Mohon tunggu...
Elmi Safridati
Elmi Safridati Mohon Tunggu... Guru - Guru

Menulis adalah hobi yang tak bisa dipungkiri. Semoga apa yang tertulis bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Adakah Solusi untuk Mengatasi Depresi Masa Lalu?

20 November 2024   16:09 Diperbarui: 20 November 2024   16:15 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak dipungkiri jalan hidup manusia itu terkadang memang tak semulus jalan tol, yang bisa dilalui dengan santai setiap saat. Sejatinya banyak orang yang tersandung dengan berbagai hal dalam hidup ini di masa lalu. Trouma masa lalu yang dijalani oleh sebahagian orang, sangat susah untuk dilupakan bahkan sangat sulit untuk sembuhkan. 

Kita tahu bahwa penyebab depresi atau setres masa lalu bisa disebabkan oleh berbagai macam hal. Diantaranya dari diri sendiri, keluarga, lingkungan masyarakat dan juga lingkungan tempat kerja. 

Dari diri sendiri misalnya, tidak bisanya seseorang mengatasi masalah yang timbul kepada dirinya. Sering melakukan kesalahan berkali-kali yang menyebabkan seseorang itu di bully atau disepelekan, dimarahi atau bahkan terjadi tindakan yang sangat tidak mengenakan karena kesahakan diri sendiri.

Kurangnya kemandirian seseorang salah satu penyebab terjadinya konflik pada diri sendiri juga. Hal ini tentunya akibat dari kurangnya pendidikan atau latihan dari dalam keluarga sendiri dari masa kecil. 

Jika hal ini berlanjut, maka seseorang akan gambpang terserang yang namanya penyakit depresi, bingung atau setres. Ditambah pula tidak adanya kebiasaan berbagi cerita kepada orang lain yang dipercaya. Atau misalnya mau berbagi cerita namun tidak ada yang mau mendengarkan.

Akhirnya semua masalah dipendam sendiri. Inilah yang membuat beban di kepala semakin hari semakin berat. Khawatir jika dibagi kepada orang lain malah akibat yang ditimbulkan akan lebih parah. Padahal sebenarnya belum tentu juga seperti itu kenyataannya. 

Penyebab berikutnya adalah keluarga. Terkadang seorang anak seringkali di bully di dalam keluarganya sendiri. Anak selalu disalahkan, bukan dibimbing atau dinasehati ketika dia bersalah. 

Seringkali orangtua menjatuhkan kalimat salah kepada anak yang membuat anak-anak kita menjadi depresi. Dikit -dikit "ya itu kan salahmu, rasakan sendirilah akibatnya," gitu. Kata- kata ini akan jadi kokoh dibenak anak-anak hingga akhirnya membuatnya depresi.

Jika ada seorang anak bersalah maka tugas kita sebagai orang tua atau guru dan siapapun yang ada di samping anak adalah mendampingi, menasehati, membimbingnya agar terbangun kembali mentalnya untuk bertanggung jawab. 

Setidaknya anak-anak mengerti dengan kesalahan yang ia lakukan dan kira sebagai orang tua, guru dan lainnya juga mengerti dengan kebutuhan anak yang sedang dalam keadaan seperti itu. 

Inilah yang selayaknya dilakukan bukan menyalahkannya terus menerus tanpa memberi solusi. Apalagi terkadang malah seorang anak yang berbuat salah selalu duajuhi oleh anggota keluarga, guru teman-temannya dan masyarakat.

Selanjutnya datang dari lingkungan masyarakat. Tak ada manusia yang tidak bersalah. Apalagi dengan keadaan zaman sekarang ini. Banyak hal yang terkadang akibat keluarga broken anak-anak salah berbuat. Mungkin saja terjadi pencurian, pemerkosaan dan lain sebagainya dikalangan anak-anak. 

Hal ini memang tidak boleh dibenarkan. Tapi tidak juga dengan harus menghujat dan mengucilkan mereka ketika anak-anak telah selesai menerima hukuman dari pihak yang berwajib. Penyakit masyarakat yang sering mengucilkan orang-orang yang bersalah, memang sangat sulit untuk disembuhkan. 

Banyak sekali terjadi bully terhadap anak-anak atau para remaja yang bersikap menyimpang di masyarakat. Kalau ini yang dumakmurkan terus menerus, lalu kapan mental mereka sembuh. Bukan tidak mungkin kalau di bully terus maka sifat jahatnya akan kembali muncul. Dan perikanannya yang salah akan kembali dilakukan. 

Semoga saja anak-anak kita terbiasa dengan kemandirian dan bisa mengatasi masalah di masa lalu dan masa yang akan datang, sehingga akan jauh dari kata depresi. Sebagai orangtua, keluarga, dan masyarakat semoga bisa selalu membimbing anak-anak agar jauh dari kata depresi.

Riau, 20 November 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun