Mohon tunggu...
Elok Sanikha Mutiah
Elok Sanikha Mutiah Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswi Pendidikan Ekonomi Universitas Negeri Semarang

Saya adalah orang yang menyukai hal baru, tantangan, dan petualangan, saya suka bepergian namun saya juga menyukai waktu-waktu dimana saya beraktifitas di rumah dan hanya membaca buku.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tapera Wajib: Beban baru atau Solusi Pensiun Semu

24 Juni 2024   08:19 Diperbarui: 24 Juni 2024   08:29 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

 Wacana wajib Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) untuk semua warga negara Indonesia kembali mencuat. Program ini merupakan sebuah pembiayaan perumahan yang meliputi pemilikan rumah, pembangunan rumah, atau perbaikan rumah bagi peserta. Namun, di tengah antusiasme pemerintah, muncul pula suara-suara kritis yang mempertanyakan efektivitas dan manfaat Tapera wajib.

Berbagai pihak menyuarakan aspirasinya terkait Tapera. Pemerintah pun terbagi menjadi dua kubu, yakni kubu setuju dan tidak setuju. Bagi yang setuju, mengatakan bahwa penolakan Tapera yang masif terjadi di tengah masyarakat didasari karena kurangnya sosialisasi. 

Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Indah Anggoro Putri mengatakan bahwa upaya sosialisasi akan difokuskan melalui Lembaga Kerjasama (LKS) Tripartit Nasional, yang terdiri dari perwakilan serikat pekerja/buruh, pengusaha, dan pemerintah.

Menurutnya, saat ini belum ada penerapan pemotongan upah untuk iuran Tapera. Namun pihaknya akan segera melakukan pembicaraan terkait mekanisme peraturan Tapera, mengingat batas waktu pendaftaran peserta hingga 2027. "Dalam konteks penolakan, pemahaman masyarakat terhadap Tapera masih minim karena kurangnya sosialisasi yang efektif. Oleh karena itu, langkah-langkah pemerintah untuk memperkenalkan dan menyosialisasikan Tapera dianggap penting," ujarnya, Rabu (5/6/2024).

Pada intinya beliau menyampaikan bahwa penolakan tapera hanya karena kurangnya pemahaman masyarakat mengenai programnya.  Di sisi lain, Partai Buruh menyampaikan enam poin mengapa iuran Tapera harus ditolak. Pertama, Tapera tidak memberikan kepastian pekerja untuk memiliki rumah. 

Kedua, Pemerintah juga lepas tanggung jawab dengan tidak menyisihkan anggaran untuk Tapera. Ketiga, Tapera dianggap membebani biaya hidup di tengah daya beli buruh yang diklaim turun 30 persen (tiga puluh) persen dan upah minimum yang sangat rendah akibat UU Cipta Kerja. 

Keempat, kebijakan Tapera rawan penyelewengan sebab tak ada preseden kebijakan sosial tersebut dananya dari iuran masyarakat dan pemerintah tidak mengiur, tetapi penyelenggaranya adalah pemerintah. Kelima, tabungan ini sifatnya memaksa. Keenam ketidakjelasan dan kerumitan pencairan dana Tapera, apalagi untuk buruh swasta dan masyarakat umum, terutama buruh kontrak dan outsourcing, dengan potensi terjadinya PHK sangat tinggi.

Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) menjelaskan bahwa para pekerja yang telah memiliki rumah tetap wajib kena potongan gaji untuk iuran tabungan perumahan rakyat. Mengutip dari Katadata "Masyarakat yang sudah punya membantu yang belum punya rumah. 

Nah kalau itu bisa dikonstruksikan dalam UU Tapera ini kan sangat mulia sebenarnya" ujar Heru di Konferensi Pers Program Tapera di Kantor Staf Presiden Jakarta pada Jumat (31/5). Heru mengatakan nantinya potongan gaji dan upah dari para pekerja akan menjadi dana subsidi Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Padahal, subsidi adalah kewajibannya negara bukan sesama warga negara, karena jika sesama warga negara namanya adalah gotong royong. Sedangkan, gotong royong juga dilakukan dengan tanpa adanya paksaan dalam pelaksanaannya bukan diwajibkan bagi semua orang layaknya Tapera. 

Dengan diawali menggunakan paksaan (ditetapkannya Tapera sebagai iuran wajib), tentunya itu akan dianggap melanggar kebebasan individu untuk memilih program pensiun yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun