Mohon tunggu...
Hani Elmahida
Hani Elmahida Mohon Tunggu... Lainnya - Educational student

Psychology and writing enthusiast | lifelong-learner

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Lintas Perspektif: Merayakan Proses Muara Cerita Teman Manusia dalam Hari Menjadi Manusia

24 Agustus 2023   17:15 Diperbarui: 24 Agustus 2023   17:33 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjadi manusia merupakan sebuah platform storytelling digital yang menghadirkan cerita dari berbagai sudut pandang. Didirikan pada tahun 2018 yang berarti kini sudah lima tahun membersamai. Berawal dari sebuah video di kanal YouTube yang bertajuk “Dari Perspektif” yang ternyata berhasil mencuri perhatian audiences serta menumbuhkan rasa empati antar sesama. Menjadi manusia kini tumbuh membersamai jutaan pengikutnya baik Instagram, YouTube atau platform sosial media lainnya.

Tepatnya hari Sabtu tanggal 29 Juli 2023, menjadimanusia mengadakan sebuah perayaan lima tahun dengan tajuk “Hari Menjadi Manusia” yang sebetulnya inisiatif ini sudah dirancang sejak beberapa tahun lalu. Acara yang diadakan di Kuningan City Ballroom ini dihadiri sekitar 1.000 perserta beserta beberapa interaktif booth yang turut meramaikannya.

Seperti yang diketahui, Menjadimanusia adalah platform yang banyak berdiskusi tentang kesehatan mental, isu gender, serta berbagai sudut pandang manusia dalam menjalani kehidupan. Dalam acara Hari Menjadi Manusia ini penggagasan tema “Merayakan Proses Menjadi Manusia” dipilih seraya mendatangkan pembicara lintas latar belakang yang bercerita dalam sudut pandang masing-masing. Tentu, diantaranya adalah praktisi, penyitas, dan juga caregiver.

Sebanyak 21 pembicara hadir termasuk tiga Co-Founders menjadimanusia; Rhaka Ghanisatria, Adam A. Abednego, dan Levina Purnamadewi. Menjadimanusia mengajak teman manusia untuk berlatih empati seperti yang didiskusikan bersama Cania Citta seorang kreator konten critical thinking. Dalam keynote speechnya, Cania menyampaikan bahwa empati bukan hanya sekedar feelings atau afeksi. Empati sejalan dengan logika, bukan hanya menilai secara subjektif, tetapi menjadi netral, masuk dalam cara pandang orang lain yang kemudian menyadari serta menerima banyaknya probabilitas yang dapat terjadi. Sehingga dalam hal ini empati berjalan. Boleh jadi, yang selama ini kita sebut sebagai empati hanyalah sebuah rasa kasihan karena mengabaikan begitu saja proses menjadi netral.

Empati sangat diperlukan didalam suatu hubungan, seperti halnya bonding antara orang tua dan anak. Dua berikutnya adalah seorang mother-preneur; Andien dan Dea Rizkita yang berbagi cerita mengenai menjadi orang tua adalah sebuah perjalanan memulihkan luka batin. Ketika Andien berpikir bahwa she is mentally not ready to have a kids karena belum memiliki ilmu parenting yang cukup, pada saat itu pula ia menyadari sepenuhnya bahwa menjadi orang tua adalah proses belajar seumur hidup. Ketidaksiapan Andien menjadi seorang Ibu, mengantarkannya pada sebuah journey puisi Kahlil Gibran “Anakmu bukanlah Milikmu”. Anak adalah sebagai invididu, bukan sama sekali sebuah piala ataupun proyeksi kedua orang tua.

Berbeda dengan Andien, Dea Rizkita telah melewati Postpartum Depression sebagai bagian dari muaranya menjadi seorang Ibu. Beberapa dari kita adalah generation role trauma, yang memiliki puing-puing luka dimana diri sendirilah yang harus merawatnya. Dea memiliki anak kecil dalam dirinya yang kekurangan waktu dan figur seorang Ibu. Sosoknya ada, namun perannya dipertanyakan. Meskipun terlihat baik-baik saja, namun Childhood Emotional Neglect (CEN) yang ditimbun terlalu banyak dalam kurun waktu yang cukup lama, boleh jadi akan menjadi boomerang untuk diri sendiri. Keinginan kerasnya untuk tidak menjadi seorang Ibu seperti orang tuanya terdahulu, mengantarkan Dea pada kondisi PPD (Postpartum Depression). Sampai saat dimana Dea menerima dan berdamai dengan diri sendiri karena sebetulnya tidak ada penyalahan yang benar. Menjadi orang tua bukanlah proses koreksi atas pola asuh orang tua kita terdahulu. Menjadi orang tua adalah perjalanan seumur hidup untuk belajar.

Pada digitalisasi era sekarang ini, informasi mengenai parenting, kesehatan mental dan sebagainya sangatlah mudah untuk diakses. Praktisi mindfulness sekaligus founder platform digital kesehatan mental santoshadotid, Adjie Santosoputro memberikan pernyataan bahwa, tsunami informasi yang terjadi lewat media sosial dapat meningkatkan kesadaran sehat mental. Namun, mudahnya akses informasi ini juga berpotensi menimbulkan dampak negatif yang salah satunya adalah self-diagnose. Hal ini berkorelasi dengan seiring meningkatnya mental issues yang terjadi. Namun layaknya missing puzzle, perbandingan yang tidak ideal antara penyitas dan praktisi kesehatan mental baik itu psikiater ataupun psikolog, mengharuskan setiap individu memiliki pemahaman yang cukup mengenai P3K untuk penyitas.

Disisi lain, Putra Wiramuda yang juga seorang praktisi mindfulness menambahkan tentang banyaknya fenomena missleading dalam penyampaian informasi seputar mental issues di media sosial. Dengan adanya freedom information ini, memupuk side effect bagi individu yang merasa edgy dengan label mental issuesnya. Perasaan edgy ini mengantarkan mereka pada pencarian validasi yang keliru atas self-diagnosenya.

Sebuah hubungan antar penyitas, praktisi, dan caregiver, bertemu pada situasi yang disebut mindfulness. Hidup disini kini, menyadari sepenuhnya tentang apa yang terjadi, tidak mengkhawatirkan apa yang akan terjadi dan juga tidak menyesali apa yang sudah terjadi. Seorang praktisi serta caregiver pun perlu sadar akan kapasitas diri untuk caring dan membantu.  Ketika sedang dihadapkan dengan situasi tertentu, manusia mempunyai kemampuan untuk berjeda. Ada space antara response dengan flight, fight, or freeze.

Berbicara mengenai space, Adam A. Abednego, co-founders dari menjadimanusia menceritakan tentang bagaimana awal mulai platform ini hadir. Di dasari dari keinginan Adam atas kesibukan terhadap pekerjaan kantor yang template untuk meng create ide baru sesuai passion, dan ditemani sebuah artikel toothbrush theory yang ia temukan di Linkedin, rilislah menjadimanusia. Toothbrush theory ini menjadi hal kecil yang sangat menarik. Menyikat gigi adalah rutinitas tiap bangun pagi yang mana sesibuk atau seterlambat apapun kita pasti akan menyempatkan diri untuk itu. Sama halnya dengan kebiasaan menyikat gigi, ketika kita ingin meng create sesuatu, coba untuk implementasikan toothbrush theory. Luangkan waktu beberapa jam dari 24 jam setiap hari untuk melakukan sesuatu yang ingin lakukan secara continuously. Dalam konsistensi akan tumbuh sistem yang mana dapat membantu individu untuk berkembang. Dari toothbrush theory, benefit yang didapat adalah menciptakan side hustle yang boleh jadi akan menjadi sebuah potensi untuk karir berkelanjutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun