Dalam karya Dr. Epp. Franz (1841) yang berjudul Schilderungen aus Ostindiens Archipel dapat dilihat  pada gambar di atas yang mencerminkan kehidupan orang darat yang ada di Pulau Bangka. Selain itu, JJ Geelhoed juga pernah menggambarkan sketsa orang darat Bangka sekitar tahun 1821-1880 dalam buku De Ontdekking van Tin op het eiland Billiton karya Bert Manders tahun 2010
Untuk sejarah dan asal usul Jerieng sendiri hingga saat ini belum diketahui secara pasti, hanya saja menurut pendapat dan pandangan yang ada bahwa Jerieng di Bangka ada hubungannya dengan Jering di Pattani, Thailand Selatan. Namun demikian, ini hanyalah perkiraan semata, sehingga tidak dapat dijadikan acuan atau dasar
Secara legenda dikutip dari Sardi (2010), disebutkan bahwa pada Zaman kerajaan Sriwijaya ada seorang pendekar mengasingkan diri bersama istrinya ke Pulau Bangka, tepatnya di sekitar kaki Gunung Maras. Konon sepasang pendekar ini melahirkan 12 anak yang setelah besar mengembara ke pelosok Pulau Bangka. Ke arah Bangka Barat mengembaralah anaknya yang bernama Jerieng dan kemudian menetap di Sungai Besar (yang nantinya disebut Sungai Jerieng)
Versi lainnya disebutkan bahwa itu bermula ketika ada dua orang putra putri Kerajaan Melayu yang melanggar titah kerajaan dan diasingkan ke Pulau Bangka bagian barat. Pengasingan tersebut disertai dengan dayang-dayang dan prajurit kerajaan. Tempat pengasingan itu kini disebut warga setempat dengan Tanah Tua
Dalam karya AA Bakar yang berjudul "Cerita Tanah Tua", yang ia tulis pada Desember 1975 menyebutkan bahwa asal mula cerita tanah tua adalah ketika pada zaman dahulu kala, di kampung Kundi (sekarang), rimbawai, rimba puput, dan sekitarnya pada zaman itu masih merupakan pantai, termasuk juga sungai Jerieng masih menjadi laut yang amat besar. Barisan dari kanan menuju ke Mentok pada masa itu masih merupakan pantai
Pada suatu hari, seorang dari penduduk kampung Pangak (Pangek sekarang) dalam kelurahan Peradung (Peradong sekarang) kecamatan Mentok pergi memancing ikan di pinggir pantai. Pantai waktu itu sekarang posisinya di rimbawai. Maka pada suatu hari terlihatlah olehnya sebuah benda terapung-apung menuju pantai dan akhirnya menepi. Masih dalam kondisi terapung benda itu, tiba-tiba terhenti karena kandas di beting. Tidak lama kemudian, yang tadinya laut yang luas menjadi daratan semuanya, seluas mata memandang. Tiba-tiba dilihatnya dari benda terapung (gong gamelan) tadi turun sesosok manusia, yang tak lain adalah seorang putri cantik
Asal mula putri cantik hanyut adalah ketika di kampung halamannya terjadi banjir yang luar biasa. Semua kampung kena banjir hingga tenggelam, untung saya di dekat dua kakak beradik (putri dan pangeran) ada dua buah Gong gamelan yang besar dan menaikinya. Mereka hanyut sampai beberapa purnama lamanya
Pada suatu hari, mereka berdua menggunakan pusaka dari kedua orangtuanya, yang kemudian turunlah angin topan disertai dengan hujan yang sangat lebat, hingga tidak terlihat lagi antara satu lain. Setelah cuaca tenang, gong kakak laki-lakinya telah hilang tak terlihat lagi. Sedangkan saya terombang ambing dan terhenti disini. Waktu itu, saat ia turun tiba-tiba air menjadi kering. Kemudian tanah yang pertama kali menjadi daratan atau Tanah Tua (tanah yang bertuah
Dalam catatan E.H. Rottger, dengan judul Verslag Eener Bezoekreis Op Het Eiland Banka (1840: 25), ketika ia melakukan perjalanan di Pulau Bangka, ia menyebutkan perjalanan ke Jerieng (dengan tulisan Djering) dari Njalauw (kampung Kapuk), kemudian dari Jerieng ia menuju ke Mentok
"Den 10 den Aug. ging ik van Njalauw, over Empang, Maijong , Kaljong en Trentha, naar Djering, (30 Eng. mijlen), waar ik in het huis van een Kampongshoofd gerust sliep, en ook voor geld rijst hebben konde