Dunia dari kacamata anak-anak itu sangat sederhana, menyenangkan, indah, dan penuh warna seperti pelangi. Kita orang dewasa mungkin tidak berpikiran demikian tersebab telah dihadapkan oleh realita hidup dengan segala kompleksitasnya. Disadari ataupun tidak, masing-masing dari kita ada yang membawa sosok anak kecil dalam tubuh dewasanya. Ini bukan perkara mistis, melainkan psikologis. Hehe.
Sosok anak kecil yang bersemayam dalam tubuh Orang dewasa inilah yang disebut inner child. Dalam dunia psikologi populer, konsep Inner Child -- juga disebut sebagai the Divine Child, Wonder Child, the True Self, atau sederhananya, the Child Within. Konsep ini mengarahkan pada sebuah bagian dari kepribadian orang dewasa yang menyimpan perilaku, kenangan, emosi, kebiasaan, sikap, dan pola pikir saat kita masih anak-anak dan remaja.
Inner Child ini membawa perasaan takut, marah, rasa putus asa tapi mereka juga membawa perasaan kegembiraan, kesenangan, kegairahan dan juga cinta.
Saya sering mendapati teman yang menceritakan permasalahan di hidupnya. Tanpa mereka sadari permasalahan-permasalahan yang terjadi di masa dewasa sebenarnya merupakan permasalahan yang terjadi pada masa kanak-kanak, bahkan suatu permasalahan sepele yang terjadi dimasa kanak-kanak pun bisa menjadi permasalahan besar ketika dewasa.
Inner Child ini terbentuk akibat pola asuh orangtua, interaksi dengan saudara, teman sepermainan, guru, lingkungan sekitar, orang yang sudah dikenal bahkan orang asing.
Seperti yang dikatakan oleh psikolog Elly Risman, S.Psi., bahwa "Pembentukan kepribadian seseorang 20 persen ditentukan oleh sifat yang diturunkan dan 80 persen ditentukan lingkungan atau pola asuh. Nah, pola asuh dapat memengaruhi inner child seseorang."
Inner Child dalam diri kita sebenarnya bisa bertumbuh dewasa sesuai dengan usia kita. Namun bila kita mengalami trauma ketika kecil maka Inner Child kita akan stuck di usia saat dimana kita mendapat trauma atau pengalaman buruk dan tidak akan bertumbuh. Inner Child yang mengalami pengalaman baik akan terus bertumbuh dan semakin banyak Inner Child yang memiliki pengalaman baik akan semakin banyak pula memberikan energi yang positif untuk jiwa kita. Namun sebaliknya, jika di dalam DIRI kita terlalu banyak Inner Child yang mengalami pengalaman traumatik maka banyak  pula memberikan energi yang negatif untuk kejiwaan dan bisa berdampak buruk untuk kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H