Mohon tunggu...
Elma Karisma
Elma Karisma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Learn and act

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Stigma Generasi Stroberi dan Cara Mahasiswa Menyikapinya

5 Juni 2023   00:15 Diperbarui: 5 Juni 2023   00:24 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tahukah kamu bahwa anak muda zaman sekarang dilabeli sebagai generasi stroberi oleh sebagian orang? Mungkin banyak dari generasi muda terutama mahasiswa yang pernah melihat header-header atau judul berita yang menggunakan istilah ini. Namun, apakah kalian tahu benar apa yang dimaksud dengan generasi stroberi itu?

Menurut buku "Strawberry Generation" karya Prof. Rhenald Kasali (2018), generasi stroberi adalah generasi yang memiliki banyak gagasan kreatif, tetapi cenderung mudah menyerah dan mudah sakit hati.  Prof. Rhenald Kasali mengibaratkan generasi ini seperti hanya ketika kita menyikat buah stroberi. Dibalik bentuk dan warna yang memikat, stroberi ternyata sangat rapuh. Jika stroberi disikat dengan sikat gigi, bagian luar stroberi akan mudah rusak. Padahal, sikat gigi sebenarnya dirancang lembut untuk gigi. Label ini disematkan karena anak-anak zaman sekarang dinilai kurang mampu menghadapi tekanan sosial dibandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya. Generasi stroberi juga dinilai selalu menginginkan kepuasan yang instan. Upaya yang mereka lakukan tergolong minim namun mereka mengharapkan hasil yang maksimal. Ketika menghadapi hal yang sulit, generasi ini cenderung menghindar daripada menghadapinya. Dari sinilah, muncul anggapan bahwa generasi muda masa kini adalah generasi stroberi yang pemalas.

Meskipun pada kenyataannya tidak semua generasi muda bersikap demikian, stigma negatif ini perlu untuk dihilangkan. Stigma negatif ini masih bisa diubah dengan tekad yang kuat. Salah satunya adalah dengan melihat dan mengadopsi nilai-nilai luhur yang dapat dipetik dari kehidupan orang lain. Jika diperhatikan lebih dekat, banyak sekali nilai luhur yang bisa dijadikan role model dari kehidupan orang-orang di sekitar kita, terutama pahlawan-pahlawan keluarga atau bisa disebut "pejuang rupiah" di Kabupaten Jember.

Dalam wawancara singkat dengan beberapa pahlawan keluarga tersebut, semuanya memiliki jalan kehidupan yang tidak mudah. Namun, mereka membuktikan bahwa tidak ada alasan untuk menyerah dan pasrah pada keadaan. Mereka adalah nenek penjual sayur, pasangan lansia pemilik kios bensin, pedagang bakso, serta kakek pencari rongsokan. Jika dilihat dari usia, semuanya sudah tidak dalam usia produktif mereka untuk bekerja. Alih-alih menyalahkan keadaan dan menyerah, mereka memilih untuk tetap mencari nafkah dan menjaga daya juang mereka tetap tinggi untuk mencapai ekonomi yang lebih sejahtera. Semangat dan kegigihan para pejuang keluarga inilah yang sebaiknya juga dimiliki oleh generasi muda.

Jika melihat ke belakang, kembali ke masa-masa penjajahan. Menengok dari perjuangan pahlawan-pahlawan bangsa, semangat dan rasa pantang menyerah adalah bagian tak terpisahkan dari jati diri bangsa Indonesia. Dan di era ini, peran generasi muda sangat penting untuk menjaga semangat, kegigihan, dan ketekunan ini sebagai ciri khas atau identitas bangsa Indonesia.

Bersama-sama generasi muda terutama mahasiswa pasti bisa memutuskan stigma negatif ini. Generasi muda bukanlah generasi pemalas. Pertama-tama, generasi muda perlu berhenti mengeluh dan mulai bertindak. Bukanlah rahasia lagi bahwa ada banyak tantangan yang dihadapi oleh generasi muda saat ini. Namun, mengeluh dan merasa putus asa hanya akan membuang-buang waktu dan energi. Alih-alih, generasi muda dapat memanfaatkan tantangan tersebut sebagai kesempatan untuk tumbuh dan berkembang. Selanjutnya, kebiasaan kerja keras dan ketekunan perlu dikembangkan. Hasil yang baik tidak datang dengan instan. Generasi muda harus menyadari bahwa setiap kesuksesan membutuhkan upaya yang konsisten dan kerja keras. Belajar dari beberapa pejuang keluarga yang memiliki dedikasi dan kesabaran sebagaimana disebutkan sebelumnya dapat dijadikan inspirasi.. 

Tidak kalah pentingnya, generasi muda juga harus belajar mengelola tekanan dan kegagalan. Janganlah terjebak dalam pikiran bahwa kegagalan adalah akhir dari segalanya. Setiap kegagalan adalah pelajaran berharga yang membantu kita tumbuh dan menjadi lebih kuat. Generasi muda harus memahami bahwa kesuksesan bukanlah sesuatu yang diperoleh dengan sempurna, melainkan hasil dari usaha, pembelajaran, dan kesediaan untuk bangkit setelah jatuh. Jangan biarkan label negatif seperti "generasi stroberi" menghalangi generasi muda terutama mahasiswa untuk meraih impian dan mencapai tujuan. Generasi kita adalah generasi yang hebat dengan cara kita sendiri. 

Pustaka:

Kasali, R., 2018. Strawberry Generation. Mizan.

Hartono, A.L. (2022) Menyikapi Generasi strawberry, detiknews. Available at: https://news.detik.com/kolom/d-6152723/menyikapi-generasi-strawberry (Accessed: 17 May 2023).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun