Mohon tunggu...
Elsa Rahima
Elsa Rahima Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Welcome to my account, call me Ca, my hobby is traveling

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Manajemen Pemeliharaan Ternak Sapi Potong

16 Januari 2023   16:12 Diperbarui: 16 Januari 2023   20:49 968
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bangsa (breed) sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tertentu tersebut, mereka dapat dibedakan dari ternak lainnya meskipun masih dalam spesies yang sama, karakteristik yang dimiliki dapat diturunkan ke generasi berikutnya (Tanari, 2001). Setiap bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang bisa membawa risiko yang kurang menguntungkan.

Menurut Blakely dan Bade (1991), secara zoologis sapi termasuk dalam filum Chordata (yaitu hewan yang memiliki tulang belakang), kelas Mamalia (menyusui), Artiodaktil (berkuku atau berteracak genap), sub ordo Ruminansia (pemamah biak), famili Bovidae (tanduknya berongga), genus Bos (pemamah biak berkaki empat). Spesiesnya terbagi dua, yaitu Bos Taurus (sebagian besar bangsa sapi yang ada) dan Bos indicus (sapi-sapi yang memiliki punuk). Natasasmita dan Mudikdjo (1985) menambahkan, spesies sapi terdiri dari : Bos taurus (sapi-sapi Eropa), Bos indicus (sapi-sapi bergumba atau Zebu asal India dan Afrika), dan Bos sondaicus (sapi-sapi lokal Indonesia).

Masing-masing jenis ternak terdiri atas berbagai bangsa, yaitu sekelompok ternak yang memiliki kesamaan sifat yang dapat diturunkan. Beberapa contoh bangsa sapi yang termasuk Bos taurus misalnya sapi Friesian Holstein (FH), Jersey, Shorthorn, Angus, dan lain-lain. Sedangkan bangsa sapi yang termasuk Bos indicus misalnya sapi Ongole, Brahman, Angkole, Boran, dan lain-lain. Contoh Bos sondaicus yang terkenal adalah Banteng dan sapi bali (Natasasmita dan Mudikdjo,1985).

Natasasmita dan Mudikdjo (1985) menjelaskan bahwa bangsa-bangsa sapi yang sudah lama ada di Indonesia dan dianggap sebagai sapi lokal adalah sapi bali (termasuk Bos sondaicus), serta peranakan Ongole (PO), sapi madura, sapi jawa, sapi Sumatera (sapi pesisir), dan sapi Aceh yang kesemuanya dianggap sebagai keturunan sapi Bos sondaicus dan Bos indicus. Diantara bangsa sapi yang besar populasinya adalah sapi bali, sapi Ongole, serta Peranakan Ongole (PO) dan sapi madura.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian campuran (mix method) dengan strategi konkuren/satu waktu (concurrent strategy) yaitu merangkum beberapa jurnal dari berbagai macam referensi. Sedangkan sumber data yang dikumpulkan melaui dua cara yaitu data primer dan data sekunder dimana, data primer diperoleh dengan pengambilan data melalui survei terhadap peternak sampel dan peternak di sekitar wilayah tersebut, sedangkan data sekunder diperoleh dari kelompok tani ternak setempat (karakteristik peternak). Data yang diolah meliputi manajemen pemeliharaan seperti perkandangan, pakan (hijauan makanan ternak), perkawinan, kesehatan, pengelolaan limbah peternakan dan pemasaran. Penelitian ini menggunakan metode survei. Metode survei adalah metode pengumpulan informasi (data) dari sampel untuk mewakili seluruh populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Teknik observasi yaitu pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung ke lapangan untuk mengetahui fenomena atau gejala yang ada pada objek-objek penelitian. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive yaitu pengambilan sampel dilakukan kepada peternak yang tinggal pada radius 3 km di sekitar Kebun Percobaan Rambatan. Ukuran sampel atau jumlah peternak responden yang diambil dalam penelitian sebanyak 12,5% (40 peternak dari keseluruhan peternak yang ada di desa Rambatan yaitu 320 orang). Peternak bersifat homogen. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer didapat dari semua responden melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner atau daftar pertanyaan yang disusun secara terstruktur. Data sekunder diperoleh dari kelompok ternak setempat.

Hasil dan Pembahasan

Seperti yang kitahui, Sapi atau lembu adalah hewan ternak anggotafamili Bovidae dan subfamili Bovinae. Sapi dipelihara terutama untuk dimanfaatkan susu dan dagingnya sebagai pangan manusia. Hasil sampingannya seperti kulit, jeroan, tanduk, dan kotorannya juga dimanfaatkan untuk berbagai keperluan manusia. Di sejumlah tempat, sapi juga dipakai sebagai penggerak alat transportasi, pengolahan lahan tanam (bajak), dan alat industri lain (seperti peremas tebu). Karena banyak kegunaan ini, Sapi telah menjadi bagian dari berbagai kebudayaan manusia sejak lama. Kebanyakan Sapi merupakan keturunan dari jenis liar yang dikenalsebagai aurochs (dalam bahasa Jerman berarti "Sapi Kuno", nama ilmiah: Bos primigenius), yang sudah punah di Eropa sejak 1627. Namun, terdapat beberapa spesies sapi liar lain yang keturunannya didomestikasi, termasuk sapi bali yang juga diternakkan di Indonesia. Sistem pemeliharaan ternak sapi masih tradisional dengan manajemen yang minim terutama dalam penyediaan pakan yang kurang memadai sepanjang tahun dan penggunaan pejantan yang layak agar membuahkan turunan yang produktif. Usaha peternakan di Sumbar belum begitu berkembang jika dibandingkan dengan Pulau Jawa. Sebagaimana pada jenis ternak pada umumnya, kunci keberhasilan pe-ngembangan industri peternakan pada dasarnya berpangkal pada tiga unsur utama :

  • ketersediaan bibit unggul;
  • ketersediaan dan jaminan mutu pakan;
  • dukungan kelembagaan dengan perangkat lunak yang menunjang, termasuk kebijakan daerah, infrastruktur dan pemasaran.

Usaha peternakan tradisional dalam skala kecil hanya merupakan penunjang kegiatan agribisnis, sebab kemampuannya terbatas untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan belum sepenuhnya berorientasi pasar. Usaha peternakan salah satunya di Sumbar (Sumatera Barat) didominasi oleh pelaku tradisional yang belum mampu untuk menjadi salah satu andalan pertumbuhan peternakan. Walaupun demikian, potensi yang ada memberikan peluang besar bagi pengembangan ternak sapi di Sumbar. Usaha peternakan sapi yang terdapat di Sumatera Barat umumnya didominasi oleh sapi lokal dan sapi persilangan unggul seperti Simmental, Limousine, Brahman, Angus dan jenis lainnya. Sehubungan dengan tuntutan percepatan pembangunan pertanian maka pada tahun 2001 Badan Litbang Pertanian melakukan lagi reorganisasi dengan membentuk BPTP disetiap Propinsi.

Dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.350/Kpts/OT.210/6/ 2001 tanggal 14 Juni 2001, BPTP Sukarami menjadi BPTP Sumatera Barat dengan wilayah kerja hanya untuk Propinsi Sumbar. Dalam Keputusan ini, BPTP Sumbar memiliki satu Laboratorium Diseminasi di Padang serta tiga kebun percobaan yaitu : Bandar Buat di Padang, Sitiung di Kabupaten Darmasraya, dan Rambatan di Kabupaten Tanah Datar serta satu Laboratorium Tanah di Kota Bukittinggi. Kebun Percobaan Rambatan sebagai Laboratorium Lapang memiliki tujuan yaitu tempat dilakukannya berbagai macam penelitian dan percobaan berbagai macam tanaman pangan. Hasil dari percobaan ini nantinya akan dibawa ke Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat. Karakteristik peternak merupakan salah satu aspek yang dapat mendukung keberhasilan usaha peternakan sapi pedaging. Aspek tersebut terdiri atas umur, pendidikan formal, pekerjaan utama, jumlah tanggungan, anggota dari kelompok ternak setempat, pengalaman beternak, serta motivasi (alasan) beternak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar peternak berumur antara 17-55 tahun (90%) dan sisanya yaitu sebanyak 10% berumur di atas 55 tahun.

Kelompok usia produktif tersebut menunjukkan bahwa regenerasi bagi petani-peternak tidak terhambat. Peternak usia produktif tersebut memilih beternak sebagai usaha sampingan disamping meneruskan usaha ternak orang tua mereka. Pendidikan berhubungan dengan ilmu pengetahuan peternak khususnya pengetahuan mengenai budidaya ternak serta cara pengelolaan yang baik. Pendidikan peternak umumnya digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu pendidikan formal serta pendidikan non formal. Pendidikan formal peternak cukup beragam mulai dari SD, SMP, serta SMA, ada pula peternak yang tidak bersekolah. Pendidikan formal peternak sebagian besar adalah Sekolah Dasar (SD) yaitu sebanyak 72,5%. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan kemampuan ekonomi orang tua mereka pada saat itu. Mereka lebih memilih membantu orang tua bekerja untuk menghasilkan uang dibandingkan dengan melanjutkan sekolah. Selain itu, pendidikan pada waktu itu belum menjadi prioritas kepentingan masyarakat di tempat penelitian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun