Mohon tunggu...
Elmoudy Freez
Elmoudy Freez Mohon Tunggu... profesional -

membuat lembaran kisah yang mungkin seru. sisi lain www.elmoudy.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Jokowi dan Roadmap Jakarta: Smart City ?

17 November 2013   17:00 Diperbarui: 5 November 2015   18:45 1103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_302382" align="aligncenter" width="610" caption="sumber gb: Institut Investasi Indonesia (3i)"][/caption]

Jakarta, masih sangat jauh dari kata smart city, tetapi setidaknya kita pantas berpikiran positif bahwa Gubernur DKI Jakarta Jokowi pastilah sudah mengerti tentang sebuah visi dan roadmap Jakarta sebagai smart city. Seperti apakah rupa smart city, dan bagaimana kita memetakan Jakarta menuju smart city?

Institut Investasi Indonesia (3i) mencoba menata ulang definisi smart city. 3i adalah lembaga riset yang fokus dalam pengembangan investasi global dan pembangunan kota di Indonesia. Dan salah satu ide besar yang sedang dibangun adalah Smart City Development: smart technology, smart investment, smart development. Beberapa kali kegiatan seminar dan konferensi giat digelar di berbagai daerah dan di luar negeri untuk mematangkan dan mensosialisasikan ide tersebut. Dari ide dan konsep yang saya pahami melalui beberapa dokumen yang dirilis 3i, tulisan ini coba mempertemukan irisan roadmap Jakarta dan smart city.

Seperti yang sudah kita pahami bersama, istilah “smart” membawa pemahaman kita pada sebuah model kecerdasan dan kepintaran. Seseorang yang smart, berarti seseorang yang cerdas, kreatif, elegan, dan wise. Begitu pula dengan “smart city” bisa dimaknai sebagai sebuah kota yang cerdas, kreatif, elegan dan berbudaya. Pengertian “smart” pada istilah “smart city” lebih banyak merefleksikan pada kuatnya dimensi infrastruktur fisik yang menopang kehidupan sebuah kota atau yang bisa disebut juga dengan “smart technology” dan “smart infrastructure”.

Smart city ditunjang dengan kualitas warga atau sumber daya manusia, aktivitas bisnis dan ekonomi, tata kelola layanan publik, dan pengalaman budaya/peradaban. Pada tulisan ini kita urai terlebih dahulu mengenai bagaimana rupa smart technology atau smart infrastructure sebagai tulang punggung sebuah kota. Smart infrastructure merupakan jejaring infrastruktur fisik yang saling berinteraksi, saling melengkapi, dan mampu menghadirkan “added value” dari sebuah kota.

Setidaknya ada 4 infrastruktur yang harus ada dan terus dikembangkan diantaranya adalah: (1) Infrastruktur energi dan listrik. Sebuah kota yang terus bertumbuh kembang, haruslah memiliki roadmap bagaimana infrastruktur energi dan listrik ini dibangun untuk mencukupi kebutuhan kota dalam rentang waktu puluhan tahun mendatang. Pasokan energi dan listrik yang saat ini ada, masih menjadi tanda tanya dan kekhawatiran kita semua akankah dalam 5 atau 10 tahun ke depan, pasokan energi dan listrik masih mampu menopang kehidupan sebuah kota besar seperti Jakarta?

Diversifikasi energi terbarukan, sudah saatnya dipikirkan dan diterapkan untuk memecah ketergantungan pada energi fosil maupun listrik dari PLN. Semisal, penerapan teknologi solar cell untuk keperluan konsumsi daya listrik di gedung-gedung pencakar langit, lampu-lampu di jalan / jalan tol, dan bahan bakar mobil green energy, penggunaan microhydro untuk penerangan alternatif pemukiman kota, pengolahan sampah untuk sumber energi terbarukan, dan lain-lain. Roadmap energi dan listrik dengan mengadopsi sumber energi terbarukan adalah satu inovasi “smart infrastructure”.

(2) Infrastruktur air. Infrastruktur air tentulah bukan semata-mata mengenai air minum dan air konsumsi rumah tangga. Lebih dari itu, infrastruktur air mengarah pada bagaimana pengelolaan sumber daya air yang ada dan “lewat” ke kawasan sebuah kota. Minimal tiga jenis infrastruktur sumber daya air yang patut diperkuat yaitu sungai, bendungan/waduk, dan saluran reservoir/deep tunnel. Sungai sebagai infrastruktur 'alami' selama ini kurang mendapatkan perhatian yang cukup. Untuk itulah, sungai beserta DAS (daerah aliran sungai) perlu di-buffering, disterilisasi dari pemukiman, dinormalisasi, dan diberi sentuhan “smart technology”, sehingga sungai memiliki perwajahan yang “hidup” dan “bersahabat” dengan masyarakat.

Sedangkan bendungan/waduk menjadi titik-titik terminal air atau kantong air guna menampung volume air dalam kapasitas besar, yang kemudian mampu “mengairi” wilayah sekitarnya untuk konsumsi rumah tangga, industri, dan areal penggunaan lain. Saluran reservoir/deep tunnel bertugas menangkap aliran air limbah dan air hujan (baik limbah rumah tangga/kantor, maupun limpahan dari hulu) untuk diteruskan ke sungai besar atau langsung menuju lautan.Penerapan smart technology untuk mengelola air melalui ketiga infrastruktur harus diterapkan guna monitoring, pengawasan operasi dan pemeliharaan, dan manajemen aliran air dalam sebuah kawasan kota.

(3) Infrastruktur jalan dan transportasi. Jakarta “hampir pingsan” karena macet. Kepala Pusat Komunikasi Kementerian PU, Waskita Pandu mengungkapkan, pertumbuhan jaringan jalan di Jakarta hanya mencapai 0,01% per tahun. Sedangkan, pertumbuhan kendaraan mencapai 9% per tahun. Panjang jalan di Jakarta cuman 7.208 km atau hanya 6% dari luas wilayah. Padahal idealnya sampai 12%. Bahkan kota lain ada sampai 25%. Pembangunan enam ruas jalan tol layang dinilai sebagai salah satu solusi untuk menjawab kebutuhan infrastuktur jalan dan transportasi. Di sisi yang lain, moda transportasi busway juga menjadi terobosan yang musti terus dikembangkan. MRT dan monorel sudah “wajib” ada dalam 5-10 tahun mendatang. Sementara itu, “smart technology” untuk manajemen lalu lintas, Electronic Road Pricing (ERP), Cooperative Vehicle-Infrastructure Systems (CVIS) perlu segera diterapkan.

Semisal CVIS, yang merupakan teknologi yang dibangun oleh pemerintah dan swasta yang memungkinkan pengguna kendaraan dan jalan saling bertukar informasi mengenai status kemacetan dan kondisi jalan, dan memberikan rekomendasi arah lalu lintas. Penerapan ERP dan tingginya tarif parkir di gedung-gedung perkantoran/pusat perbelanjaan, patut dipatuhi dan terus didukung guna "normalisasi" lalu lintas jalan dari kendaraan pribadi. Sebuah kota akan tampak lebih “bersahabat”, dengan adanya transportasi publik macam busway, monorel dan MRT, jalanan yang lapang dan nir-macet, trotoar yang luas dan hijau, jalur sepeda yang aman, tempat halte yang teduh dan nyaman, serta adanya “tempat nongkrong” terbuka di sekitar trotoar dan halte. [caption id="attachment_302377" align="alignnone" width="610" caption="IT underpinning smart cities. sumber gb: hitachi.com"]

13846810331077147993
13846810331077147993
[/caption]

 

(4) Infrastruktur ICT (Information and Communication Technology). Perputaran dan pertukaran informasi yang makin cepat dan berkualitas menjadi ciri khas dari sebuah smart city. Keberadaan industri dan bisnis berbasis ICT turut membentuk terjadinya percepatan pembangunan infrastruktur ICT dalam sebuah kota. Ciri yang paling mudah dikenali adalah adanya jaringan internet yang super cepat, stabil, dan murah. Coverage jaringan internet yang mampu menjangkau ke setiap sudut kota dan wilayah sekitarnya akan memicu sebuah kota menjadi “lebih cerdas”.

Smart city mensyaratkan adanya partisipasi publik (warga), pemerintah, dan swasta dalam mengembangkan arus pertukaran informasi yang berkualitas, bebas, terbuka dan mencerdaskan. Dengan demikian, sebuah kota akan mampu menjadi simbol peradaban sebuah bangsa. Dan Jakarta, kita yakini sedang beranjak menuju ke arah smart city. Lalu, bagaimana kemudian, sebuah kota mampu mewujudkan visi menjadi sebuah lingkungan yang berbasis pada smart infrastructure atau smart technology? Untuk itu, smart investment perlu dirancang dan dijalankan dengan baik, melalui tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih, kepastian hukum dan regulasi, pemimpin yang kuat dan visioner.

Dan satu lagi yang kita tunggu-tunggu sekarang adalah, bagaimana smart development berjalan? Dengan adanya pembangunan infrastruktur “mega proyek” macam monorel dan MRT, deep tunnel, dan seterusnya, akankah kita sebagai warga masyarakat merasa “terganggu” dengan pembangunan tersebut, ataukah kita bisa merasakan adanya kenyamanan dari sebuah smart development? Di sinilah tantangan Jokowi dalam menapaki Roadmap Jakarta: Smart City.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun