Seringkali, orang-orang di sekitar saya, keponakan, adik-adik, mengatakan saya gak gaul. Kuper, kata mereka. Apa sebab? karena saya gak tau berita heboh dan viral di sosmed? He, apa iya segitunya? Hahaha, gak mungkin, kata sesuatu di kepala saya.
Yupz, gak mungkin saya gak perduli terhadap hal yang heboh di sosmed. Urat kepo saya belum putus. Rasa penasaran dan keinginantahuan saya akan apa saja yang jadi trending topic perbincangan di sosmed masih ada dan masih lumayan besar. Hal yang membedakan hanya, saya pilih-pilih berita.
Acapkali ketika orang-orang berbincang hal viral itu, saya malah tertarik hal lain. Kawan-kawan di gank Kompasianer Palembang (Kompal) tahu kebiasaan saya. Artinya, saya sedang tidak tertarik.
Untuk hal-hal yang buat saya tidak penting itu, saya lumayan cuek dan gak malu kalau saya tidak tau. Pstt, jangan ketawain ya kalau saya gak tau. Tepatnya malas tau siapa itu Dinda Hauw dan lain-lain, hahahaha.
Bedakan antara "tidak tau sama sekali" dengan "malas tau", "tidak tertarik" atau "tidak mau terlalu tau", gaes.
Kenapa demikian? Ya, buat saya pribadi kadang kita harus hemat energi, jangan ambil pusing pada jualan berita kanal-kanal, portal berita yang sekarang juga punya akun di IG, Twitter, Facebook, dan lain-lain. Tepatnya, kita harus skeptis dan pilih-pilih atau kritis terhadap apapun berita di sosial media kita.
Misal berita pembobolan akun rekening beberapa bank daerah dari struk ATM yang tercecer. Lalu katanya struk ATM tersebut diambil para kriminal, dicocokkan dengan data di Web KPU. Dapatlah mereka data nama, nama ibu kandung, dan sebagainya.
Lalu melapor ke bank, menemui petugas, dan katanya karena kelalaian petugas mereka bisa membuat buku baru dan kartu ATM baru, hm, hm.
Transaksi di ATM ➡️ struk isi nama lengkap dan saldo dibuang ➡ dipungut sindikat ➡️ dicari datanya ke KPU ➡️ dpt NIK, alamat, dll ➡️ bikin KTP palsu ➡️ bawa ke bank minta bikin kartu baru ➡️ dapet kartu ATM baru, kuras saldonya.
Mudah bukan membuatnya?
https://t.co/C623zkbRR8— Ajeng (@nibrasnada) July 24, 2020
Saya setuju bahwa banyak kejahatan berdasarkan penyalahgunaan data pribadi kita. Saya setuju bahwa data pribadi banyak disalahgunakan. Saya setuju bahwa kita harus berhati-hati menjaga data pribadi kita. Tetap saja, menghubungkan struk ATM dengan data di web KPU itu gak nyambung dan "bikin mual".
He, kebetulan saya nasabah salah satu bank daerah yang disebut itu. Karena penasaran, saya cari struk ATM saya (kebetulan saya memang tidak pernah membuang struk ATM).
See, hanya ada nomor call center, lokasi pengambilan, nomor resi dan waktu, nomor kartu 4 angka pertama dan 2 angka terakhir, jumlah yang ditarik, lalu saldo yang tersedia (tersisa). Kan tidak ada nama nasabah tampil di struk ATM tersebut. Kenapa bisa mendapat data macam-macam di web KPU?
Faktanya, kami pun membincang keanehan ini Kompal. Banyak asumsi, dan cukuplah konsumsi kami di Kompal.
Berita lain yang bikin mual juga banyak. Ada berita tentang sepasang muda-mudi langsung ditangkap di hotel budget ekonomis Redd**s karena video mereka sedang berbuat mesum viral akibat mereka lupa menutup gorden.
Saya sungguh bingung, berapa lama memangnya durasi "maen congklak" sepasang mahasiswa itu sehingga saat video cabul mereka menyebar lalu polisi siber datang ke hotel itu menangkap mereka.
Kan katanya yang begituan jam-jaman alias short time? Buat saya berita ini aneh. Belum lagi, siapa yang merekam, siapa yang mengupload di sosmed dan lain sebagainya.
3 (Tiga) Alasan Kenapa Kita Harus Kritis dan Skeptis Terhadap Berita Viral di Sosial Media
Pada beberapa titik kita harus skeptis dan pilih-pilih, pasang antene tidak langsung percaya atau kritis terhadap apapun berita di sosial media kita. Ada banyak alasan, kalau saya kelompokkan 3 (tiga) besar, inilah kira-kira alasannya menurut saya:
- Banyak berita dibuat asal jadi. Kadang terlalu lebay. Tidak berdasarkan data dukung yang valid. Kadang antara judul dengan isi tidak sejalan. Kadang memang isinya pun aneh. Percaya begitu saja berita demikian, buat saya berbahaya dan menyesatkan. Sesat berpikir. Sesat bertindak dan akan berakibat fatal.
- Berita kadang dibuat karena kepentingan. Ah saya gak mau macam kerbau dicocok hidung, percaya dan tunduk pada kepentingan orang lalu ikut membahas dan membuat berita makin mencuat. Padahal saya gak dapat apa-apa, buzzer juga bukan.
Sekalipun ada kepentingan, misal kepentingan saya, kepentingan organisasi, institusi, tetap saja berita harus valid dan tidak lebay. Malulah saya kalau tidak valid dan lebay.
- Penolakan terhadap proses pembodohan. Tidak kritis dan tidak skeptis, dengan kata lain percaya begitu saja pada apapun yang dijejalkan sosial media kita sama saja kita menyetujui proses pembodohan masyarakat. Buang waktu, kita jadi ikut bodoh. Orang-orang di sekitar kita ikut bodoh.
Begitulah 3 alasan kenapa harus kritis dan skeptis terhadap berita viral di sosial media menurut saya. Selain itu, ketika kita berkutat pada berita viral tersebut maka bisa mengurangi perhatin dan fokus kita pada hal penting yang seharusnya kita prioritaskan.
Kritis dan skeptis kadang memang harus kita lakukan terhadap apapun. Apalagi terhadap berita viral yang sering alay, lebay, dan memang harus kita kritisi dan pertanyakan kebenarannya.
Selain menghindari hal yang menyesatkan dan membodohi masyakarat, buang waktu juga kan kalau ikutan membahas berita lebay di sosial media dan memviralkannya.
Lebih baik, perbanyak baca buku (yang bagus), nonton film yang bagus, perbanyak amal dan perbanyak kontribusi positif lain di dunia nyata.
Alasan lain pasti banyak. Menurut kalian, gaes? sambung saja di komentar ya.
Salam Kompasiana. Salam Kompal Selalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H