Oleh Muh. Arif Ma'ruf
Ku berjalan di tengah-tengah keramaian
Hiruk pikuk dunia entah menjadi gelap atau terang
Terkaanku dunia ini tempat bersenang-senang
Marah, kecewa, bahagia, sedih, terluka, makan, minum dan tidur
Hari-hari yang diliputi angin kencang atau hembusan yang menenangkanÂ
Ternyata ku menyadari, semua itu hanya fatamorgana
Makanku layaknya sampah, minumanku bak air comberan, tidurku laksana tidur diatas bara apiÂ
Oh dunia, kau telah menipuku, hidup laksana minum air, masuk hanya melalui kerongkongan
Huu Allah, huu Allah, huu Allah
Rahmat-Mu bak setetes air di tengah kehausan
Kau rahmati kedahagaan dengan kuasa-Mu
Mubarok -- Mu turun tatkala jiwaku gundah gulana
Aku hidup kembali, menghela nafas penuh aroma
Dalam bangun, berseri-seri sembari mengucap Asma-MuÂ
Lantunan mukjizat-Mu begitu berat meski hanya 1 huruf
Sholatku begitu bernyawa dan berjalan dengan sukacita
Tiba-tiba bulan purnama itu menginjak hati dan pergi meninggalkan aku
Kenapa begitu cepat? Ataukah aku yang terlalu lalai?
Hey kau kenapa berlari? Sedangkan aku besok atau lusa akan matiÂ
Sekali lagi, aku merasakan Kembali kedahagaan
Boleh Kau ambil bulan-Mu, Boleh Kau bawa kuasa-Mu
Tapi tanamkan kepadaku, Al-Mubarok-Mu akan terus hidup dalam jiwaku
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H