Mohon tunggu...
Elsa Baizura
Elsa Baizura Mohon Tunggu... Mahasiswa - elsa

semangat dan lakukan yang terbaik, sisanya pasrahkan

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Penerapan Intermittent Fasting sebagai Upaya Menurunkan Berat Badan

27 November 2021   10:45 Diperbarui: 27 November 2021   10:59 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Penerapan Intermittent Fasting Sebagai Upaya Menurunkan Berat Badan

Oleh:

Elsa Baizura

Nadia Esther Valentina Manalu

Universitas Brawijaya

Abstrak: WHO (World Health Organization) melaporkan bahwa pada tahun  2016 terdapat banyak orang yang mengalami kelebihan berat badan. Kelebihan berat badan dan obese merupakan salah satu kondisi yang diakibatkan oleh kemajuan teknologi dan globalisasi. Seseorang dapat mendapatkan makanan untuk dikonsumsi dengan akses yang mudah dan cepat. Oleh karena itu, perlu adanya perubahan gaya hidup untuk menangani obese agar mendapatkan berat badan yang normal. Intermittent fasting merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh seseorang yang mengalami obese. Intermittent fasting juga merupakan program diet yang efektif untuk menurunkan berat badan. Intermittent fasting dilakukan dengan mengatur waktu makannya atau membatasi jumlah kalori yang dikonsumsi dalam satu hari. TRF (Time Restricted Feeding), ADF (Alternate Day Fasting), dan metode 5:2 merupakan variasi dari intermittent fasting. Intermittent fasting menerapkan autofagi sel.

Kata kunci: intermittent fasting, diet, berat badan, obese

Di era globalisasi ini, semua kebutuhan mampu didapat dengan mudah dan cepat. Tak terkecuali kebutuhan makanan seseorang yang sekarang bisa dipenuhi dengan tanpa memasak. Hal ini karena adanya makanan cepat saji yang bisa didapatkan bahkan hanya dengan melalui gadget. Namun, dengan meningkatnya konsumsi makanan cepat saji juga dapat meningkatkan jumlah individu yang akan memiliki kelebihan berat badan atau obese. Obese akan berpengaruh pada kesehatan apabila tidak segera diatur dengan pola hidup yang baik, salah satunya yaitu dapat dikontrol dengan menerapkan intermittent fasting. Penting bagi penderita obese untuk menurunkan berat badan yang bisa dilakukan dengan menerapkan intermittent fasting sebagai perencanaan diet. Obese perlu dikontrol karena dapat menimbulkan gangguan metabolisme tubuh seperti penyakit jantung koroner, osteoartritis, dan gangguan pernapasan.

WHO telah melaporkan bahwa pada tahun 2016 terdapat banyak orang di dunia yang mengalami kelebihan berat badan.Telah terdapat lebih dari 1,9 miliar orang yang mengalami kelebihan berat badan dan 650 juta orang mengalami obese yang jumlahnya meningkat tiga kali lipat sejak tahun 1975 (Ganesan dkk, 2018). Sementara itu, berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 menunjukkan bahwa proporsi obesitas pada dewasa dengan rentang usia diatas 18 tahun di Indonesia adalah 21,8%, yaitu naik 7% dari tahun 2013.

Perubahan gaya hidup bagi penderita obese diperlukan untuk menurunkan berat badannya. Penurunan berat badan dapat dilakukan dengan melakukan intermittent fasting sebagai perencanaan diet. Dalam perencanaan diet ini, individu dapat mengatur waktu makan dan jumlah kalori yang dimakan. Namun, hal ini berbanding terbalik dengan kenyataan yang terjadi di masyarakat yang memiliki pola makan tidak teratur. Terlebih lagi konsumsi makanan cepat saji yang menjadi tren masyarakat saat ini.

Intermittent fasting dapat dilakukan sebagai perencanaan diet bagi individu penderita obese sebagai upaya untuk menurunkan berat badan. Hal ini karena meningkatnya konsumsi makanan cepat saji yang tidak diimbangi dengan kegiatan fisik seperti olahraga sehingga menyebabkan obese. Perlu adanya perubahan pada gaya hidup dengan melakukan pembatasan kalori dan mengkonsumsi makanan yang sehat serta bergizi. 

Selain berguna sebagai upaya untuk menurunkan berat badan, intermittent fasting juga bermanfaat pada kesehatan kardiovaskular. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, diperlukan adanya kepatuhan dan komitmen yang tinggi untuk tidak melanggar perencanaan  diet dan menerapkannya dengan baik. Kepatuhan terhadap diet intermittent fasting juga perlu dilakukan dengan konsisten agar setelah berhasil menurunkan berat badan memiliki berat badan yang stabil. 

Berdasarkan uraian singkat diatas, artikel ini difokuskan pada penerapan intermittent fasting sebagai upaya menurunkan berat badan. Adapun tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk menjelaskan penerapan intermittent fasting sebagai upaya menurunkan berat badan.

Intermittent Fasting

Intermittent fasting adalah program diet dengan melakukan pembatasan waktu makan sehingga makanan dimakan pada waktu-waktu tertentu dalam satu hari (Ganesan dkk, 2018). Intermittent fasting menggunakan metode pengaturan pola makan dengan memberi jeda makan selama beberapa waktu. Selain dengan adanya pembatasan waktu makan, intermittent fasting juga mengacu dengan adanya keteraturan terhadap pembatasan asupan kalori. 

Program diet intermittent fasting atau juga disebut diet puasa dan memiliki dua periode, yaitu periode puasa dan makan. Pada waktu periode puasa, individu tidak boleh mengonsumsi kalori atau hanya 25% dari kebutuhan kalori individu tersebut saja yang boleh dikonsumsi. Intermittent fasting dapat dilakukan selama dua hari tanpa harus berturut-turut dalam satu minggu. Intermittent fasting sangat populer dan efektif digunakan sebagai program diet bagi individu yang mengalami kelebihan berat badan dan obese. Intermittent fasting dengan melakukan pembatasan kalori 30% dari kebutuhan energi akan menghasilkan penurunan berat badan lebih optimal (Welton dkk, 2020).

Intermittent fasting menggunakan sifat autofagi oleh sel. Autofagi adalah sifat sel untuk memakan komponen-komponen yang terdapat dalam sel, yang dalam intermittent fasting merupakan sel-sel tubuh. Dengan berkurangnya sel-sel tubuh, maka massa tubuh juga akan berkurang. Cara yang paling sederhana untuk mengaktifkan autofagi adalah dengan melakukan puasa. Ketika sel tidak mendapat nutrisi dari makanan yang cukup, maka sel akan melakukan daur ulang komponen dalam sel yang tidak bersifat sampah untuk diubah menjadi nutrisi untuk mempertahankan metabolisme sel (Ohsumi, 2014).

Penting untuk mempertimbangkan bahwa diet dengan metode intermittent fasting tepat dan cocok untuk diri kita (Stockman dkk, 2018). Saat ingin melakukan intermittent fasting, seseorang harus memilih salah satu jenis yang ingin dilaksanakan. Akan tetapi, jika baru pertama sekali melakukan intermittent fasting, disarankan untuk melakukan jenis intermittent fasting yang ringan terlebih dahulu, seperti puasa 12 jam sehari atau puasa 14 jam sehari. Seseorang yang sudah terbiasa melakukan jenis intermittent fasting ringan, dapat melakukan jenis yang lebih berat seperti puasa 18 jam, ataupun puasa 24 jam.

Seseorang hanya diperkenankan minum air putih jika diperlukan selama waktu puasa yang dilaksanakan (Mosley dan Spencer, 2013). Air putih memiliki kalori yang sangat sedikit sampai bisa dianggap tidak memiliki kalori, sehingga air putih tidak akan mengganggu kerja sel. Air putih juga akan memberi hidrasi yang cukup pada tubuh, sehingga tubuh tidak mengalami dehidrasi dan tidak menimbulkan penyakit lanjutan. Jika tidak menyukai air putih, kopi, teh dan minuman tanpa gula dapat menjadi pilihan yang tepat. Jika mengonsumsi minuman dengan gula, maka diet akan dianggap gagal karena memberi nutrisi bagi sel sebelum sel melakukan autofagi.

Intermittent fasting juga dapat dilaksanakan bersamaan dengan diet-diet lain, seperti diet keto maupun diet rendah kalori (Welton dkk, 2020). Intermittent fasting yang dilakukan bersamaan dengan diet keto akan memiliki penurunan berat badan sangat cepat karena diet intermittent fasting akan menurunkan massa sel dan disaat yang bersamaan diet keto tidak akan memberi karbohidrat bagi tubuh. Jika karbohidrat tidak masuk ke tubuh, maka tidak akan terbentuk lemak pada tubuh kita. Selain itu, jika karbohidrat tidak masuk ke dalam tubuh, maka protein dan lemak dalam tubuh kita yang akan diubah menjadi energi sehingga massa lemak di dalam tubuh kita akan berkurang.

Intermittent fasting yang dilakukan bersamaan dengan diet rendah kalori akan menurunkan massa sel. Di saat yang bersamaan, diet rendah kalori hanya akan memberi pasokan kalori yang sangat sedikit bagi tubuh, sehingga akan memberi nutrisi yang sangat sedikit untuk diubah menjadi energi. Untuk memenuhi kebutuhan energi seseorang, komponen sel yang akan di daur ulang menjadi nutrisi akan semakin banyak pula, dan massa tubuh akan semakin berkurang pula. Bagian tubuh yang akan menunjukkan perubahan adalah pada massa lemak dan lingkar pinggang (Stockman dkk, 2018).

Pelaksanaan intermittent fasting yang bersamaan dengan diet lainnya membutuhkan pengawasan dari dokter atau ahli gizi (Stockman dkk, 2018). Jika kalori yang dikonsumsi tubuh saat diet sangat kurang dari jumlah kalori yang diperlukan per hari, dikhawatirkan akan terjadi penyakit lanjutan seperti timbulnya GERD, naiknya berat badan, depresi maupun anemia. Asupan vitamin dan mineral saat tidak puasa juga sangat diperlukan untuk memberi tambahan nutrisi agar tidak menyebabkan timbulnya penyakit lanjutan. Misalnya seperti konsumsi suplemen atau makanan tinggi zat besi akan mencegah timbulnya anemia saat diet.

Beberapa penelitian juga sudah menemukan manfaat lain dari intermittent fasting, seperti modulasi stress oksidatif, peradangan, dan juga autofagi (Stockman dkk, 2018). Selain itu, intermittent fasting juga dapat meningkatkan kognisi, menunda penuaan dan menguntungkan bagi mikroba usus. Jadi, intermittent fasting tidak hanya bisa menurunkan massa tubuh. Akan tetapi, juga memberi banyak manfaat lainnya bagi tubuh yang dapat mendukung kesehatan kita.

Penerapan Intermittent Fasting Sebagai Upaya Menurunkan Berat Badan

Intermittent fasting memiliki tiga variasi, yaitu waktu makan terbatas atau Time Restricted Feeding (TRF), puasa alternatif atau Alternate Day Fasting (ADF), dan intermittent fasting dengan metode 5:2 (Scholtens dkk, 2020). TRF dilakukan dengan puasa harian selama 16 jam dan memiliki waktu makan selama 8 jam dan disebut juga dengan intermittent fasting metode 16:8. Periode makan dapat dilakukan misalnya antara jam 8 pagi sampai 4 sore individu boleh makan sesuai yang diinginkan atau bersifat ad libitum. Namun, pada sisa waktu tersebut tetap digunakan untuk berpuasa atau hanya boleh mengkonsumsi yang rendah kalori seperti minum air putih saja. Ada juga yang mempersingkat waktu makan menjadi 4 jam dan waktu puasa menjadi 20 jam.

Periode puasa 16 jam merupakan durasi yang efektif untuk menurunkan berat badan individu (Welton dkk, 2020). Mayoritas seseorang mampu berpuasa selama 16,8 jam dan hanya sedikit yang mampu berpuasa selama 20 jam. Selain dengan melakukan intermittent fasting, penurunan berat badan yang maksimal juga bisa didapatkan dengan mengimbangi program diet intermittent fasting dengan olahraga.

Puasa alternatif atau Alternate Day Fasting (ADF) merupakan variasi dari intermittent fasting yang dapat menurunkan berat badan dengan mengurangi atau bahkan tidak mengkonsumsi asupan kalori pada periode puasa. Puasa alternatif dapat dilakukan dengan melakukan puasa selama satu hari dan makan sesuai yang diinginkan atau disebut dengan ad libitum pada hari setelahnya. ADF efektif untuk menurunkan indeks massa tubuh, berat badan, massa lemak tubuh, dan total kolesterol pada orang dewasa yang mengalami kelebihan berat badan dalam waktu 6 bulan dan efektif pada seseorang dengan usia 40 tahun yang mengalami obese untuk menurunkan lingkar pinggang (Park dkk, 2020).

Beberapa orang tidak bisa mempraktikkan puasa alternatif karena harus memiliki pola makan yang teratur. ADF tidak dianjurkan kepada orang-orang tertentu dan bisa menimbulkan masalah kesehatan. Beberapa orang tidak bisa meninggalkan waktu makannya karena sedang menyusui atau hamil. Individu yang memiliki gangguan makan, diabetes melitus tipe 1, lansia, dan yang membutuhkan asupan makan untuk minum obat tidak bisa melakukan puasa alternatif (Ganesan dkk, 2018).

Metode intermittent fasting 5:2 yaitu dalam satu minggu melakukan pembatasan kalori selama dua hari tidak berturut-turut. Misalnya dengan mengonsumsi makanan dengan porsi sedikit selama dua hari tersebut dan konsumsi makanan dengan porsi normal pada lima hari sisanya. Asupan kalori yang dikonsumsi pada periode puasa adalah 500 kkal per hari pada wanita dan 600 kkal per hari untuk lak-laki (Scholtens dkk, 2020). 

Periode puasa dapat mengkonsumsi minuman bebas kalori (Mosley dan Spencer, 2013). Seseorang yang melakukan intermittent fasting 5:2 dapat mengkonsumsi minuman bebas kalori selama periode puasa atau pembatasan kalori. Contoh minuman bebas kalori yang dapat dikonsumsi adalah air putih. Teh dan kopi juga dapat dikonsumsi pada periode puasa,  namun harus tanpa gula.

Intermittent fasting dapat menurunkan berat badan hingga 2,5 - 9,9% karena hilangnya massa lemak dalam tubuh (Stockman dkk, 2019). Penurunan berat badan merupakan akibat dari hilangnya lemak karena saat periode puasa dan seseorang tersebut kelaparan, glukosa dalam tubuh akan habis. Sumber energi akan digantikan oleh asam lemak dan keton karena glukosa dalam tubuh sudah habis.

 Puasa pada bulan Ramadhan merupakan contoh dari penerapan intermittent fasting. Seseorang yang menjalankan puasa pada bulan Ramadhan tidak mengkonsumsi makanan selama 14 jam. Periode makan hanya dilakukan saat malam dan akan berpuasa lagi ketika pagi. Penurunan berat badan pada puasa Ramadhan berkisar 0,1 kg sampai 1,8 kg (Welton dkk, 2020).

Penutup

Upaya menurunkan berat badan dapat dilakukan dengan menerapkan intermittent fasting. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa intermittent fasting dapat menurunkan berat badan. Intermittent fasting dilakukan dengan membagi waktu makan dengan periode puasa dan periode makan. Dengan membagi waktu makan dengan periode puasa dan periode makan, sel-sel tubuh kita akan melakukan autofagi untuk memakan bagian sel yang dianggap sampah demi memenuhi nutrisi selama puasa. Hilangnya bagian sel yang dianggap sampah akan menyebabkan berkurangnya massa tubuh. Pembagian waktu makan juga membuat seseorang memiliki pola makan yang teratur. 

Perlu adanya kepatuhan dalam melaksanakan program intermittent fasting. Bagi penderita obese, kepatuhan merupakan faktor penting dalam program menurunkan berat badan. Selain itu, melakukan olahraga juga akan membantu proses penurunan berat badan yang maksimal.

Daftar Rujukan

Ganesan, K., Habboush, Y. and Sultan, S. (2018) 'Intermittent Fasting: The Choice for aHealthier Lifestyle.', Cureus, 10(7), p. e2947. 

Kemenkes RI (2018) 'Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018', Kementrian KesehatanRI,53(9), pp. 1689--1699.

Mosley, M. and Spencer, M., 2013. The fast diet. 1st ed. Short Books Ltd.

Ohsumi, Y. (2014) 'Historical landmarks of autophagy research', Cell Research, 24(1),
pp.9--23. doi: 10.1038/cr.2013.169.

Park, J., Seo, Y., Paek, Y., Song, H., Park, K. and Noh, H., 2020. Effect of alternate-day
fasting on obesity and cardiometabolic risk: A systematic review and
meta-analysis. Metabolism, 111, p.154336.

Scholtens, E., Krebs, J., Corley, B. and Hall, R., 2020. Intermittent fasting 5:2 diet:
What is the macronutrient and micronutrient intake and composition?. Clinical
Nutrition, 39(11), pp.3354-3360.

Stockman, M.-C. et al. (2018) 'Intermittent Fasting: Is the Wait Worth the Weight?',    Current obesity reports, 7(2), pp. 172--185. 

Welton, S. et al. (2020) 'Intermittent fasting and weight loss: Systematic
review',Canadianfamily physician Medecin de famille canadien, 66(2), pp.
117-125.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun