Mohon tunggu...
Elsa Fy
Elsa Fy Mohon Tunggu... Administrasi - :)

reading and writing

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dua Bulan bersama Bapak

29 Agustus 2020   07:31 Diperbarui: 29 Agustus 2020   08:43 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: unsplash.com/@pawel_czerwinski

8 Agustus 2020 Bapak telah pulang, pulang ke sang pemilik kehidupan. Aku anak sulungnya yang belum bisa memenuhi segala harapannya merasa masih tidak percaya bahwa Bapak tidak ada lagi dirumah. 

Tidak ada lagi Bapak yang setiap pagi berjemur di beranda depan rumah, tidak ada lagi Bapak yang setiap kali aku dan ibu memasak di dapur dia duduk manis di kursi dekat kompor. Tidak ada lagi Bapak duduk di kursi hitam dekat kamar . Tidak ada lagi suara Bapak memanggil saya meminta ini dan itu .

Telah lama ibu menceritakan lewat telpon bahwa Bapak sedang sakit maagh kronis, tiga hari memasuki bulan puasa tahun 2020 aku memutuskan untuk pulang kerumah karena memang aku baru saja resign dari tempat kerja. Bulan puasa tahun 2020 ini Bapak tidak lagi puasa seperti biasanya.

Selama dua bulan dirumah kadang saya dibuat sedikit jengkel dengan kelakukan Bapak yang menurut saya sudah seperti anak kecil. Bapak minta diambilkan nasi padahal nasinya ada dibelakangnya, minta dicaskan hpnya, minta diambilkan selimut, minta dicucikan sedal jepitnya, sering mengeluh hal-hal kecil.  Katanya masakan saya terlau pedas padahal cabenya hanya dua biji, katanya piring dan gelasnya berbau sabun padahal tidak ada baunya sama sekali, sering meminta makanan yang aneh-aneh. Saya kadang masih tak percaya, dulu Bapak yang begitu gagah bekerja di kebun, begitu mandiri kini bertingkah seperti anak kecil.

Bila diingat-ingat kembali tingkah laku Bapak yang seperti itu merupakan pertanda bahwa ia meminta sesuatu kepada anaknya untuk yang terakhir kali.

Menjelang lebaran haji kesehatan Bapak tak kunjung membaik, Bapak di Opname selama empat hari dirumah sakit. Dua hari setelah pulang dari rumah sakit ia terlihat membaik. Setelahnya kesehatannya memburuk kembali. 

Kaki bapak membengkak, kalau malam-malam kudengar Bapak batuk, bunyi batuknya membuat saya terjaga semalaman. Batuknya terdengar seperti orang yang kesulitan menarik napas.

Bapak sudah tidak kuat lagi berjalan, katanya kalau berjalan dia akan pusing. Janga ditanya soal makan, bapak sudah tidak ada lagi napsu makan. Kalau mau dikenang, saya sampai sekarang masih menitiskan air mata dalam diam ketika mengingat betapa kurusnya badan Bapak waktu itu.

Selama dua bulan saya dirumah Bapak beberapa kali menyuruh saya kepasar entah untuk membeli obat penafsu makan, obat pelancar kecing atau hanya sekedar membeli sayuran dan makanan yang sangat di idamkannya. Terakhir Bapak ingin sekali makan jamur.

Selama dua bulan ini entah kenapa saya senang sekali membuat puisi tentang kematian. Setidaknya dua puisi yang saya terbitkan di Kompasiana Puisi Maret Hibernasi dan Bunga Pernah Mekar. 

Melihat kupu-kupu besar hinggap di bunga-bunga di beranda rumah saya malah kepikiran mitos bahwa kupu-kupu tersebut menjemput seseorang ke alam baka. Astagfirullah saya teringat kesehatan Bapak yang tidak kunjung membaik.

Sore itu hari jumat tanggal 7 agustus 2020, Bapak seharian tidur di kursi dekat pintu kamar bawah. Sorenya sekitar jam 5 sore-an ia ke wc. Seperti biasa kalau Bapak ke wc akan sangat lama, katanya di wc ia duduk sebentar karena pusing. 

Keluar wc bapak nyaris pingsan . Langsung di bopongnya sama Ibu, adik saya yang paling kecil meletakan tangannya dilubang hidung bapak "Masih bernapas" katanya. Melihat adik saya bertingkah seperti itu saya tersinggung, langsung ku tepiskan tangannya dari hidung Bapak. 

Ia marah kenapa saya bertindak seperti itu. Saya tidak menjelaskan alasannya, dalam hati saya marah, saya tersinggung seolah-olah bapak sedang menuju ajal. Saya tidak terima itu, saya yakin Bapak akan sembuh!!.

Tapi jauh didalam hati saya gemetar ketakutan, entah mengapa hati kecil saya mengatakan bahwa waktu Bapak memang tidak banyak lagi. Tapi lagi-lagi saya menepisnya, Ibu dan saya membopong Bapak kedalam kamar. 

Aku dan ibu memutuskan sehabis magrib  bahwa walaupun Bapak menolak untuk dibawah kerumah sakit kami akan tetap membawanya!. Setelah itu saya melanjutkan memasak, menumbuk cabe dengan tangan gemetar dan menahan air mata.

Sehabis magrib Ibu saya berbicara dengan Bapak perihal akan membawanya kerumah sakit provinsi. Tapi Bapak malah menjawab katanya tidak usah repot-repot, walaupun di bawa kerumah sakit dia tetap akan Pulang (meninggal), mendengar itu ibu marah.

Selama dua bulan saya dirumah Bapak memang sering ngomong aneh-aneh. Seolah-olah ia sudah tahu  perihal waktunya tidak banyak lagi. Katanya sebentar lagi dia akan pulang, sudah ada yang menjemput tapi masih ada satu orang lagi yang belum mengizinkan. 

Bapak juga bercerita ia sudah dikunjungi orang-orang terdekatnya yang sudah duluan meninggal. Karena itulah selama dua bulan bersama Bapak saya berusaha menghindar untuk berbicara panjang kepada Bapak, karena saya tidak ingin mendengar ceritanya yang mengarah kepada kematian.

Sekitar pukul 9 malam, ketika semua persiapan kerumah sakit selesai saya masuk ke kamar Bapak. Melihat saya masuk Bapak berbicara, Bapak menyuruh saya membuat BPJS Kesehatan dan katanya simpanlah semua barang-barang. 

Mendengar perkataan Bapak seperti itu saya langsung meng-iakan saja dan saya langsung keluar kamar. Saya tidak ingin mendengar kata-kata tentang Pulang lagi (Meninggal).

Sabtu pagi saya bangun dengan semangat yang dibuat-buat, saya memasak, merapikan rumah. Sekitar jam 9 pagi, tetangga saya berteriak memberi tahu bahwa anaknya yang juga turut mengantar Bapak kerumah sakit mengatakan bahwa Bapak saya sudah meninggal. Mendengar itu saya seperti tidak berpijak lagi ditanah. Tidak percaya Bapak begitu cepat meninggalkan saya.

Hingga hari ini tanggal 29 agustus 2020 sudah tiga minggu Bapak meninggalkan saya. Saya terkadang membenci diri sendiri kenapa saya masih bisa merasakan lapar, haus sedangkan Bapak sudah tidak ada lagi.

Dulu ketika melihat adegan orang ditelivisi yang memakai baju orang yang dikasihinya yang sudah meninggal hanya sekedar untuk mengobati rindu saya sempat berpikir tindak-kan yang agak klise. 

Tapi malam harinnya, setelah bapak dimakamkan, orang-orang ramai membaca doa dirumah, saya malah memegang kaos kaki yang sering di pakai Bapak sambil tertidur dan menangis!!.

Selamat jalan Bapak, ceritamu tidak akan pernah habis . Nanti saya cerita lagi!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun