Mohon tunggu...
Betha Khumairo
Betha Khumairo Mohon Tunggu... Mahasiswa - MABA

life is never flat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ideologi Integralistik Pembentuk Negara

28 Oktober 2021   22:52 Diperbarui: 28 Oktober 2021   23:14 2686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti yang kita ketahui dan yang kita pahami, setiap negara pasti mempunyai ideologi yang berbeda-beda. Hal tersebut tentu tidak terlepas dari berbagai macam perbedaan pandangan. 

Baik dari kebiasaan maupun adat-istiadatnya. Indonesia sendiri mempunyai ideologi yang dijunjung tinggi oleh masyarakat dari dulu sampai sekarang, yakni ideologi Pancasila. Yang mana ideologi tersebut, dijadikan oleh masyarakat Indonesia sebagai pedoman hidup sehari-hari. 

Karena di dalamnya terdapat kumpulan nilai-nilai, norma, serta cita-cita yang merupakan acuan dalam mencapai tujuan bangsa Indonesia. Pengertian ideologi pancasila sendiri, merupakan  kumpulan nilai dan norma yang menjadi landasan keyakinan dan cara berpikir untuk mencapai tujuan dengan berdasar pada lima sila dalam Pancasila. 

Jadi, apa yang kita kerjakan dan yang kita lakukan setiap hari tidak terlepas dari acuan lima sila pancasila. Pada pembahasan kali ini kita akan membahas lebih dalam mengenai hubungan ideologi dengan lima sila pancasila.

Setiap sila Pancasila pasti memiliki kriteria masing-masing dan menjuru pada bidang masing-masing. Pancasila merupakan pemersatu perbedaan bangsa. 

Dalam artian, meskipun kita mempunyai beragam suku, bahasa, agama, dan ras tetapi kita tetap bersatu dalam keadaan apapun. Jangan sampai Indonesia terpecah belah karena adanya perbedaan, justru dengan adanya perbedaan kita harus bisa saling menghormati dan mentoleransi apa yang sudah menjadi pilihan seseorang. 

Karenanya, mulai diterapkan ideologi integralistik di Indonesia. Ideologi ini ada karena adanya susunan masyarakat yang berhubungan erat satu sama lain dan merupakan persatuan masyarakat yang organis, yang mana negara tidak memihak kepada sesuatu golongan yang paling besar, atau yang paling kuat, tidak menganggap kepentingan seseorang sebagai pusat, akan tetapi negara menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai persatuan yang tak dapat dipisah-pisahkan. 

Menurut Soepomo, salah satu perancang Undang-Undang Dasar 1945, dia memaparkan bahwa ideologi integralistik  cocok apabila diterapkan di Indonesia. Soepomo memiliki pandangan apabila dengan diterapkannya ideologi integralistik bisa menyatukan semua rakyat, dan juga menekankan pentingnya kesatuan.

Apabila di Indonesia menggunakan ideologi liberalisme sebagai pedoman di kehidupan sehari-hari, Soepomo beranggapan bahwa hal tersebut cenderung mengarah pada sikap individualisme. 

Hal ini tentu tidak sesuai dengan karakter masyarakat Indonesia karena apabila diterapkan justru akan memecah belah masyarakat yang notabene nya selalu menjunjung tinggi sikap kekeluargaan. Selain itu, Soepomo meyakini bahwa individualisme bisa melahirkan imperialisme. 

Di sisi lain, ia juga menganggap buruk Marximisme sebagai teori yang dilandaskan pada permusuhan antar kelompok. Jadi secara garis besar, ideologi integralistik menjelaskan tentang hubungan antara masyarakat dengan penguasa negara, sehingga membentuk satu kesatuan utuh yang didukung oleh rasa kekeluargaan serta kebersamaan. 

Soepomo juga mengatakan bahwa Negara ialah suatu susunan masyarakat yan integral, segala golongan, segala bagian, segala anggotanya berhubungan erat satu sama lain dan merupakan persatuan masyarakat yang organis.

Namun sayang, tidak semua orang berpikir bahwa ideologi tersebut cocok untuk diterapkan di Indonesia, sehingga gagasan ini tidak bisa bertahan lama. 

Kurang lebih hanya bertahan selama tiga bulan sesudah proklamasi. Sebab dari awal munculnya pun sudah ada yang tidak setuju, bahkan sampai memperdebatkan hal tersebut. Salah satu penyanggah ideologi ini ialah Mohammad Hatta. 

Beliau berpendapat bahwa ideologi yang dimaksud Soepomo akan menjadikan Indonesia sebagai negara penindas, bukan negara "pengurus" yang mengayomi rakyatnya. Walaupun di sisi lain beliau mengakui bahwa individualisme memang harus ditolak, tapi beliau juga tidak ingin apabila negara Indonesia menjadi negara totaliter. 

Faktor dasar mengapa Mohammad Hatta menolak diterapkannya ideologi tersebut dikarenakan adanya sangkut paut ideologi integralistik dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang menampung utusan golongan. Yang mana Soepomo secara tegas menyatakan bahwa urusan hak-hak dasar tidak perlu diatur dalam konstitusi. Menurutnya, pengaturan itu akan berdampak akan adanya paham yang bersifat perseorangan dalam konstitusi. 

Dan hal itu tentu tidak sesuai dengan karakter bangsa Indonesia. Itulah mengapa Mohammad Hatta membidas secara kontan gagasan Soepomo.

Di samping itu, tidak gentar, Soepomo juga menuding balik Hatta sedang mencoba mengajukan sistem perlementer yang sudah ditolak sebelumnya. 

Mengenai utusan golongan dalam MPR, Soepomo menjelaskan bahwa yang dimaksud ialah "golongan kolektif", termasuk "golongan" berlatar ekonomi. Soepomo juga mencoba menangkal kritik dengan mengatakan bahwa konsepnya bukan berarti negara Indonesia akan mengabaikan keberadaan individu dan golongan. 

Menurutnya, negara masih akan tetap mengakui dan menghormati keberadaan mereka, tetapi ia menekankan bahwa semua orang dan golongan harus sadar akan kedudukannya di dalam suatu negara integralistik, dan masing-masing memiliki kewajiban untuk menjaga persatuan dan keselarasan di antara semuanya. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa ideologi ini hanya bertahan kurang lebih selama tiga bulan pasca proklamasi. 

Ideologi integralistik ini dimentahkan oleh Sultan Sjahrir dengan membentuk pemerintahan parlementer. Walaupun sebenarnya gagasan negara integralistik Soepomo agaknya mempunyai kemungkinan terwujud dalam demokrasi terpimpin yang dicetuskan Soekarno pada akhir 1950-an. Namun sayang sekali, Soepomo tidak sempat memastikan hal tersebut dikarenakan dia wafat pada 12 September 1958.

Dengan demikian bisa disimpulkan, bahwa pengembangan negara hukum Indonesia pada masa yang akan datang harus lebih bersifat substansial, yaitu menjamin terwujudnya kehidupan kenegaraan yang demokratis, sehingga mempercepat terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan menjamin terwujudnya pemerintahan yang layak. 

Dalam konteks pengembangan negara hukum yang demokratis perlu dilakukan penataan kelembagaan negara supaya mampu mewujudkan tujuan bernegara berdemokrasi dan hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun