Mohon tunggu...
Elly Suryani
Elly Suryani Mohon Tunggu... Human Resources - Dulu Pekerja Kantoran, sekarang manusia bebas yang terus berkaya

Membaca, menulis hasil merenung sambil ngopi itu makjleb, apalagi sambil menikmati sunrise dan sunset

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Pesona Labu Kuning, Menjalar di Tanah dan Merambah dengan Setia di Hati Penggemarnya

24 Juni 2020   13:19 Diperbarui: 24 Juni 2020   19:13 568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Labu Kuning di Pasar Temenggung Palembang

Dalam bayangan saya akan hari tua, ada sebuah rumah kayu mungil dengan halaman luas. Pada halaman luas itu ada banyak pepohonan, juga perdu dan semak produktif. Tentu saja dengan tanaman merambat dan menjalar. Baik menjalar dan merambat di para-para, maupun merambat di tanah. Entah bila saya miliki rumah mungil dari kayu dengan halaman luas seperti itu.

Diantara tanaman yang menjalar dan merambat di tanah, ada si Labu Kuning. Ya Labu Kuning Cucurbita moshata durch, tanaman yang akrab dengan lidah kita. Warnanya yang kecoklatan jingga akan memenuhi tanah dengan daunnya dan ranting mulai layu dan mengering.

Jika masa itu tiba, tentu saja saya akan memanennya dalam keceriaan. Kemudian menyimpannya dengan bahagia seperti bahagianya saya menyimpan setandan pasang tanduk matang baru dipanen. Seperti saya menyimpan bebarapa rumpun ubi kayu yang baru dicabut dan dibersihkan. Mereka semua sumber pangan yang bersahaja. Kapan saja dibutuhkan, bisa diolah menjadi banyak makanan.

Labu kuning ini lekat di ingatan saya. Saya mengingat zaman dulu ibu saya akan membuat kolak labu kuning sebagai salah satu menu buka puasa kami. Lain waktu Ayuk (kakak perempuan) saya tertua menambahkan labu kuning kukus yang dihancurkan ke dalam kue, entah cake atau bolu pandan.

Saya ingat juga nyai, nenek saya dulu sering membuat gulai labu kuning. Gulai santan pedas yang kadang dicampurnya dengan sayuran lain. Kadang diberi ikan kering, ikan salai. Kadang diberi udang kecil-kecil. Resep yang lalu diturunkan ke anak, menantu, bahkan ke cucunya.

Turun ke saya juga? sudah pasti. Tentu saja tidak seperti menurunkan ilmu kebal atau ilmu pikat seperti di film-film, hehehe. Saya, ayuk-ayuk, adik-adik, sepupu memperhatikan para nenek, ibu, bibi-bibi kami memasaknya. Jika enak, akan kami ingat kuat-kuat cara memasaknya. Sebagian ada yang mencatat resepnya. Sebagian ada bereksperimen memodifikasi lagi resep-resep tersebut. Ya, kira-kira seperti itu.

Sebagai lulusan Teknologi Hasil Pertanian yang nyemplung ke Perencanaan Pembangunan, hoby mengamati tanaman bahkan hingga ke area pengolahannya tidak pupus. Saya sering tidak bisa menepis kesukaan saya mengamati tanaman. Baik mengamatinya sebagai bahan pangan maupun mengamati seni kulinernya. 

Penasaran mau tau beberapa contoh resep Labu Kuning ala keluarga besar kami? Berikut 2 (dua) buah resep Labu Kuning, resep keluarga saya yang sudah saya publish di Cookpad.Indonesia. Yaitu; Kolak Rempah Labu Kuning, dan Gulai Pedas Labu Kuning Ikan Salai. Boleh dicoba kalau suka.  

Kolak Labu Kuning plus Ubi
Kolak Labu Kuning plus Ubi

Gulai Pedas Labu Kuning 
Gulai Pedas Labu Kuning 
Labu kuning bisa juga kita beli di pasar. Pasar tradisional dan pasar modern sekarang banyak dijual Labu Kuning. Sebab penggemar labu kuning itu banyak. Selain karena rasanya yang enak, juga kaya serat dan beta caroten. Konon labu kuning mengandung senyawa anti kanker membuat labu kuning begitu disukai. 

Bila beli 1 (satu) terlalu besar dan khawatir tidak habis, bisa beli yang sudah dipotong-potong ukuran lebih kecil.

Labu Kuning di Pasar Temenggung Palembang
Labu Kuning di Pasar Temenggung Palembang
Sudah Dipotong-potong Juga ada
Sudah Dipotong-potong Juga ada
Labu Kuning di Mall Farmer Market Palembang
Labu Kuning di Mall Farmer Market Palembang

Padagang juga suka karena komoditi labu kuning meski termasuk buah klimakterik (buah yang masih melakukan respirasi setelah dipanen atau dipetik dari tanamannya) tidak rewel untuk penanganan pasca panennya. 

Masa simpannya cukup panjang tanpa pendingin. Salah satu sebabnya karena tebalnya kulit serta rendahnya kadar air kulit Labu Kuning. Cukup disimpan di suhu ruang, dijaga jangan sampai kulitnya pecah atau terluka dan tidak tergenang air di lantai, aman.

Begitulah. Tetap saja saya mendambakan labu kuning milik sendiri. Saya tanam sendiri. Saya liat bagaimana dia tunas, tumbuh menjalar, berbunga, buah tumbuh hingga panen. Entah bila tiba masa dimana saya punya rumah kayu mungil dengan halaman luas. Diantara halaman itu Labu Kuning tumbuh dan menjalar dengan bahagia hingga ia menua dan siap saya panen.

Pesona dan Manfaat Labu Kuning

Labu Kuning alias Pumpkin alias Labu Parang dan Tabu Kuning ini memang mempesona bagi penggemarnya. Tidak saja karena rasanya  yang enak, berserat tapi lembut, punya sedikit rasa manis yang semriwing, warnanya yang cantik. Alasan lain karena manfaat dan khasiatnya. 

Seperti yang saya sebut di atas Labu Kuning kaya karbohidrat, dugaan saya mengandung pula sukrosa dan senyawa beta caroten yang mengandung vitamin A tinggi. Menurut para pakar Labu Kuning memiliki beberapa manfaat maknyus bagi tubuh manusia seperti Tinggi serat (dietary fiber) tapi kalori rendah; menajamkan penglihatan; mempercantik kulit; meningkatkan sistem kekebalan tubuh, anti kanker; memelihara kesehatan jantung dan lain sebagainya. Wow, siapa yang gak mau cantik dan sehat? Ayo konsumsi Labu Kuning. 

Tidak hanya di Indonesia, Labu Kuning  disukai di seluruh penjuru dunia. Lihat saja begitu banyak ragam masakan dengan bahan dasar Labu Kuning alias Pumpkin ini. Lihat saja betapa Labu Kuning disukai dan telah akrab dengan berbagai generasi di pelosok dunia.

Demikianlah. Labu Kuning itu pesonanya luar biasa bagi saya. Menjalar di tanah dengan bersahaja, dan merambah di hati penggemarnya dengan setia. Salam Kompasiana. Salam Kompal selalu.

Tulisan ini telah saya terbitkan di blog pribadi saya DISINI

Sumber: 1

Sumber Foto : Dok.Kompal
Sumber Foto : Dok.Kompal

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun