Gangguan pemusatan perhatian atau biasa disebut ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder) umumnya ditandai dengan ketidakmampuan anak untuk memusatkan perhatian terhadap sesuatu yang dihadapinya, sehingga rentang perhatiannya relative lebih singkat dibandingkan dengan anak lain sesusianya.Â
Gangguan ini biasanya juga disertai dengan tingkah laku anak yang impulsive dan hiperaktif. Kelainan ini tentu saja dapat mengganggu perkembangan anak baik dalam hal kognitif, social, dan komunikasi.
Sampai saat ini, belum ada penelitian yang mengungkapkan secara pasti mengenai penyebab ADHD. Namun penelitian menunjukkan, ada beberafa faktor yang memengaruhi risiko anak mengalami ADHD, antara lain faktor lingkungan, faktor genetik, kerusakan otak, faktor risiko, dan zat aditif gulam.
Menurut American Psychiatric Assiciation (APA), ADHD diklasifikasikan menjadi 3, yakni:
1. Inattentiveness
Tipe yang pertama yakni inattentiveness. Tipe ini memiliki ciri yakni anak kesulitan untuk memahami sesuatu secara detail, mudah terganggu, dan cenderung ceroboh atau sembrono.
2. Impulsive
Tipe ADHD yang kedua yakni impulsive. Penderita dengan tipe ini memiliki kesulitan untuk mengantre atau menunggu giliran, suka menginterupsi orang lain, dan suka memberi jawaban sebelum pertanyaan selesai disampaikan.
3. Hyperactive
Tipe yang ketiga yakni hyperactive. Sesuai dengan namanya, penderita dengan tipe ini memiliki ciri-ciri diantaranya banyak bergerak, sering berbicara berlebihan, dan suka meninggalkan kursi saat situasi seharusnya menuntut untuk duduk tenang.
Meskipun ADHD bukan termasuk kelainan yang perlu ditakuti masyarakat sekitar, anak-anak yang mengidap ADHD ini tetap perlu bimbingan khusus agar mereka dapat mengikuti dan menerima pembelajaran dengan baik. Hal ini dikarenakan tingkat konsentrasi pengidap ADHD yang rendah, sehingga mereka perlu diberi arahan khusus untuk bisa fokus dalam mengerjakan suatu pekerjaan. Â
Contoh penanganan ADHD ketika di kelas yakni saat sebelum pembelajaran, anak dibiasakan untuk diberi bel sebagai tanda bahwa pelajaran sudah dimulai. Kemudian anak juga diberi daftar kegiatan pembelajaran agar jadwal mereka tertata dengan baik. Kemudian ketika pembelajaran berlangsung, anak bisa diberi variasi kegiatan belajar misalnya dengan permainan kompetitif, sehingga anak bisa tetap bergerak ketika pembelajaran.Â
Lalu ketika pembelajaran sudah berakhir, guru bisa menjelaskan ulang ringkasan dari pembelajaran yang sudah dilakukan, atau bisa dengan menjelaskan secara spesifik apa yang harus dibaca ulang.
Dapat disimpulkan bahwa sebenarnya pengidap ADHD tidak perlu dikucilkan dan diasingkan. Mereka yang hiperaktif hanya perlu perhatian khusus agar ia bisa tertarik terhadap suatu hal dalam rentang waktu yang lama. Dan tidak menutup kemungkinan pula jika anak yang mengalami ADHD ini tetap berprestasi di kelas maupun sekolah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H