumpai netizen yang bertengkar pada kolom komentar suatu unggahan berita hoaks yang dapat berujung pada ujaran kebencian satu sama lain, bahkan sampai melakukan tindakan doxing.
Tidak sampai di situ saja, ternyata ada penelitian yang menunjukkan bahwa mengonsumsi hoaks dapat berdampak buruk pada pengembangan kemampuan berpikir kritis anak dan remaja dalam menerima informasi opini atau fakta serta memengaruhi pandangan mereka atas masyarakat (Susanti, 2024).
Banyak hal yang memengaruhi maraknya penyebaran berita hoaks ini. Salah satu contohnya adalah dengan penggunaan judul berita yang berisikan clickbait. Ini menjadi trik yang sering digunakan oleh penulis berita untuk memberikan kesan menarik pada beritanya yang membuat pembaca tertarik.
Namun sayangnya netizen Indonesia masih sangat dikenal dengan kebiasaan minim literasinya alias malas membaca, terlebih untuk memahami isi beritanya. Pada banyak kasus, pembaca biasanya hanya membaca judul berita dan kemudian meneruskan berita tersebut di group WhatsApp dan lain-lainnya. Sama hal nya dengan yang terjadi pada pesan-pesan pada group yang berisikan informasi-informasi palsu yang bahkan tidak diketahui keberadaan penulisnya dan kembali disebarkan ke yang lainnya.
Minimnya literasi digital inilah yang menjadi kunci permasalahan masih maraknya penyebaran hoaks. Literasi digital yang dimaksud bukan hanya keinginan untuk membaca, namun juga kemampuan untuk menyaring, menelaah, dan memahami isi dari konten atau berita yang dibaca.
Dengan minimnya literasi digital, masyarakat bisa kehilangan kemampuan untuk menilai dan meneliti konten-konten yang terdapat di media sosial sehingga akan lebih mudah untuk dipengaruhi dan ini lah yang membuat berita hoaks masih dipercaya masyarakat (Yani, 2019)
Kemampuan ini dapat ditingkatkan dengan membiasakan diri untuk memastikan terlebih dahulu kredibilitas dari penulis berita serta dimana berita tersebut diunggah. Saat kita menerima suatu informasi, ada baiknya jika kita memastikan informasi tersebut ke orang di sekitar kita yang kiranya memiliki pengetahuan ataupun keahlian di bidangnya. Terlebih, jika belum mengetahui secara pasti dari kebenaran beritanya, kita harus menahan diri untuk tidak menyebarluaskannya ke orang lain.
Pembelajaraan literasi ini juga penting untuk diterapkan di sekolah-sekolah agar bisa membiasakan siswa untuk kritis dalam menerima informasi. Dengen menyediakan akses informasi yang luas serta pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan riset di sekolah dapat mendorong minat literasi siswa sejak dini dan terhindar dari berita hoaks yang beredar (Cynthia, Sitohang, 2023).
Kalau kamu team yang mana nih? Team yang gampang percaya berita, yang dicari tahu dulu, atau bahkan yang susah percaya berita? Jangan lupa biasakan membaca dan memahami isi bacaanmu ya!
Referensi
Riries Ernie Cynthia, Hotmaulina Sitohang. (2023). Melangkah Bersama di Era Digital: Pentingnya Literasi Digital untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kemampuan Pemecahan Masalah Peserta Didik . Jurnal Pendidikan Tambusai, 9.
Susanti, M. (2024). Penguatan Literasi Media Digital Dalam Melawan Penyebaran Berita Hoax. Indonesian Journal of Multidiciplinary Expertise (IJME), 44.
Yani, K. P. (2019). Pencegahan Hoax Di Media Sosial Guna Memelihara. Jurnal Kajuan LEMHANAS RI, 18.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H