Pandemi Virus Corona atau COVID 19 yang pertama kali muncul di Wuhan, Provinsi Hubei, China yang diduga muncul pada Desember lalu telah menimbulkan sebanyak 81.518 kasus terkonfrimasi di China dan 3.305 jiwa dinyatakan mneninggal dan 76.052 dinyatakan sembuh. Guna memitigasi penyebaran Coronavirus Pada 23 Januari 2020 pemerintah China menetapkan lockdown pada provinsi Hubai dan kota Wuhan.
Dan pada 23 Maret 2020 Lockdowon pada provinsi Hubai dibuka kembali dan untuk Wuhan, kota yang pertama kali mejadi tempat muculnya Coronavirus akan dibuka pada 4 April 2020 mendatang. Sejauh ini telah dikonfrimasi pemerintah China bahwa sudah tidak ada lagi kasus Coronavirus di China.
Lockdownnya China telah mebuat kepanikan kepada beberapa negara karena China merupakan ujung tanduk dari sebuah perekonomian global. Harga- harga komditas meningkat karena timbulnya ketidakpastian yang disebabkan oleh Coronavirus tidak hanya pasar komoditas, guncangan juga terjadi di pasar uang, beberapa negara mengalami depresiasi mata uang akibat dari adanya Coronavirus.
Penyebaran COVID 19 diberbagai negara didunia telah menjadi pandemi global yang telah menimbulkan kepanikan global. Virus yang muncul pertama kali di kota Wuhan, China pada Desember lalu ini telah menyebar setidaknya 203 negara, tidak hanya dikawasan Asia, termasuk negara-negara maju seperti Amerika Serikat yang saat ini telah terkonfrimasi bahwa negara yang paling banyak memiliki kasus Coronavirus yang melebihi kasus Coronavirus di China, tidak hanya itu penyebaran Coronavirus juga telah meluas pada beberapa negara Eropa seperti Italia, Spanyol, Jerman yang telah mengkonfrimasi darurat pada negaranya.
Di Indonesia sendiri Presiden mengumumkan bahwa virus ini muncul pada 2 Maret 2020 terdapat dua orang terpapar Coronavirus setelah melakukan kontak langsung dengan warga negara Jepang yang bekerja di Malaysia. Penyebaran yang sangat cepat dan telah meluas di berbagai wilayah di Indonesia terutama Ibu kota Jakarta khususnya Jabodetabek telah menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi domesik dan memunculkan kepanikan di masyarakat.
Hingga saat ini 01 April 2020 hampir 4 minggu setelah Indoneisa dinyatakan terdampak Coronavirus melalui akun resmi pemerintah dalam informasi tentang COVID 19 tercatat 1.677 Jiwa dinyatakan positif terpapar Coronavirus dari angka tersebut 103 Jiwa dinyatakan sembuh dan 157 Jiwa dinyatakan meninggal.
Angka stastistik ini belum dengan adanya pertambahan Orang Dalam Pemantaun (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dan Orang Dalam Resiko (ODR). Angka ini setiap harinya mengalami peningkatan dikisaran 8%. Padahal beberapa kebijakan sudah diterapkan, lalu mengapa tingkat kematian terus-menerus meningkat ? Sebenernya ini adalah salah satu akibat dari terlambatnya pemerintah dalam menghadapi COVID 19.
Salah satu tindakan pertama pemerintah dalam menangani perluasan penyebaran COVID 19, selain meningkatan pengobatan, menyiapkan sarana prasarana rumah sakit, meningkatkan kapasitas tenaga medis dan alat medis, pemerintah juga mengajurkan adanya Social Distancing pada masyarakat.
Masyarakat tetap boleh melakukan kegiatan diluar rumah dengan membatasi kegiatan tersebut, tetapi saat ini keadaan telah berbeda seiring meningkatnya angka tekonfrimasi kasus COVID 19 dan meningkatnya jumlah kematian setiap harinya, pemerintah memperketat Sosial Distancing dengan meliburkan kegiatan diluar rumah.
Seperti sekolah atau kuliah yang dilakukan melalui media digital sehingga tidak menimbulkan kontak langsung antar individu dengan kelompok, selain itu pekerjaan-pekerjaan dikantor dilakukan di rumah. Selain penerapan Social Distancing pemerintah juga menetapkan adanya Pyshical Distancing dimana masing-masing individu tidak saling berdekatan, masing masing individu harus berjarak satu meter dengan siapaun.
Lalu siapakah yang akan merugi dengan penerapan Social Distancing dan Pyshical Distancing ?. Ya, mereka para pekerja diluar kantor, para pekerja serabutan, para pekerja yang setiap hari membutuhkan konsumen untuk meningkatkan keuntungan, para pekerja jalanan seperti ojek online yang seketika sepi penumpang, sepi pemesan makanan karena kekhawatiran yang tinggi pada masyarakat.
Mungkin ini lah salah satu alasan mengapa Indonesia hingga saat ini tidak melakukan lockdown karena saat melakukan lockdown maka akan memutus mata rantai kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat. Kita dapat belajar melalui India yang melakukan masa lockdown selama 21 hari, kini masyarakatnya menuntut karena kelaparan karena terputusnya mata rantai kehidupan mereka terutama kegiatan ekonomi meskipun pemerintah telah memberi kucuran dana untuk warganya yang dibawah rata-rata.
Penerapan lockdown akan berdampak sangat kompleks terhadap kegiatan ekonomi dan kehidupan ekonomi serta sosial masyarakat. Pemerintah dengan keordinasinya dengan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter serta OJK telah bersinegri mengambil kebijakan upaya memitigasi penyebaran Coronavirus. Penerapan lockdown tidak hanya akan mematikan pasar komoditas saja melainkan seluruh pasar termasuk pasar keuangan.
Penyebaran Coronavirus yang sangat cepat menyebabkan munculnya ketidakpastian yang sangat tinggi dan menurunkan kinerja pasar keuangan global yang telah menekan banyak mata uang dunia termasuk rupiah serta memicu pengembalikan modal kepada aset keuangan yang dianggap aman.
Prospek pertumbuhan ekonomi dunia turun akibat terganggunya mata rantai permintaan dan penawaran global yang melemahkan keyakinan pelaku ekonomi dalam melakukan kegiatan ekonomi di pasar keuangan. Melambatnya prospek pertumbuhan ekonomi global menurunkan prospek pertumbuhan ekspor barang, ekspor jasa dan sektor pariwisata akibat terhambatnya proses mobilitas antar negara sejalan dengan upaya memitigasi resiko penyebaran COVID 19, selain itu investasi non bangunan juga menurun dan terganggunya mata rantai produksi termasuk kebutuhan impor.
Bank Indonesia dengan keordinasinya bersama pemerintah dan OJK telah mengambil langkah-langkah guna menstabilisasi mata uang yang telah terdeprsiasi akibat Coronavirus, mengambil langkah-langkah guna menstabilkan perekonomian domestik dan perekonomian global. Pandemi Coronavirus telah membuat sebagian dunia usaha mati termasuk UMKM yang juga mengalami keresehan karena kegiatan produski mereka terganggu dengan kebijakan pembatasan dari pemerintah, padahal UMKM merupakan penyumbang PDB terbanya di Indonesia. UMKM terancam pailit karena pandemi ini.
Oleh karena itu Bank Indonesia menurunkan tingkat suku bunga acuan guna menarik bank-bank komersil untuk menurunkan tingkat suku bunganya sehingga dapat melonggarkan kredit terhadap masyarakat. Selain itu, pemerintah juga memberikan kebijakan bahwa perbankan dianjurkan untuk memberikan keringanan kepada nasabah mereka. Ini tentu sangat berpengaruh terhadap roda perekonomian negara.
Kebijakan Bank Indonesia dalam menurunkan suku bunga merupakan hal yang wajar dikarenakan penurunan suku bunga ini untuk menstabilkan daya beli masyarakat, jika Bank Indonesia tetap mempertahankan tingkat suku bunga yang tinggi guna mernarik investasi maka daya beli domestik akan mengalami penurunan mengingat kondisi perekonomian domestik yang sedang tidak stabil akibat dari adanya pandemi global ini. Penurunan tingkat suku bunga oleh Bank Indonesai juga guna menjadi relaksasi ekonomi yang tidak stabil, menjadikan penurunan tingkat suku bunga sebagai stimulus kebijakan moneter dalam menstabilkan perekonomian global dan perekonomian domestik
Penurunan tingkat suku bunga oleh Bank Indonesia merupakan salah satu instrumen guna mengatasi dampak dari pandemi global dan ketidakpastian global. Terdepresinya mata uang rupiah akibat menurunnya pergerakan mata uang rupiah di pasar keuangan global dan terjadi guncangan besar terhadap penawaran dan permintaan uang global karena adanya ketidakpastian dan akibat dari menurunnya kegiatan ekspor impor antar negara yang disebabkan oleh adanya pandemi global.
Kebijakan Bank Indonesia dalam menurukan tingkat suku bunga tidak hanya dilakukan oleh Bank Indonesia melainkan di seluruh Bank-bank negara didunia guna menstabilkan perekonomian domestik yang prospek pertumbuhannya merosot tajam karena Pandemi global ini. Bahkan The Fed telah memangkas suku bunganya menjadi 0.25%-0.00%. Saat ini, suku bunga acuan Indonesia masih berkisar di angka 4.5% meski angka ini adalah angka terendah dalam sejarah kebijakan Bank indonesia hal ini adalah salah satu upaya untuk mitigasi COVID 19.
Kebijakan-kebijakan yang dilakukan Bank Indonesia selain menurunkan suku bunga yakni melakukan injeksi likuiditas baik di perbakan atau pasar valas, melakukan pembelian SBN dipasar sekunder perbankan, mempermudah pasar keuangan valas dan perbankan, merelaksasi ketentuan-ketentuan investor asing untuk bisa melakuakan lindung nilai melalui rekening yang forsow untuk uderline di pasar valas.
Merelaksasi ketentuan devisa netto untuk lindung nilai, makroprudensial melakukan pelonggaran bagi ekspor impor maupun UMKM melalui perbankan dan OJK. Bank Indonesia juga akan memperkuat instrumen term deposits valuta asing guna meningkatkan pengelolahan valuta asing di pasar domestik. Selain itu meningkatkan keordinasi antara kebijakan pemerintah. Bank Indonesia serta OJK juga bersinergi dalam mempertahankan mata uang tetap stabil di pasar.
COVID 19 merupakan fenomena global yang menyebabkan resesi global atau mungkin akan terjadi black swan. Memungkinkan peradaban manusia yang baru, mencatatkan sejarah baru bahwa pandemi ini telah mematikan banyak nyawa di dunia, bahwa pandemi ini telah mematikan perekonomian disemua sektor. Hal ini akan menjadi peradaban baru bagi dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H