Dengan adanya pengalaman kekerasan di masa kecilnya oleh orang tua secara terus menerus membuat ia menjadi kehilangan fungsi memori, identitas atau bahkan persepsi. Ia menjadi pribadi dengan identitas yang lain sebagai upaya perlindungan diri yang terjadi secara tidak sadar (Hooley, dkk, 2018). Fenomena ini biasanya terjadi di sekitar kita dan dianggap seperti semacam “kesurupan”. Meski begitu perlu pemeriksaan lebih lanjut dari psikiater dan psikolog untuk dapat menegakkan diagnosis lebih lanjut.
Dari seriap drama ini kita bisa melihat bahwa kemunculan gangguan psikologis sendiri tidak serta merta karena kesalahan orang ybs. Penyebabnya bisa multifaktor, ada yang berasal dari genetik ada juga yang berasal dari lingkungan terdekat, khususnya pola asuh orang tua yang membentuk pola tingkah laku secara terus menerus atau yang disebut kepribadian. Setiap kali mengamati orang-orang di sekitar kita yang mengalami gangguan psikologis, kita perlu mengamati dari berbagai sisi dan belajar berempati terhadap kondisi mereka.
Momen ini penting bagi kita untuk menghilangkan stigma terhadap orang dengan gangguan jiwa. Hal ini dikarenakan mereka sendiri sebenarnya memerlukan bantuan dari berbagai pihak termasuk dari masyarakat. Sekalipun kita tidak bisa banyak memberikan bantuan tapi minimal kita tidak memberikan label dan menjauhi atau bahkan berespon agresif terhadap mereka.
Sebelum kita berbicara bahwa orang tersebut memiliki gangguan jiwa atau memberikan label tertentu akan lebih baik jika kita belajar tentang kesehatan mental. Lalu seberapa jauh Anda saat ini memahami tentang kesehatan mental Anda pribadi? Apakah Anda mengetahui kondisi kesehatan mental orang-orang terdekat Anda? Mari kita menuju pribadi yang sehat mental dan menghilangkan stigma terhadap orang dengan gangguan jiwa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H