Telah kita lumuri dan rendam benang panjang dengan tumbukkan pecahan gelas hingga benang terasa keras dan tajam juga rasa berkerat
Kuingat kau mencoba benang itu dengan gigimu lalu kau tertawa. Sedang aku sibuk memasang benang itu diujung bilahÂ
Kita tertawa lepas di lapangan luas bak lapangan hanya milik kita. Tak hirau emak yang mencari sebab suara mak tertimpau desau angin yang berat
Kau berdiri dengan tangan memegang kaleng gulungan benang. Â Sedang aku di kemudi depan memegang ujung kiri dan kanan layangan sambil menunggu angin tampar pipiku lalu bergegas melepas layangan yang segera naik sekelebatÂ
Tanganmu menarik-narik benang menyocokkan dengan desau tarian angin hingga kulihat layangan kita telah di atas langut dan kita tertawa girang
Angin dan layangan kita keliatan cepat berkawan akrab. Layangan kita terlihat menari meliuk ke kiri dan ke kanan di langit biru cerah yang tak bergurat
Kita menikmati tarian layang-layang begitu lena hingga tak sadar bahwa di langit telah ada pula layangan kadir dan layangan Dulah
Tiba-tiba kras... tanganmu terasa ringan dan layangan kita tebas terputus oleh benang gelasan layangan kadir dan dulah hingga lepas Â
Segera saja kelompok pemburu layangan lepas berteriak "Layangan lego...." sambil berlarian kencang menyongsong layangan lepas kita
Seketika rasanya tubuhku ikut terbang melayang  pelan-pelan bersama layangan. Terbang sekuat yang aku bisa hingga luput dari kejaran para pemburu layangan lego  dan tersangkut di pohon tak jelas
Pohon tua yang daunnya telah rontokkon diri saat kemarau  hingga hanya menyisakan cabang dan ranting seakan tau doa lirih bocah kecil keras kepala yang tak sudi layangannya dijarah pemburu layangan lepas hingga menangkap layangan lepas kita dengan rantingnya yang bersahaja.