Ibu seorang yang keras, boleh dikata beliau berteriak sepanjang hari hanya untuk mengatakan sesuatu kepadaku. Beliau membangunkanku dengan kakinya, dengan teriakan juga. Terkadang aku berharap telingaku memiliki penutup telinga otomatis seperti robocop, hanya untuk mereduksi suara ibu yang melengking itu.
Ibu selalu mengingatkanku untuk sesuatu yang harus aku lakukan, akan kulakukan atau yang aku lupakan. Ibu sepertinya ingin memastikan tak satu pun kegiatan sehari-hari yang akan kulakukan sejak aku bangun pagi hingga kembali tidur dimalam hari terlupakan atau terlewatkan.
Misalnya, mandi, gosok gigi, menggosok punggung, memakai pakaian, menyisir rambut, membuang sampah, sarapan, mencium pipi beliau sebelum berangkat kuliah, mencium tangan saat masuk rumah, mandi, makan malam, gosok gigi dan tidur lagi.
Terkadang jadwal seperti sudah diatur dan hampir tidak ada perubahan sepanjang hari kecuali mungkin saat sabtu atau minggu.
Teriakan ibu selalu lebih nyaring jika melihat sesuatu berubah diwajahku.
Aku adalah anak baik baik cenderung lugu. Keluguan ini sepertinya dilihat teman teman sebagai sesuatu yang lemah. Aku sering menjadi bulan-bulanan anak kelas yang lebih senior. Mereka terkadang mengambil uang saku yang kumiliki di lorong kampus yang sepi. Jika tidak kuberi, mereka akan memberi tanda diwajahku dengan bogem mentah.
Aku takut bukan pada mereka yang main keroyokan, aku takut ibu melihat wajaku yang pasti akan penuh lebam jika aku membalas mereka. Aku pasrah jika hari itu terjadi, biasanya aku akan lebih berhati-hati untuk tidak bertemu mereka lagi dimanapun.
Tapi, mereka mengetahui jadwalku selama dikampus, sehingga aku kurang beruntung jika sepanjang hari tidak mungkin tidak bertemu mereka.
Ibu selalu akan menuntut balas bagi mereka yang memperlakukanku tidak baik, tapi aku tidak mungkin membiarkan ibu pergi menemui mereka sebab aku tidak ingin dianggap anak yang berlindung dibalik ketiak ibu.
Aku tidak pernah membenci ibu, aku tidak sanggup meluangkan sedetikpun untuk memikirkan hal buruk tentang ibu, kecuali berpikir bahwa ibu adalah orang yang keras dan suka berteriak.
Teman?
Tentu aku punya, tapi mereka tidak pernah datng ke rumahku. Mereka sibuk dengan hura-hura, tapi mereka orang baik, setidaknya kalau ada yang mereka butuhkan dariku. Menyelesaikan tugas kuliah misalnya...
Suatu mlam ibu pulang dalam keadaan mabuk berat. Sopir taksi yang baik hati mengantar beliau hingga ke depan pintu dan membiarkannya bergulat sendiri berusaha memuntahkan yang ada dalam perutnya. Aku pulang dan membayar ongkos taksi, dan sopir itu pun langsunng meninggalkan rumah kami.
Tetangga?
Mereka juga sibuk mengurusi keluarga dan kucing piaraan mereka.
Aku membawa pulang ibu masuk, memandikan beliau dan mengeringkan badannya. Dalam keadaan mabuk beliau mengucapkan banyak hal. Sebagian aku tidak paham dan sebagian besar aku ingat. Ini pertama kalinya ibu banyak bicara dalam mabuknya.
"Kau tahu? Aku ini seorang wanita, dan kau seorang pria hampir dewasa... Ya... kau seorang pria sekarang... aku membesarkanmu untuk menjadi seorang pria... tapi aku wanita, yang tidak tahu bagaimana membesarkan seorang anak lelaki, .... itu sebabnya aku selalu berteriak padamu, karena yang aku tahu seorang pria harus dididik dengan cara pria, ... aku selalu menangis ketika kau pergi, karena seharusnya kau merasakan kelembutan seorang wanita...."Ayahmu seorang pria sejati... tapi dia mengkhianati ibu... ia pergi meninggalkan ibu... padahal ia sudah berjanji untuk sehidup semati... ia pergi dengan kecelakaan yang ... yang...yang tidak bisa mebuat kami sihidup semati... ia seorang pengkhianat karena tidak mengijinkan ibu ikut dengannya... itu karena kau saat itu sedang sakit dan harus dijaga dirumah... dan ibu harus menjagamu sementara ayahmu pergi dengan kematiannya yang tragis... ibu harus ada di dekatmu... dan mengurusmu dengan cara seorang ayah... setidaknya seorang pria...
"Ibu minta maaf... kau pasti tersiksa selama ini... " Akhirnya ibu tertidur. Nyenyak sekali.
Aku memang tidak bisa meluangkan waktu untuk membenci ibu, aku sudah lama mengerti bahwa ibu begitu terpukul dengan kepergian ayah. Aku hanya tidak paham mengapa ibu tidak melihatku sebagai bagian dari dirinya dan diri ayah?
Tapi sudahlah... ini hanya masalah bagaimana ibu yang tidak mengerti bagaimana membesarkan seorang anak lelaki, mungkin ibu tidak ingin aku menjadi seorang yang bertingkah seperti wanita jika ibu membesarkanku sebagai seorang ibu dalam watak wanita.
Aku hanya perlu belajar bagaimana menjadi pria sejati, yang bisa melawan anak berandalan itu tanpa membuat wajahku babak belur... agar ibu tidak berteriak histeris...
Ternyata ibu tetap seorang wanita, ia hanya berusaha menjadi pria karena aku. Aku rindu sisi keibuan darinya yang hanya terlihat kala beliau mabuk.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H