Mohon tunggu...
Latatu Nandemar
Latatu Nandemar Mohon Tunggu... Relawan - lahir di Pandeglang Banten

Lahir di Pandeglang, Banten. seorang introvert yang bisa menjadi extrovert ketika situasi mengharuskan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Wapres Perempuan, Kenapa Tidak?

7 Oktober 2023   11:48 Diperbarui: 7 Oktober 2023   12:03 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selama perjalanan sejarah Indonesia yang begitu panjang, dari awal terbentuk NKRI hingga sekarang ini yang sudah melewati ulang tahun kemerdekaan berkali-kali, Indonesia belum pernah memiliki wapres yang berjenis kelamin perempuan alias emak-emak.


Selama ini, hanya ibu Megawati, sosok yang mewakili emak-emak yang pernah menempati posisi sebagai orang nomor satu di negeri ini, ketika beliau menjadi Presiden RI ke-5. Setelah beliau, tak ada lagi terdengar ada perempuan yang berniat maju menuju kontestasi politik kursi nomor satu ataupun nomor dua untuk mewakili para kaum perempuan.


Nah, kontestasi politik lima tahunan ini pun akan segera berlangsung, dan jaraknya semskin dekat, yaitu nanti pada tahun 2024 yang hanya akan kita temui jelang beberapa bulan lagi. Tetapi masih juga belum terdengar kepastian akan ada perempuan yang maju untuk menjadi Capres karena para capres yang sudah memastikan diri yang maju semua adalah dari kalangan bergender laki-laki. Tetapi masih ada kesempatan untuk para ibu-ibu untuk maju sebagai pendamping para capres tersebut. Yaitu sebagai Cawapres.


Perempuan sangat dibutuhkan kehadirannya pada pemerintahan kita. Kehadiran mereka bisa mewakili para penduduk Indonesia yang berstatus kaum perempuan. Selama ini, perasaan perempuan hanya terwakili dari mereka yang duduk di legislatif dan itu dirasa masih jauh dari kata cukup.


Dengan hadirnya wapres dari kalangan perempuan, maka aspirasi akan lebih kuat untuk sampai pada kebijakan pemerintahan. Karena kedudukan wapres jelas lebih memiliki porsi yang lebih kuat dan lebih besar di ruang lingkup kenegaraan.


Dahulu, ketika Pak Jokowi menjabat pada periode pertamanya, ada seorang menteri di bidang kelautan, Menteri Susi Pudji Astuti. Kehadirannya cukup membuat acungan jempol pada seluruh rakyat Indonesia. Di antaranya adalah ketegasannya terhadap para pelaku pencuri ikan di perairan Indonesia yang dilakukan oleh nelayan asing. Beliau menenggelamkan kapal-kapal pelaku pencurian tersebut hingga beliau sangat identik dengan jargon "TENGGELAMKAN".


Ini tentu saja sangat diapresiasi oleh rakyat Indonesia terutama dari kalangan perempuan. Karena membuktikan bahwa perempuan bukanlah sosok makhluk yang lembek dan dipenuhi rasa takut. Tetapi juga memiliki karakter yang tegas dan berani dalam melakukan kebijakan yang tidak kalah sangar dengan apa yang bisa dilakukan para kaum Adam.


SDM kita dengan gender perempuan sebenarnya memiliki talenta yang mumpuni. Lihat saja pahlawan emansipasi Ibu Kita Kartini, Komalahayati pemimpin Inong Bale dari Aceh, dan Cut Nyak Dien serta banyak lagi. Dan di era sekarang ini, sebenarnya masih banyak pula wanita-wanita yang bisa menjadi penerus mereka.


Hanya saja memang yang menjadi kendala di negeri ini adalah kurangnya anggapan kelayakan perempuan menduduki tampuk kepemimpinan. Perempuan masih dianggap sebagai kaum nomor dua, sedangkan kebutuhan mereka untuk mewakili perempuan sangat penting sekali.


Oleh karena itu, solusinya mungkin bisa dengan menempatkan perempuan pada kursi wakil presiden. Agar sudut pandang warga masyarakat Indonesia yang menolak kehadiran perempuan sebagai pemimpin bisa menerima.


Para pria memang tetap bisa membuat kebijakan yang mensejahterakan perempuan, tetapi dengan adanya perempuan di kursi strategis bisa lebih terwakili. Karena perempuan akan lebih memahami apa yang mereka butuhkan karena mereka adalah perempuan itu sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun