Pada seni teater makyong, seluruh pemain duduk di tepi area pertunjukan. Untuk perempuan, berada di kanan. Sedangkan, laki-laki berada di sisi kiri. Pada pementasannya, musik paduan suara dan musik instrumental tak dapat dipisahkan. Hal ini berguna sebagai penanda untuk perubahan episode dalam teater makyong.Â
Adapun terkait lagu dalam pertunjukan makyong, berjumlah 30. Beberapa di antaranya yaitu lagu Sdayung Makyong, Selendang Awang, Betabik, Tabuh, dan masih banyak lagi. Orkestranya terdiri atas beberapa alat musik. Yaitu ada serunai, canang, dua kendang berukuran ibu dan anak, tambur gedomba yang ukurannya lebih kecil, rebab bersenar, juga beberapa macam gong.
Dalam pertunjukan makyong, pemain yang menjadi raja akan memberitahukan dengan cara menghadapkan telapak tangannya ke luar agar dapat disaksikan oleh penonton. Dengan telapak tangan setinggi pinggang. Selain itu, untuk tangan melingkar ke dalam ke luar, hingga berakhir semua jarinya. Terkecuali, jari jempol yang bergerak perlahan. Ini memiliki makna sebagai kesatria yang sedang menyerap kebaikan dan menolak tindakan kejahatan. Selain itu, laki-laki tidak hanya menari saja. Melainkan, melawak dengan bahasa yang lucu didengar. Untuk peran tokoh utama yang memukul punakawan biasanya menunjukkan siapa raja dan siapa orang yang dianggap bodoh, tokoh ini menggunakan seikat batang bambu atau rotan.
Fungsi makyong di zaman dahulu adalah sebagai penghormatan kepada Tuhan yang Maha Kuasa. Makyong ditujukan sebagai pertunjukan kepada sultan. Simbol sultan digunakan sebagai kiasan Tuhan di bumi. Yang mana pertunjukan ini identik dengan nilai yang suci. Namun, saat ini makyong ditampilkan dalam acara khusus. Teater makyong menggabungkan nilai moral, kebudayaan, dan juga nilai luhur yang diselipkan pada setiap pertunjukkan.
Nilai religi dalam pertunjukannya dilakukan dengan membaca doa, yang dipimpin oleh panjak (penabuh gamelan). Kemudian, penari akan mengambil tempat. Adapun unsur ritual dan religi lainnya yang terdapat dalam makyong yaitu adanya gong, topeng, dan percikan air suci. Terdapat pula sesaji untuk memanjatkan doa agar makyong bisa menarik sepanjang pertunjukan. Selain itu, di akhir pertunjukan biasanya mereka berdoa lagi dan memohon dewa kembali ke surga. Dengan demikian, selain berfungsi sebagai sarana hiburan, makyong juga memiliki fungsi lain yang mengajarkan nilai-nilai dalam kehidupan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H