Pertumbuhan penduduk Indonesia akan mencapai titik produktif pada 2030. Dimana Angkatan kerja usia 15-64 tahun lebih tinggi dari pada usia dibawah 15 tahun dan diatas 64 tahun. Inilah yang disebut bonus demografi. Berbagai keuntungan bonus ini memang sangat banyak, dimana angka produktifitas suatu daerah akan mengalami kenaikan yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi.Â
Daya saing daerah akan meningkat, pola konsumtif akan berubah menjadi pola produktif, begitu juga dengan tingkat Pendidikan, infrastruktur atau bisa dirangkum dalam istilah Index Pembangunan Manusia akan meningkat. Tapi ada satu syarat semua itu akan tercapai jika berbagai stakeholders menyambut dengan baik bonus demografi tersebut. Salahsatu caranya adalah dengan perencanaan yang baik.
Menurut Deddy Supriady Bratakusumah (2004 ; 6), perencanaan pembangunan merupakan suatu tahapan awal dalam proses pembangunan. Sebagai tahapan awal, perencanaan pembangunan akan menjadi bahan/pedoman/acuan dasar bagi pelaksanaan kegiatan pembangunan (action plan). Â Hal ini menjadi penting untuk suatu daerah sebagai bahan pondasi perkembangan pembangunan daerah. Jika kita gagal dalam merencanakan daerah maka sebenarnya kita sedang merencanakan kegagalan.
Indonesia yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-bangsa meratifikasi hasil pertemuan yang membahas pembangunan yang berkelanjutan. Agenda 2030 yang kita kenal sebagai SGDs atau Sustainable development goals adalah serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk membangun negara-negara yang berkelanjutan. Dikutip dari website resmi PBB, bahwa negara-negara yang menyepakati agenda tersebut merupakan langkah berani dan transformative untuk kesejahteraan manusia, planet bumi dan perdamaian internasional.Â
Terdapat 17 tujuan dan 169 target yang hendak dicapai dengan cara langkah-langkah kolaboratif. Hasil ratifikasi termuat dalam  Peraturan Presiden (Perpres) SDGs Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Hal ini menjadi acuan dasar pembangunan daerah-daerah di Indonesia. Pembangunan membutuhkan langkah partisipatif yang melibatkan seluruh pihak. Kabupaten sumedang dengan segala potensinya mampu mewujudkan agenda tersebut.
Suatu negara perlu sesuatu yang menjadi andalan untuk menopang ekonomi sebagai bentuk positioning di dunia internasional. Sejalan dengan yang dikemukakan presiden Republik Indonesia pada KTT G-20 di Tiongkok dan ASEAN Summit di Laos, menekankan bahwa suatu negara harus mempunyai core economy atau core bussines sebagai bentuk positioning, differentiation dan branding negara. Negara harus menentukan sektor apa yang menjadi andalan yang akan mengakibatkan terpengaruhnya sektor-sektor lain, hal ini disebut juga leading sector. Kita tahu bahwa Amerika Serikat mempunyai core economy teknologi informasi, Jepang dengan industri otomotif dan Singapura dengan sektor jasanya. Maka pemerintah Indonesia menempatkan core economy-nya dengan sektor pariwisata. Artinya prioritas sumber daya dikerahkan untuk sektor pariwisata.
Teori yang dikemukakan oleh friedmann (1966) mengenai pembangunan daerah yang dikenal dengan core periphery models yang berisikan analisa tentang hubungan yang era tantara pembangunan kota core dan desa peripheral. Menurut teori ini, gerak langkah pembangunan daerah perkotaan akan lebih banyak ditentukan oleh keadaan desa-desa disekitarnya. Sebaliknya corak pembagunan pedesaan tersebut juga sangat ditentukan oleh arah pembangunan perkotaan. Sumedang sebagai daerah yang memiliki bentang alam yang indah dan pembangunan nasional yang berada di sumedang juga berakibat pada sektor wisata, maka rencana daerah sebagai landasan pembangunan di desa-desa lebih tepat memiliki core economy pariwisata. Hal itu sejalan dengan core economy negara yang tadi telah diuraikan diatas.
Sumedang dengan pembangunan waduk jatigede dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk kepentingan pariwisata. Dengan 26 kecamatan dilihat dari bentang alam, tiap kecamatan bahkan desa, bisa memiliki minimal 1 lokasi wisata. Menurut pendit (1994) wisata mempunyai beberapa jenis dilihat dari motif pengunjung.Â
Pertama ada wisata budaya, wisata ini menekankan pola adat istiadat masyarakat. Daerah citengah bisa dimaksimalkan sebagai wisata budaya. Menurut pendapat penulis, ada beberapa potensi wisata budaya yang dapat di optimalkan, yaitu Rancakalong dengan potensi seni tari, adat pertanian, seni music dll. Darmaraja sebagai cikal bakal kerajaan sumedang larang dengan memiliki tritangtu kampung buhun yaitu Karang pakuan, cipaku dan paku alam. Daerah tersebut luar biasa jika di optimalkan khusus sebagai konservasi budaya. Kedua, wisata bahari, kita memiliki waduk jatigede, kita bisa membuat olahraga air, memancing, menyediakan khusus untuk menyelam.Â
Ketiga, wisata cagar alam, sumedang memiliki cagar alam gunung jagad, cagar ini bisa dikembangkan dengan dibagi 2 zona yaitu zona wisata dan zona merah, zona wisata dikembangkan untuk keperluan wisata dan aman untuk dikunjungi, dan zona merah untuk zona yang tidak bisa dijamah untuk menjaga kelestarian alam. Daerah sundamekar cisitu, bangbayang situraja, bisa dikembangkan sebagai cagar alam. Selanjutnya ada wisata pertanian (agrowisata), daerah yang dapat dikembangkan adalah daerah cijambu, tanjungsari dengan hasil lading, tomat dsb.
Menurut penulis, wisata yang dapat dikembangkan juga adalah wisata sejarah. Kita bisa buat Museum Tahu sebagai bentuk penekanan bahwa Sumedang sangat terkenal dengan tahunya. Ini bisa menjadi tempat ikonik bagi para wisatawan yang datang. Sebagai bentuk pembelajaran bagi para pelajar juga bisa dikembangkan monument hanjuang berdasarkan certia Mbah jaya perkasa, dulu tempat ini bernama Kutamaya sekarang di daerah jalan kutamaya, Padasuka. Kemudian membuat wisata perjalanan sejarah sumedang dimulai dari kerajaan tembong agung di ganeas, kemudian darmaraja (sudah terendam waduk jatigede). Sampai di  monument lingga di alun-alun sumedang. Semua titik-titik ini dibangung semacam monument atau museum yang nanti bisa diadakan paket perjalanan wisata sejarah.