Seorang Ketua Osis Meninggal tepat di hari ulang tahunnya. Sebuah tragedi, tentu saja.
Dilansir dari detik com, diberitakan bahwa ketua OSIS SMAN 1 Cawas berinisial FN usia delapan belas tahun tewas di kolam sekolah karena kesetrum listrik. Dari penyelidikan polisi, korban yang tengah berulang tahun tersebut diceburkan ke kolam yang ternyata beraliran listrik.
Awalnya memang hanya bercanda, tetapi ternyata menimbulkan korban jiwa. Dan mungkin perlu kita ketahui, ini bukanlah kali pertama terjadi, candaan-candaan di sekolah menimbulkan korban. Meski tidak selalu terjadi korban jiwa, tetapi tetap saja menimbulkan efek yang tidak baik. Cacat fisik, misalnya. Dan itu selalu menimbulkan luka bagi keluarga yang menjadi korban hal tersebut.
Di tempat lain pada waktu yang berbeda, Berebes. Pada tahun 2019 silam tepatnya bulan Februari. Pernah juga terjadi hal semacam ini. Seorang siswa SMA mengalami patah tulang ekor ketika temannya melakukan canda yang berujung petaka.
Ketika itu, siswa tersebut selesai merapikan buku, dan ketika hendak duduk di kursinya, temannya langsung menarik kursi yang hendak diduduki tersebut, dan terjatuhlah siswa tersebut dengan tulang ekor sebagai tumpuan tubuhnya. Tulang ekornya mengalami retak. Dan itu tentu saja berpengaruh terhadap daya kerja tubuhnya.
Di tahun berikutnya, 2020. Hal serupa terjadi juga pada seorang siswa SMP di Sintang, Kalimantan Barat. Terjadi penarikan kursi dan terjatuhlah siswa tersebut. Tulang ekornya sama dengan siswa di SMA Berebes di atas, mengalami keretakan dan tidak bisa berjalan normal pasca kejadian. Mungkin masih banyak kejadian-kejadian serupa, tetapi tidak terekspos ke khalayak banyak.
Ini tentu saja harus segera menjadi bahan evaluasi bagi setiap sekolah. Karena ini menyangkut fisik yang terluka bahkan menimbulkan hilang nyawa.
Para pelaku canda yang menimbulkan korban tersebut pasti tidak berniat untuk melakukan hal yang membahayakan siapa saja, tetapi tidak niat saja tidak cukup, harus ada keilmuan yang melengkapi agar apa yang mereka tidak niatkan itu tidak terealisasi dalam bentuk korban karena canda.
Ini memang tidak termasuk ke dalam kategori pembullyan karena sifatnya adalah canda. Dan setiap canda selalu bermuara pada satu tujuan, yaitu tawa.
Tetapi ketika canda itu sudah melampaui batas, maka efek yang ditimbulkan juga bisa tak jauh berbeda dengan efek pembullyan.
Maka, tugas sekolah terkaitlah yang harus berperan dalam hal-hal seperti itu. Badan sekolah sudah seharusnya mengedukasi kepada peserta didiknya bahkan ketika mereka masuk ke dalam lingkungan sekolah terkait sebagai calon siswa.
Kenalkan mereka tentang bahaya canda yang tidak pada tempatnya, tentunya dengan memberikan materi khusus tentang itu semua.
Kemudian bisa dilanjutkan dengan papan-papan peringatan yang ditempatkan di lokasi-lokasi strategis yang mudah dibaca. Kenalkan mereka tentang efek-efek bahaya yang bisa ditimbulkan oleh bahaya canda yang melampaui batas.
Dengan begitu, hal-hal yang sifatnya berbahaya bisa terhindarkan sehingga tidak perlu ada lagi korban-korban yang ditimbulkan karena hal semacam itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H