Mohon tunggu...
Rachmat Solikhin
Rachmat Solikhin Mohon Tunggu... -

pecandu syair,,,,

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Nikah Sirri

26 Juni 2010   12:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:16 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Rokhmat Solikhin

“Aku tidak habis pikir ternyata mereka berdua membohongiku. Tidak terlalu lama baru sekitar 6 tahun. Apa? 6 tahun? Sial !” kataku sambil ku gedor pintu kamarku yang sebenarnya tak punya andil sedikitpun dalam kompleksitas permasalahan yang sedang aku hadapi.Namun cepat-cepat aku beristighfar. Dalam hatiku berkata tidak mungkin Ibu membohongiku. Mungkin aku dan Ibu yang di bohongi.

Tadi pagi di penghujung fajar dan pagi mulai memutih, HP- tuaku berdering dengan nada menngancam. Sebuah nomor pribadi memanggil .

“Angkat atau tidak?” gumamku ragu. Namun kuputuskan untuk mengangkat panggilan dari nomor rahasia ini. Karena rasa penasaranku ternyata lebih besar dari pada sikap tak acuhku.

“Assalamu’alaikum”

“Alief?” terdengar suara seorang gadis dari seberang dengan nada tanya. Tanpa terlebih dahulu menjawab salam yang kulantunkan.

“Ya, benar. Ini siapa ya?” Tanyaku penasaran.

“Tolong suruh pulang Bapak saya. Sudah dua bulan kami sekeluarga tidak dinafkahi. Ibu sakit karena jiwanya tertekan menghadapi kenyataan pahit ini” sahut suara itu lagi-lagi tanpa menghiraukan pertanyaanku.

“………….” Aku diam sejenak dan mencoba menerka apa maksud kata-kata itu. Tapi aku tak mengerti.

“ Ya. Dia Bapakmu juga. Bapak tirimu ” tambahnya dengan nada kendor.

“Apa?Bapak tiriku?Benarkah itu?” tanyaku tak percaya dan terkejut.

“ Ya.Dia sudah punya keluarga. Sebelum 6 tahun yang lalu menikahi Ibumu. Sekarang kesabaran kami sudah sampai pada puncaknya.

Katakan pada Bapak tirimu ,Kami menunggunya”. Tiba-tiba telepon ditutup tanpa kata penutup. Hatiku galau.

###

Pantas saja selama ini setiap akhir pekan dia selalu keluar rumah dengan macam-macam alasan. Kadang dengan alasan tugas dari sekolah, kadang juga dengan alasan bisnis.

Aku masih ingat benar , ketika pertama kali ibu memberitahu dan meminta ijin kepadaku tentang maksudnya untuk menikah lagi setelah belasan tahun menjanda. Waktu itu aku sedang mengikuti pelajaran sore dipondok. Tiba-tiba salah seorang temanku datang dan memberitahuku bahwa aku dapat panggilan telepon.Ya, itu panggilan dari Ibu.

Pada awalnya aku tidak respek tentang apa yang disampaikan, namun setelah ku pertimbangkan jika ini baik buat Ibu , mengapa tidak? Aku mencoba bernegosiasi dengan diriku sendiri. Dalam percakapan singkat itu aku juga menanyakan perihal calon suaminya, jangan sampai Ibu salah menaruh kepercayaan lagi kepada seorang lelaki. Jangan lagi bertemu dengan lelaki seperti Ayahku. Ibu hanya bilang segala sesuatunya baik. Tak perlu di cemaskan.

Dia juga seorang duda. Dan yang pasti dapatdipercaya. Terakhir Ibu berpesan Agar aku tetap semangat belajar. Sehingganantinya akubisa melanjutkan kuliah di jurusan sastra arab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dan sekarang aku benar-benar sedang berdiri disini.

Dua bulan kemudian Ibu menelepon lagi . Ibu memberitahu bahwaaqad nikah telah di gelar. Nikah siri. Satu- satunya alasan mengapa Ibu terpaksa melakukan nikah siri adalah bahwa tidak ada surat cerai antara Ibu dan Ayah. Kejahatan ayah adalah dia tidak mau menandatangani surat cerai. Dan menurutku itu adalah kejahatan terberat seorang lelaki terhadap perempuan yang pernah ia nikahi.

###

Pada awalnya aku tak mempermasahkan tentang status nikah siri ini. Namun sekarang ini benar-benar mengganggu.Aku tidak bisa lagi fokus dan konsentrasi terhadap hal-hal lain yang sebenarnya lebih penting. Ya karena “nikah siri” ini. aku tidak lagi fokus di perkuliahan, di organisasi, ataupun di tempat kerjaku,yang sudahaku jalani selama 4 bulan ini. karena mulai dari awal semester ke-dua uang sakuku tidak lagi dikirim entah apa alasannya.

Asrama begitu sunyi. Teman-teman sibuk dengan urusannya masing-masing. Kunyalakan televisi untuk mengusir penat dan aku berharap bisa sedikit menghiburku. Sial! Semuanya sedang membicarakan tentang nikah siri. Acara berita, infotement, film , dialog, tidak ada bedanya. Aku matikan televisi dan kubuka koran hari ini. ah ! ternyata headline beritanya juga tentang nikah siri. DPR sedang melakukan pembahasan tentang RUU nikah siri. Popularitas nikah siri tiba-tiba menandingi bintang film porno yang baru-baru ini bermain film komedi yang menimbulkan banyak kontroversi. Padahal menurut kaca mataku bukan termasuk film bermutu.

Akan lebih baik jika aku keliling kota pikirku. Kususuri jalanan kota dengan sepeda. Ternyata ini hanya akan menambah masalahku. Bagaimana tidak ? semua papan reklame yang berdiri di sisi kanan dan kiri jalan aku tidak melihatnya kecuali bertuliskan kata “nikah siri”. Kebetulan di pinggir jalan yang aku lalui ada rumah seorang psikolog, aku ingi berkonsultasi tentang kemungkinan aku sudah kehilangan akal sehatku alias gila. Ternyata dokter bilang aku sudah gila. Aku melarikan diri keluar ke jalan raya. Kepalaku pusing dan pandanganku buyar. Kuarahkan pandanganku ke arah kanan dan tiba-tiba….. Sebuah mini bus menabrakku. Tubuhku terpental dan hancur berkeping-keping. Aku bisa melihat jasadku yang tergeletak di badan jalan. Orang-orang mengelilingiku berharap aku bangun kembali. Aku baru saja sadar ternyata aku telah mati. Aku ingin hidup lagi. Aku menangis. Aku berteriak. Namun aku masih ingat masalah keluargaku. Aku ingin mengklarifikasi rahasia di balik nikah siri ini.Tiba-tiba setampuk air turun dari langit dan menabrak wajahku. Aku berhenti menangis dan perlahan kubuka mataku. Teman–teman seasramaku mengelilingiku.

“Alief. Apa yang terjadi?” tanya temanku masih dengan nada cemas.

“ Tadi kamu menangis dan berteriak histeris” tambah yang lain. Aku hanya diam. Namun hatiku berkata, ternyata ini hanya mimpi. Syukurlah aku masih hidup.

###

Udara di luar sangat dingin. Tadi di penghujung senja Aku meluncur dari jogja. Dan sekarang hampir tengah malam. Suasana kampung halamanku serasa sangat sunyi.

Kuketuk pintu rumahku yang juga begitu sepi layaknya tempat pemakaman sembari mengucap salam. Mungkin adikku dan orang tuaku sudah tidur sebelum larut malam. Ku coba ketuk lagi tapi tidak ada sinyal dari dalam rumah. Dan kucoba sekali lagi Alhamdulillah terdengar sebuah jawaban salam. Namun ternyata jawaban itu berasal tetanggaku yang kemudian menghampiriku.

“ maaf nak alief. Ibu dan Bapak serta adik nak Alief sudah satu bulan yang lalu pindah. Tapi sayangnya mereka tidak memberitahu kemana mereka akan pindah. Nak alief malam ini tidur di rumah saya dulu saja.” kata Ibu Sri tetangga dekatku.

“ Terima kasih, Bu” hanya kata itu yang bisa kukatakan.

Ibu Sri masuk ke rumahnya lagi dan aku terduduk lemas di depan pintu rumahku. Pasti ada hubungannyan antara panggilan rahasia yang aku terima tadi pagi, rumah baru yang dirahasiakan , dengan nikah siri yang mereka lakukan. Aku mencoba merenung. Tentang kemungkinan ada hubungan dengan inspeksi yang sering dilakukan pemerintah akhir-akhir ini terhadap para pelaku nikah siri. Mungkinkah karena ini mereka pindah rumah?

Sebuah nomer pribadi kembali memanggil.

“ Apa kamu tahu dimana keluargaku saat ini?” tanyaku pada seseorang di seberang percakapan.

“bulan lalu aku ke rumahmu. Namun tidak seorangpun ada di rumah” jawab gadis itu.

“ Kamana aku harus mancari?”

“ Mereka meninggalkan pesan yang menempel pada pintu. Aku tidak mengerti maksudnya” kata gadis itu kemudian mengahiri percakapan.

Kuarahkan pandanganku ke bagian atas pintu. Dan memang benar ada sepotong kertas yang menempel disana. Kuambil pesan itu. Kertas ini bertuliskan “ Kami Dekat dengan Rahasia”. Oh Tuhan bantu aku. Kau maha mengetahui segala rahasia.

“ Ya. Aku tahu jawabannya sekarang. Akhirnya… Setelah hampir satu jam berfikir dan hampir gila!” Kataku sambil kuremas kertas yang ada di tanganku. Kemudian Kukendarai motorku ke sebuah area rahasia, dimana disana banyak pasangan nikah siri yang tinggal dekat dengan kerahasiaan mereka.

Yogyakarta, 13 Mei 2010

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun