Mohon tunggu...
Elnado Legowo
Elnado Legowo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Kata-kata memiliki kekuatan untuk mengesankan pikiran tanpa menyempurnakan ketakutan dari kenyataan mereka. - Edgar Allan Poe

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Penumpang ke Kampung Rawabelis

17 Maret 2021   19:16 Diperbarui: 30 Desember 2021   21:03 849
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lantas Tejo langsung berlari keluar menuju motornya dan bergegas meninggalkan rumah kebaya itu. Seketika semua warga keluar dari rumah mereka masing-masing sembari membawa parang, garpu tanah, sabit, dan benda tajam lainnya. Mereka semua berbentuk seperti humanoid - serupa dengan orang-orang yang ada di dalam foto - dengan sebagian besar memiliki wujud serupa dengan makhluk yang berada di rumah Dhini. Semua mata mereka memancarkan cahaya berwarna hijau zamrud, sehingga mereka mampu melihat di dalam kegelapan.

Mereka semua mengejar Tejo - dengan penuh amuk - menggunakan langgam yang beragam. Ada yang berjalan seperti manusia normal yaitu dengan dua kaki, ada yang berjalan dengan tangan, ada yang merangkak, ada juga yang berjalan dengan perut, dan bahkan ada juga yang melompat-lompat.
 
****
 
Sekilas dari kejauhan, lampu motor Tejo berhasil menangkap sebuah plang besi tua berkarat yang terletak di depan jembatan penghubung keluar kampung. Hatinya merasa lega karena sudah mendekati jalan keluar dari kampung yang terkutuk ini. Lantas, dia langsung menaikan laju motornya ke arah pintu jembatan itu. Tetapi nahas nasibnya, di pintu jembatan sudah ada dua warga kampung yang memblokade jalan dengan potongan batang pohon.
 
Warga kampung itu berwujud manusia setengah kadal dengan sebilah celurit di tangannya. Sedangkan yang satunya lagi berbentuk setengah kalajengking dengan khas ekornya, berwajah setengah manusia dan setengah serangga, serta kedua tangannya yang berbentuk penjepit. Lantas kedua humanoid itu berlari ke arah Tejo dan hendak menyerangnya dari depan.

Seketika Tejo melihat sebuah pintu jalan kecil di tepi jurang sungai, yang terletak di bahu kanan jalan. Dengan tanpa rasa ragu, Tejo bergegas melaju ke jalan kecil tersebut.

Sontak makhluk yang berbentuk setengah kadal itu langsung melompat dan mengayunkan celurit ke tubuh Tejo. Sedangkan yang satunya lagi - makhluk yang berbentuk setengah kalajengking - langsung mengarahkan mata jarum ekornya ke arah kepala Tejo. Namun beruntung, Tejo masih dapat menghindari semua serangan tersebut dan menaikan laju motornya, sehingga dia berhasil masuk ke jalan kecil itu. Walhasil kedua humanoid itu menjerit melengking, seakan memberi sinyal - kepada warga kampung yang lainnya - mengenai keberadaan Tejo.
 
****
 
Setibanya di dalam jalan kecil - selebar dua meter - di tepi jurang sungai yang gelap dan dihiasi pepohonan liar di bahu kanan jalan, hati Tejo merasa sedikit tenang - meskipun dia tidak tahu ke mana jalan ini akan mengantarkannya - dan berharap dapat menemukan jembatan lain yang menghubungkan keluar kampung.

Tiba-tiba terlihat sebuah bayangan hitam melompat tepat di depan Tejo, sehingga dia menjadi terkejut dan kehilangan keseimbangan, hingga akhirnya dia terjatuh dari motornya. Saat Tejo berusaha bangkit dan melihat ke lingkungan sekitar - dengan bantuan cahaya lampu motornya - tampak Dhini sedang berdiri di hadapannya. Kini dia terlihat tidak jauh berbeda dengan makhluk yang berada di rumahnya, kecuali rambutnya yang lebih lebat.

Lantas Dhini membuka mulut selebar-lebarnya dan mengeluarkan jeritan khas warga kampung, yang kemudian diikuti oleh rentetan suara jeritan dari berbagai arah. Sesudah itu, mulai bermunculan sepasang cahaya berwarna hijau zamrud dari berbagai arah di balik pepohonan liar pinggir jalan, yang menandakan bahwa para warga kampung sedang menuju ke arah Tejo berada.

Tejo memohon belas kasihan kepada Dhini, namun hanya direspon dingin. Seketika leher Dhini membesar - seperti balon - dan mengeluarkan seekor belut besar - berkepala seperti hiu jumbai yang tidak memiliki mata dan bergigi seperti jarum - dari mulutnya. Tejo menatap belut itu dengan penuh kengerian tak ternilai. Sontak belut itu langsung menyerang Tejo dengan mulutnya. Akan tetapi, Tejo berhasil menghindari serangan tersebut dan melompat ke dalam jurang. Lalu menghilang dalam kegelapan yang diselimuti oleh jeritan para warga kampung.
 
****
   
Keesokan harinya, Tejo ditemukan oleh aparat keamanan - yang sedang berpatroli - di sebuah sungai dalam keadaan sudah tidak bernyawa. Kemudian jasad Tejo dibawa ke rumah sakit terdekat untuk dilakukan autopsi.

Hasil dari autopsinya, pihak berwajib menyimpulkan bahwa Tejo meninggal akibat mengalami benturan keras dengan bebatuan sungai - hingga menghancurkan helmnya - di beberapa bagian vital di kepalanya. Namun mereka tidak menemukan jejak kekerasan di tubuh Tejo, kecuali luka lecet akibat terjatuh dari motor. Walhasil mereka mengambil kesimpulan, bahwa Tejo mengalami kecelakaan saat berkendara, sehingga terjatuh ke dalam sungai.

Di hari yang sama, jasad Tejo dimakamkan - secara protokol kesehatan - di Bekasi. Pemakamannya meninggalkan rasa duka yang mendalam terhadap keluarga dan teman-teman seprofesinya. Bahkan mereka semua tidak diizinkan untuk hadir di pemakamannya, dengan alasan situasi yang masih pandemi. Kini tubuh Tejo terkubur dalam-dalam bersama kesaksiannya akan Kampung Rawabelis.
 
****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun