"Ok... Bisa, Pak."Â
Setelah mendapatkan alamat notaris dan aku memberitahukan berita tersebut kepada kakak-kakakku, kami berangkat bersama ke kantor notaris. Disana kami semua diberitahukan tentang pembagian harta warisan Ibu.Â
"Terima kasih saudara-saudara sudah memenuhi undangan saya. Saya mau menyampaikan pembagian warisan dari almarhumah ibu saudara."
Dalam pembagian warisan tersebut ibu memberikan rumah yang saat ini ditempati kepada kakak perempuan ku, Nisa. Sedangkan sebidang sawah diberikan kepada kakak laki-lakiku Rudi. Sedangkan aku diberi warisan oleh Ibu berupa logam mulia seberat 100gr. Tetapi kakak-kakakku tidak terima.Â
"Apa? Â Tidak mungkin dia mendapat semua emas simpanan Ibu. Sedangkan aku hanya mendapatkan rumah tua ini. Ini tidak adil." Kakak perempuan ku meradang.Â
"Apalagi aku yang hanya dapat sebidang sawah, apa yang bisa kudapatkan dari sawah itu?" Kak Rudi menimpali. Semua membenciku. Mereka beranggapan aku tidak berhak untuk mendapatkan apa yang diberikan Ibu untukku.
"Pak notaris, tolong anda bicara jujur, mana mungkin seorang anak pungut mendapatkan warisan dan lebih daripada kami anak kandungnya. Ibu pasti sudah gila mengambil keputusan itu." Kak Nisa berapi-api bicara, seakan memang aku tak berhak.Â
Aku kaget bukan main, saat Kak Nisa mengatakan bahwa aku bukan anak kandung Ibu. Lalu siapa orang tuaku? Rasa kaget itu membuatku tak mampu untuk membalas semua perkataan kakak-kakakku. Aku terdiam.
"Baiklah, saudara Nisa dan Rudi mungkin tidak percaya, tetapi surat wasiat ini ditulis oleh Ibu anda sendiri. Silahkan anda periksa dan di sanan ada materainya juga. Mengenai saudara David, beliau meninggalkan sepucuk surat untuk anda." Pak  Subhan menyerahkan sebuah amplop putih kepadaku. Dengan hati berdebar dan tangan gemetar kubuka surat dari Ibu.
"Untuk anakku David. Sudah saatnya Ibu memberitahukanmu siapa dirimu yang sebenarnya, Nak. Maafkan Ibu jika selama ini tidak pernah membuka rahasia ini kepadamu. Karena Ibu sangat menyayangimu dan Ibu takut engkau akan pergi meninggalkan Ibu. Tetapi bagaimanapun, kau harus tahu siapa dirimu sebenarnya. Ibu kandungmu bernama Mira. Dia meninggal waktu melahirkanmu dan ayahmu Syukron menitipkanmu kepada Ibu saat pergi bekerja. Tetapi beberapa bulan kemudian ayahmu juga menyusul Ibumu. Sejak itulah kamu Ibu asuh sepenuhnya. Walau demikian, Ibu sangat menyayangimu, Nak. Logam mulia yang Ibu bagikan kepadamu sebenarnya bukanlah harta warisan, tetapi uang yang engkau kirimkan kepada Ibu yang kemudian Ibu belikan emas dan Ibu simpan untukmu. KArena Ibu tahu, kamu bekerja keras untuk mendapatkan uang itu. Itu adalah hakmu, Nak. Terimalah. Salam sayang dari Ibu."
Â