Mohon tunggu...
Latatu Nandemar
Latatu Nandemar Mohon Tunggu... Relawan - lahir di Pandeglang Banten

Lahir di Pandeglang, Banten. seorang introvert yang bisa menjadi extrovert ketika situasi mengharuskan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ageisme, Sikap Diskriminasi yang Masih Dianggap Sepele

21 September 2023   20:14 Diperbarui: 21 September 2023   20:26 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diskriminasi merupakan salah satu permasalahan paling purba yang ada di dunia ini. Masalah sosial yang satu ini biasanya menyentuh pada agama, warna kulit, kesukuan, bentuk fisik dan juga lainnya.

Tetapi ada satu praktik diskriminasi yang sebenarnya masih banyak terjadi, yaitu Ageisme. Ageisme adalah sebuah bentuk diskriminasi yang "menyerang" ke arah usia seseorang. Hanya saja perlakuan diskriminasi ini masih dianggap sepele atau dianggap bukan permasalahan yang serius sehingga urusan diskriminasi yang satu ini tidak terperhatikan.

Bertambahnya usia memang tidak bisa dibendung. Setiap sesuatu, baik benda hidup atau pun benda mati, pasti akan diikuti terus oleh yang namanya usia. Maka saya pastikan, tidak ada alat atau tutorial yang bisa membuat kita terhindar dari yang namanya penambahan usia.

Seiring bertambahnya usia, maka akan berpengaruh juga terhadap performa kita sebagai manusia. Baik itu dari kemampuan nalar maupun fisik yang semakin melemah.

Tetapi, kemampuan nalar dan fisik yang dilemahkan usia ini pengaruhnya berbeda-beda pada setiap orang, artinya tidak semua orang mengalami kadar pelemahan yang sama. Tergantung dari kebiasaan seseorang tersebut ketika mengisi waktu pada usia sebelumnya.

Jika sebelumnya menerapkan seseorang tersebut gaya hidup sehat, maka sehat pula kehidupan seseorang tersebut. Atau ada juga yang karena faktor genetik, ada seseorang yang secara genetik cepat terlihat lebih tua dari usianya atau pun sebaliknya.

Tetapi yang menurut saya tidak adil adalah urusan pekerjaan yang ingin kita geluti mensyaratkan atau mengkualifikasikan pada batasan usia tertentu. Maka, saya menganggap itu adalah sebuah praktik ageisme.

Saya yakin, hal ini bisa terjadi pada siapa saja, dan memang itulah yang pernah saya alami ketika saya ingin melamar pekerjaan sebagai sales sebuah perusahaan komunikasi kartu pra bayar, karena saya sangat tergiur dengan besaran bulanan yang bisa saya terima nantinya jika saya diterima bergabung di perusahaan tersebut. Karena pendapatan saya sebagai guru honorer tidak mencapai setengah dari pendapatan sebagai sales kartu prabayar tersebut, itulah yang membuat saya berkeinginan untuk pindah mencari profesi yang baru.

Tetapi, apa hendak dikata, saat itu saya tidak lolos seleksi, bahkan tidak sampai pada tahap persyaratan berkas administrasi sekalipun. Alasannya adalah karena saya sudah terlalu tua untuk menjadi seorang sales, saat itu usia ketika melamar usia saya 40 tahun. Padahal saya merasa sangat baik-baik saja.

Saya yang selalu menerapkan pola hidup sehat. Tanpa rokok, no alkohol, tidak begadang kecuali jika ada artinya (sesuai dengan anjuran musisi lejen idola saya, Haji Rhoma Irama) benar-benar merasa heran dan tersinggung. Hanya karena angka usia yang tidak sesuai dengan angka yang mereka sukai, saya ditolak tanpa melihat terlebih dahulu fisik saya secara langsung yang masih cukup prima untuk kerja di bagian lapangan.

Mereka, para pemangku jabatan di perusahaan tersebut lebih memilih mencari karyawan yang notaben fresh seperti layaknya jus buah yang baru keluar dari kulkas. Mereka lebih berminat mencari karyawan yang kebanyakanbaru lulus sekolah SMA sederajat atau pun baru selesai kuliah karena dianggap memiliki fisik yang masih mumpuni untuk berkeliling mengitari area wilayah menjual barang produk dari provider tersebut.

Padahal dari sisi kelengkapan peralatan tempur di lapangan, saya sudah lengkap. Kendaraan roda dua, SIM C dan lain sebagainya, saya sangat lengkap.

Bagi saya ini adalah sebuah bentuk diskriminasi, dan sangat masuk ke dalam kategori ageisme  karena mereka jelas mengesampingkan seleksi fisik secara langsung. Hanya karena angka usia yang mereka anggap terlalu tua, mereka menganggap saya, dan pasti ada banyak orang yang bernasib seperti saya, tidak layak untuk pekerjaan tersebut.

Seandainya mereka meminta saya datang terlebih dahulu ke kantor untuk mewawancarai saya, pasti mereka akan berpikir ulang untuk menolak saya sebagai karyawan.

Dan herannya, diskriminasi jenis ini memang masih dianggap sepele. Banyak yang menganggap bahwa ageisme bukanlah pelanggaran. Karena dianggap tidak merugikan bagi korbannya. Padahal jelas perlakuan ini sangat merugikan.

Seharusnya pihak berwenang, yaitu kementerian ketenagakerjaan, bisa memberikan solusi untuk masalah satu ini. Misalnya dengan menerapkan kebijakan yang tidak membuat orang-orang yang sudah dianggap beranjak tua kehilangan kesempatan untuk mendapatkan peluang kerja demi keberlangsungan hidup si orang tersebut ataupun keluarga yang harus dia nafkahi.

Karena pada dasarnya, orang-orang yang beranjak tua seperti saya ini masih memiliki hak yang sama.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun