Mohon tunggu...
Politik Pilihan

Partai Bulan Bintang "Reborn"?

7 Maret 2018   11:44 Diperbarui: 7 Maret 2018   11:58 1121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra (tengah) memegang nomor urut PBB 19 sebagai peserta Pemilu 2019. Penetapan dilakukan dalam rapat pleno di Kantor KPU RI, Jakarta, Selasa (6/3/2018). (KOMPAS.com/ MOH NADLIR)

Partai Bulan Bintang (PBB) kembali terlihat terang. Sejumlah dukungan simpatik mengalir di jejaring media sosial dari berbagai kalangan, terutama dari sejumlah Ormas Islam yang selama ini telah menjadi basis konstituennya. Setelah sempat tidak diloloskan, pada Selasa 6 Februari 2018, KPU akhirya membatalkan keputusannya tersebut. PBB pun resmi dinyatakan sebagai peserta Pemilu 2019 bernomor urut 19, menyusul dikabulkannya gugatan oleh Bawaslu dalam sidang ajudikasi.

PBB kelihatannya telah kembali memikat hati umat Islam. Akankah PBB tampil menjadi harapan baru bagi mereka, benarkah ini tanda-tanda PBB reborn,setalah dua kali Pemilu 2009 dan 2014 mengalami paceklik politik. Ataukah ini fenomena yang biasa-biasa saja? Toh, selain PBB, sudah ada banyak partai berbasis konstituen Muslim santri semisal PKS, PPP, PKB dan PAN. Perolehan suara mereka tak terlalu banyak mengalami pasang-surut yang drastis, satu sama lain saling bergantian pindah posisi peringkat di setiap Pemilu dalam kisaran perolehan yang tidak terlalu jauh. Swing voters terjadi dalam lingkaran antar partai-partai berbasis Muslim santri ini.

Bila kemudian PBB memperoleh kenaikan suara di Pemilu 2019 nanti, maka hampir bisa dipastikan itu adalah berasal dari migrasi suara pemilih yang semula memilih partai berbasis Islam tersebut. Mungkin juga berasal dari pemilih partai "nasionalis", tapi jumlahnya tidak akan besar. Apalagi partai semisal Golkar baru saja diterpa konflik, atau Demokrat yang perolehannya merosot drastis pada Pemilu 2014 silam yang diduga karena skandal korupsi yang melibatkan sejumlah petinggi partai ini. Kondisi ini mungkin saja akan menjadi 'berkah' tersendiri bagi Bulan Bintang. SMRC mencatat saat ini tejadi perpidahan dukungan sebesar 38,4% dari pemilih partai tertentu ke partai lainnya.    

Terlepas dari persaingan antar partai Islam tersebut, kehadiran partai Islam itu sendiri seakan telah menjadi "takdir" sejarah yang tidak bisa dilepaskan dari konteks perpolitikan di Indonesia. Dan "takdir" lainnya juga adalah bahwa partai Islam selalu tidak tunggal. Dari berbagai partai Islam ini, dalam dinamikanya, terkadang ada kondisi dimana mereka dapat bersatu bersama-sama, tapi ada juga saat dimana mereka tidak berkoalisi.

 Kehadiran partai Islam nampaknya akan tetap dibutuhkan bagi keberlangsungan NKRI. Partai Islam dan Nasionalis akan saling memberi warna secara positif. Yang nasionalis kini banyak yang Islami, dan yang Islam juga tak kalah nasionalisnya. Ciri khas masing-masing tentu tetap ada dengan perbedaan kakakter ideologi dan latar belakang pemilih pada basis-basis kantung suaranya. Antara partai Islam dan partai nasional, keduanya saling menyeimbangkan, menjaga tegaknya Indonesia sebagai Negara Kesatuan yang berbhinneka Tunggal Ika, diikat oleh "kontrak sosial" yang sudah disepakati bersama yaitu Pancasila.

Melalui partai Islam, kelompok Islam "bersyari'ah" dapat menyalurkan aspirasinya secara demokratis. Sementara ini, partai-partai Islam yang ada dinilai sudah mulai kehilangan orientasinya, terlebih lagi dengan berbagai kasus koprupsi yang menimpa para pucuk pimpinannya. Munculnya kembali Bulan Bintang seolah menjadi alternatif bagi kelomok Islam "bersyari'ah" ini. Akankah terjadi migrasi suara ke Partai Bulan Bintang, dinamikanya masih akan berkelok tentunya, tapi kemungkinan besar akan seperti bola salju yang menggelinding dan semakin membesar.

Pada saat yang sama, ini juga akan menjadi pentas bagi orang nomor satu PBB, Yusril Ihza Mahendra (YIM). Setelah Jusuf Kalla, sepertinya YIM adalah tokoh berikutnya yang merepresentasikan politisi "santri" yang berwawasan modern dan moderat, diterima dengan baik di sayap kelompok Islam tradisionalis dan juga Islam modernis, serta memiliki komunikasi yang baik dengan kalangan nasionalis. 

Maka bukan tidak mungkin dia akan dilirik menjadi cawapresnya Jokowi atau Prabowo, atau bahkan bisa jadi kehadiran Yusril akan mendorong terbentuknya poros baru, bukan Jokowi, bukan pula Prabowo. Ini lebih menarik, meskipun tantangannya masih berat untuk mewujudkannya, tapi bukan juga sesuatu yang mustahil dalam politik. Sederet nama lain juga telah beredar dari hasil survei semisal Gatot Nurmantyo, Agus Harimurti Yudhoyono, Anis Baswedan, Muhaimin Iskandar, Sri Mulyani, dan lainya. Dalam survei berikutnya, saya kira, nama Yusril Ihza Mahendra akan muncul, sama seperti kemunculannya yang sekonyong-konyong menjelang Pilkada DKI 2017, meski kandas sebelum bertarung.

Mengharapkan menang besar tentu tidak ada salahnya. Namun, harus juga realistis bahwa PBB sendiri pada Pemilu 2014 hanya memperoleh 1,46 % suara nasional sehingga tidak mencapai Parliamentary Threshold. Optimisnya, bila melihat respon positif publik terhadap PBB saat ini, maka ini dapat menjadi modal berharga untuk panen suara pada Pemilu 2019 mendatang. 

PBB nampaknya sedang berada dalam momentumnya yang cukup baik untuk bangkit. Dikatakan oleh Sekjen, PBB menargetkan 5% suara untuk Pemilu 2019. Sebuah target yang realistis. Dan tidak menutup kemungkinan dapat melampaui target tersebut bila seluruh kader dan simpatisan partai bekerja secara keras, cerdas dan solid. Pemilu 1999, PBB tercatat pernah menduduki 6 besar peroleham suara dibawah PAN, PKB, PPP, Golkar dan PDIP.

PBB reborn bisa saja benar-benar terjadi, menjadi sayap pelengkap bagi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, bersama-sama partai lainnya yang Nasionalis, sehingga nilai-nilai keislaman dan nasionalisme terus terawat berjalan beriringan, menjadi panduan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun