Mohon tunggu...
Elsa Fy
Elsa Fy Mohon Tunggu... Administrasi - :)

reading and writing

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Niat Tulus dan Tolak Angin

1 Agustus 2018   20:28 Diperbarui: 1 Agustus 2018   21:21 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source : Sidomuncul Store

Dulu aku pikir masa terberat ialah ketika tamat SMA (Sekolah Menengah Atas)  bingung mau lanjut kuliah dimana. Maklum bensin/uang untuk lanjut kuliah pas-pas-san diperparah dengan keadaan dari pelosok desa yang buta informasi plus otak gak cair-cair amat. Waktu itu hanya bermodalkan tekat dan niat tulus untuk belajar serta dukungan orang tua .

Berkat tiga musabab itulah dua bulan sebelum seleksi masuk perguruan tinggi saya jungkir balik belajar siang dan malam, segala jenis buku dari kelas satu sampai kelas tiga SMA saya pelajari. Melihat saya jungkir balik belajar siang dan malam ibu saya iba, beliau menegur "Belajar boleh nak, tapi jaga kesehatan juga, nanti kalau sakit duluan gimana? gak jadi tes toh" benar juga pikirku.

Kala itu teman-teman saya pergi ke Palembang, Ibu kota provinsi Sumatera Selatan untuk ikut les persiapan masuk perguruan tinggi negeri dulu namanya SBMPTN (seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri).  Dipelosok desa saya belajar sendiri, untuk les ke ibu kota provinsi tidak ada piti, padahal sih kepengen banget heheh. 

Tidak apa pikirku walaupun tidak bisa les, toh kan saya ada buku dan catatan yang buanyak . Hebat benar kalau saya sudah paham semua buku dan catatan sampa-sampai habis bahan pelajaran dan harus ke ibu kota provinsi untuk mencari bahan ajar, untuk hal ini saya mencoba berbesar hati. Walaupun pada akhirnya saya jadi juga ke ibukota provinsi tapi bukan untuk les susulan melainkan untuk menguji hasil saya jungkir- balik belajar siang dan malam, untuk tes SBMPTN.

Pagi-pagi  buta saya sudah kalang kabut "hari ini pengumuman" . Pengumuman hasil jungkir balik belajar malam dan siang, waktu itu pikiran ku sudah menjalar kemana-mana. Sambil menjalankan motor menuju warnet untuk melihat hasil pengumuman SBMPTN , saya sudah menanyakan hal-hal yang tidak-tidak, persis seperti pertanyaan seorang yang putus asa sebelum berjuang.

bagaimana kalau saya tidak lulus?

Kalau tidak lulus saya harus bagaimana?

Bekerja, siapa yang mau menerima?

Nyogok, mau disogok pakai apa?

Dan alhamdulilah hasil  belajar jungkir balik siang dan malam itu berbuah, saya dinyatakan LULUS masuk salah satu universitas tinggi negeri.

Singkat cerita saya lulus kuliah pas empat tahun dan setelah lulus itu kenyataan hidup menghantam saya lagi, dan kali ini hantamannya lebih berat . Lebih berat daripada ketika saya bingung mau masuk perguruan tinggi mana, kali ini saya harus bertarung untuk bekerja. Setelah beberapa bulan menjadi pengangguran, akhirnya saya diterima di CV Swasta .

Baru beberapa minggu kerja  saya hampir angkat tangan, menyerah. Menyerah bukan karena saya takut dengan  pimpinan galak yang mau menang sendiri, atau malas menghadapi tantangan tapi karena tubuh saya waktu itu memang tidak mengizinkan untuk kerja full. Kerja yang sering lembur, kerja yang jam kerjanya merayap, jam kerja yang tidak bisa dikompromi. Tubuh saya tidak bisa menerima kerja yang terlalu diporsir karena  sewaktu sebelum KKN (Kuliah Kerja Nyata ) saya terkena sakit tifus. 

Saya sakit tifus hampir dua bulan setelah dua bulan itupun saya  masih harus rutin minum obat dan checkup kedokter. Karena saya pernah sakit tifus kata dokter saya tidak bisa terlalu capek. Mendengar hal itu saya sudah capek duluan, lah gimana ceritanya  hidup gak bisa capek? Dan lagi katanya sewaktu-waktu  penyakit tifus bisa kembali lagi kalau kesehatan tubuh tidak dijaga, lah buat tambah saya pusing. Jangan dilanjutin lagi deh penjelasannya Pak Dokter.

Benar saja penjelasan dokter waktu itu bahwa saya yang sudah pernah terkena penyakit tifus tidak bisa terlalu capek. Kerja sering lembur, sering tidur tengah malam  ditambah ruang kerja yang full AC membuat tubuh saya waktu itu benar-benar kwalahan dibuatnya. Baru beberapa minggu kerja  saya seperti mayat hidup, muka pucat, tidak ada gairah dan mudah lelah tentunya gampang masuk angin. Jangankan untuk memikirkan visi-misi perusahaan untuk berjalan saya saja saya sempoyongan. Beberapa minggu kerja saya sudah ditegur atasan, katanya saya seperti orang yang tidak ada gairah hidup. 

Terbesit dipikiran untuk resign dan pulang kerumah orang tua karena tidak mungkin saya memaksa bekerja tapi tubuh tidak menerima. Resign artinya saya akan jadi beban pikiran orang tua saya . Karena tidak mau jadi beban saya coba mencari solusi, tidak apa walau saya harus terus-terus minum obat asal saya bisa bekerja dengan maksimal. 

Dilemanya dari kecil saya tidak suka minum obat, kalau minum obat jantung saya berdebar-debar seperti terbakar lagipula saya sudah pernah coba minum obat dan hasilnya pun tidak maksimal,  saya masih mudah lelah dan mudah sakit.  Belum lagi bagaimana efeknya bagi tubuh kalau terus diminum?, jauh dari orang tua saya makan buah Simalakama. "Ibu tolong saya", jeritan saya kala  itu.

Sampailah pada hari pencerahan itu, maksudnya sampailah pada saya sebuah toko. Waktu itu saya hendak membeli minyak goreng dan saya mampir di etalase obat-obatan toko tersebut dari Balsem, Minyak Kapak, Obat Pusing, Obat Gatal dan segala jenis obat generik tersedia disana. 

Saya melihat obat tradisional beken yang selama ini sering saya lihat wara-wiri ditelivisi, saya sering melihatnya di iklan. Nama obat itu "Tolak Angin" , kalau di iklan saya tidak heran bagaimana obat tradisional itu dibuat seolah-olah obat ajaib yang turun dari langit. Jujur saja saya orang yang cenderung tidak mudah percaya, apalagi percaya pada iklan, gak deh. 

Dengan setengah tidak percaya, saya baca khasiat yang tertulis dibagian belakang kemasan Tolak Angin. Disebutkan bahwa Tolak Angin ialah obat herbal terstandar untuk mencegah dan mengatasi masuk angin dengan gejala -- gejala seperti mual, perut kembung, pusing, demam serta dapat meningkatkan daya tahan tubuh.

 Ke esokan harinya setelah tidur tengah malam dan paginya  harus kerja, sepert biasa tubuh saya kelelahan. Sehabis sarapan seadanya saya minum satu sachet Tolak Angin  berwarna kuning yang berkhasiat untuk menghilangkan masuk angin dan meningkatkan daya tahan tubuh. 

Siang berlalu, ketika habis makan siang saya minum Tolak Angin satu sachet lagi dan ketika sampai dirumah saya baru sadar bahwa hari itu saya bekerja dengan penuh semangat, perkerjaan saya lancar jaya.Tidak ada saya lesu ataupun pucat, saya bekerja sambil bernyanyi. Setelah minum Tolak Angin daya tahan tubuh saya benar-benar meningkat. Saya tidak masalah lagi  kerja terkena AC seharian, tidak masalah walaupun sering lembur, Tolak Angin Memang Berkhasiat Lebih.

Karena sudah merasakan khasiat lebih dari Tolak Angin saya berani merekomendasikan kepada teman terdekat saya yang punya aktifitas padat merayap untuk selalu minum  Tolak Angin,  supaya ditengah kesibukan daya tahan tubuh tetap terjaga. Sekarang saya dan teman saya kalau kemana-mana didalam tas kami berdua tidak hanya ada handphone, charger, dompet, bedak tapi juga selalu ada Tolak Angin.  

Kalau dulu saya lulus tes masuk perguruan tinggi karena niat tulus ingin belajar, usaha dan doa orang tua. Pada saat saya kerja tapi tubuh tidak mengizinkan lagi-lagi niat tulus menyelamatkan saya, niat tulus untuk jangan sampai  "Jadi Beban Pikiran Orang Tua"  dan ditambah pertolongan dari Tolak Angin. Terimakasih Tolak Angin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun