Mohon tunggu...
Elora Shaloomita Sianto
Elora Shaloomita Sianto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Journalism Student, Multimedia Nusantara University

Menulis adalah sebuah keberanian -Pramoedya Ananta Toer

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Generasi Muda di Merdeka Belajar, Melampaui Batas Menuju Totalitas

31 Mei 2023   20:20 Diperbarui: 31 Mei 2023   20:31 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi | Sumber: Instagram @onecupatatime 

Berilah aku semilyun orang tua, maka aku akan sanggup memindahkan Gunung Merapi dari tempatnya; dan berilah aku sepuluh pemuda yang bersemangat besar, niscaya aku akan sanggup menggemparkan dunia -Soekarno Hatta.

Mengguncangkan dunia bukanlah persoalan sulit terutama bagi bangsa Indonesia yang tumbuh dengan berkelimpahan benih-benih mutiara. Benih-benih ini digambarkan sebagai generasi muda Indonesia yang tentunya tidak dapat tumbuh sendiri. Layaknya tumbuhan, semakin disiram, semakin bertumbuh lebat, dan berbuah. 

Generasi muda butuh gebrakan baru guna menyongsong masa depan  yang lebih baik lagi. Lalu, apakah Indonesia sudah menciptakan solusi untuk melahirkan Sumber Daya Manusia (SDM) unggul? Apakah sudah ada program-program untuk meningkatkan kualitas generasi muda saat ini? Melalui tulisan ini, aku kuceritakan semuanya.

Mulanya, akan kuceritakan pada beberapa tahun lagi, tepatnya pada 2030, benih-benih mutiara bangsa Indonesia akan menghadapi era bonus demografi yaitu jumlah penduduk yang berada pada usia produktif lebih banyak dibanding penduduk yang tidak produktif. Tak dapat dimungkiri, pendidikan merupakan tonggak keberhasilan untuk melahirkan Sumber Daya Manusia (SDM) unggul yang menjadi faktor utama pembangunan bangsa ini.

Oleh karena itu, Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia merangkul generasi muda Indonesia melalui Program Kampus Merdeka Merdeka Belajar (MBKM) yang merupakan bagian dari kebijakan Merdeka Belajar oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia yang memberikan kesempatan bagi mahasiswa/i mempertajam kemampuan sesuai bakat dan minat atau bahkan diperbolehkan untuk terjun langsung ke dunia kerja sebagai persiapan karir masa depan. Tidak hanya itu, masih menumpuk program-program menarik dari MBKM. 

Mari ikuti cerita Semerak Merdeka Belajarku! Memperlihatkan generasi baru yang mencicipi banyak rasa kehidupan 'sesungguhnya.'


Menyelami Samudera, Mempelajari "Gaya Baru"

Lewat bangku perkuliahan, mahasiswa-mahasiswi dibiarkan berenang dengan berbagai gaya. Tidak sekadar di kolam renang atau zona nyaman. Namun, memberanikan diri untuk mencemplungkan diri ke lautan lepas. Menurut Nadiem, gaya merupakan perumpamaan program studi yang dijalani oleh mahasiswa/i. Oleh karena itu, dengan adanya program MBKM, mahasiswa/i selalu haus akan ilmu dan berani terjun  ke laut lepas. 

MBKM mengajarkan mahasiswa/i untuk menyelami samudera dengan gaya baru melalui kebijakan Kampus Merdeka yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yaitu dengan memberikan peluang bagi mahasiswa/i untuk belajar di luar program studi (prodi) selama tiga semester.

"Kalau kita ingin melakukan transformasi pembelajaran di dalam suatu ruang kelas maka harus banyak tanya, banyak coba, banyak karya" -Nadiem Makarim


Perasaan bersyukur tak berhenti menghujani bibirku yang berkali-kali mendambakan program-program menarik dari MBKM selama masa perkuliahan. Saya sebagai mahasiswi Jurnalistik diperkenankan untuk mempelajari 'gaya baru' dari program studi lainnya. Melalui program ini, tidak ada 'sekat-sekat' untuk kami dapat mendapatkan ilmu. 

Salah satu contoh dari seribu saat mata kuliah yang menarik hatiku,  Communication for Sustainable yang tidak tersedia untuk jurusanku di Jurnalistik. Melalui mata kuliah ini, kami mempelajari secara teoritis mengenai SDGs atau the Sustainable Development Goals yang artinya tujuan pembangunan berkelanjutan yang dapat meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat.

Dokumentasi Pribadi | Sumber: Instagram @onecupatatime 
Dokumentasi Pribadi | Sumber: Instagram @onecupatatime 

Pada mata kuliah ini, tugas akhir kami berupa sebuah project salah satunya ada kampanye "One Cup At a Time". Satu kelompok yang memiliki isi kepala yang berbeda-beda bersatu menuangkan aspirasinya untuk memberikan dampak. 

Pada kampanye ini, kami sekelompok menyediakan gelas-gelas di beberapa titik dispenser yang tersebar di wilayah kampus untuk mengurangi sampah plastik. Awalnya hanya sekadar merancang ide di kepala, dituangkan di kortas, hingga pada akhirnya terealisasikan dan dilakukan oleh peseta kampanye.

Perasaan senang menyelimuti hari-hari kami ketika melangsungkan kampanye ini. Tidur larut malam, melupakan hiruk-pikuk perkuliahan sejenak untuk menyukseskan kampanye ini. Pada akhirnya, terdapat berpuluh-puluh orang mengikuti kampanye kami dan berdampak untuk bumi.

Tidak hanya keistimewaan memilah-memilih pembelajaran di luar program studi, melalui MBKM yang menerapkan project-based learning memaksa kami untuk terampil dalam bekerja sama di satu tim melalui penugasan berbasis proyek, salah satunya kampanye One Cup at A time. Menurut Nadim, project-based learning menjadi salah satu metode melatih jiwa gotong royong dan kreativitas.

Project-based learning adalah salah satu solusi yang diberikan oleh Kurikulum Merdeka untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia melalui pembelajaran yang ditekuni. 

Melansir melalui Kompas.id, Brandon Goodman dan J Stiver (2010) mendefinisikan PBL (Project-Based Learning) sebagai pendekatan pengajaran yang dibangun di atas kegiatan pembelajaran dan mengutamakan tugas nyata agar memberikan tantangan bagi peserta didik yang terkait dengan kehidupan sehari-hari untuk dipecahkan secara berkelompok.

Adapun ditemukan beberapa permasalahan atau kendala di saat menjalani proyek atau kampanye tersebut. Namun, komunikasi merupakan kunci utama individu untuk memecahkan masalah, dibarengi dengan pemikiran yang kritis agar dapat memecahkan permasalah, lalu menemukan solusi.

Nadiem Makarim, selaku Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi bukan tanpa alasan mencetuskan inovasi ini. Tentunya, akan melahirkan generasi muda yang berperan serta berkontribusi dalam pembangunan bangsa, sehingga Sumber Daya Manusia (SDM) akan semakin terampil dan siap bersaing dalam menghadapi tantangan global. Oleh karena itu, melalui kesempatan mempelajari 'gaya baru' dan menyelami proyek-proyek secara langsung, mengunggah kami sebagai mahasiswa/i untuk melahirkan karya.  


Melampaui Batas, Menuju Totalitas dengan Skripsi Karya


Melampaui batas, menuju totalitas merupakan untaian kata yang tepat untuk menggambarkan setiap inovasi yang lahir melalui Kampus Merdeka. Melalui ini, mahasiswa-mahasiswi diberikan 'kemerdekaan belajar' untuk mengemukakan ide tanpa ragu-ragu, menyuarakan aspirasi, dan merancang sebuah karya. 

Salah satunya adalah syarat untuk kelulusan serta mendapatkan gelar tidak lagi terbayang bak panasnya api neraka. Menakutkan, mematikan, atau membunuh. Namun, kami dipersilakan menikmati kebijakan Kampus Merdeka yang mengimplementasikan skripsi penciptaan karya, yang tentunya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Anak perempuan yang berkecimpung di Jurnalistik, dipenuhi oleh imajinasi yang menghiasi kepalanya memutuskan untuk menuangkan idenya ke sebuah skripsi penciptaan karya. Karyanya berbentuk buku antologi feature berjudul "Potret Kehidupan Masyarakat Pesisir" yang secara garis besar, membicarakan kehidupan masyarakat yang terdampak oleh perubahan iklim atau krisis iklim dan kaitannya dengan Hak Asasi Manusia (HAM).

"Membantu, belajar, dan berdampak sosial secara langsung" -Nadiem Makarim

Tidak sekadar untuk mendapatkan gelar Sarjana. Namun di sisi lain, hati ini bergerak agar dapat memberikan dampak kepada masyarakat mengenai perubahan iklim yang mengintai kehidupan manusia dan memberikan berbagai dampak yang cukup signifikan terutama terancamnya Hak Asasi Manusia (HAM). Sesuai pernyataan Nadiem, kami belajar sembari memberikan dampak sosial secara langsung kepada masyarakat pesisir.

Nelayan | Dokumentasi Pribadi: Vincent Alston 
Nelayan | Dokumentasi Pribadi: Vincent Alston 


Sebelum adanya program pemilihan skripsi berbasis karya, tak pernah terbayang sebelumnya untuk menginjakan kaki ke sebuah wilayah pesisir tidak untuk berdampak dan melakukan aksi. 

Pada kesempatan emas ini, bola mataku menggeliat kesana-kemari memperhatikan kegiatan masyarakat pesisir. Mengikuti pergerakannya dari matahari terbit hingga terbenam. Merangkul satu sama lain dan menjadi bagian keluarga masyarakat pesisir di wilayah Dadap. Mendengarkan keluh dan kesah masyarakat pesisir yang tak sampai ke petinggi-petinggi negara.

Pada proses pembuatan karya yang memakan waktu lama, tak menyurutkan semangatku untuk semakin mengenal keluarga manis yang tersebar di beberapa wilayah sekitar laut. 

Dari kacamata ini, pengetahuanku semakin luas bahwa masalah dialami masyarakat punya dampak sosial, ekonomi, dan budaya yang besar. Oleh karena itu, mereka butuh bantuan dari generasi muda secara terkhusus untuk membantu menyambung lidah dan memberikan dampak terhadap kehidupan mereka. 

Tembok Warga | Dokumentasi Pribadi | Sumber: Vincent Alston
Tembok Warga | Dokumentasi Pribadi | Sumber: Vincent Alston

Hal menarik yang menyanjung hatiku adalah tulisan #SAVEDADAP yang tergores di salah satu tembok warga. Nelayan dan masyarakat pesisir di Kampung Baru Dadap, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang, Banten yang berbatasan dengan Jakarta memiliki segudang kisah nelangsa dan tenggelam dalam lamunan menelan dampak yang dipicu oleh perubahan iklim.

Membawa peran sebagai seorang jurnalis, saya menyiapkan tameng sebagai anjing penjaga atau watchdog untuk menyalurkan "gonggongan" masyarakat yang acap kali diabaikan oleh pemerintah. 

Oleh karena itu, kehadiran saya untuk memproduksi informasi serta berkontribusi mengawasi kinerja aparat pemerintah. Saya bertugas untuk menghidupkan kembali angan masyarakat yang terkubur lamanya. Dengan demikian, pemberitaan diutamakan untuk kepentingan publik guna menjaga kedaulatan rakyat, mengkritisi kebijakan pemerintah atau "penguasa" agar tidak membabak belurkan masyarakat kecil terutama di wilayah pesisir.

Nantinya,  skripsi penciptaan karya berupa buku antologi feature akan dikemas secara menarik dan akan berkolaborasi dengan beberapa media untuk ikut serta meningkatkan literasi masyarakat terutama menyoal krisis iklim yang mengancam HAM. Skripsi penciptaan karya ini merupakan tugas terakhir yang dikerjakan dengan sepenuh hati untuk memberikan aksi dan berdampak.

Adapun melalui program-program Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia sangat mematangkan persiapan generasi muda untuk menghadapi era bonus demografi yang tidak hanya membicarakan soal hard skill. Namun, juga memperhatikan secara mendetail soal soft skill. Pengasahan hard skill dan soft skill ini akan memunculkan generasi muda yang unggul dan kompetitif menyongsong era demografi di kemudian hari.


Pada akhirnya, menurutku kesempatan berharga ini berkat inovasi yang muncul dari Kampus Merdeka yang memberikan kami mahasiswa/i mendapatkan "kemerdekaan untuk belajar" dan "kemerdekaan untuk berjuang."


Sudahkah kamu memperjuangkan masa depanmu?

Mari, Semarak Merdeka Belajar bersama Kampus Merdeka. Mari, Generasi Muda untuk Melampaui Batas Menuju Totalitas. Selamat berjuang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun