Sauya kecil hidup di tepi hutan bersama neneknya, Nenek Mesiah. Rumah tepi hutan dengan suasana khasnya. Sebuah rumah panggung tak terurus yang oleh Sauya kecil diubah menjadi rumah cukup rapi setelah ia membersihkan segala lemari dan dinding dengan rayap dan telur rayap di beberapa sisi dinding dan lemari kayu.Â
Sauya kecil yang kenyang oleh hikayat dongeng dan cerita ajaib sang Nenek. Sauya kecil yang ketika dewasa masuk ke dalam hutan nun jauh di kaki Gunung Dempo demi memetik Mawar Hitam. Mawar yang konon terlarang untuk dipetik karena harus tetap berada di habitat aslinya.
Cerita di atas adalah penggalan kisah dalam Novel Perempuan yang Memetik Mawar karya Dahlia Rasyad yang resensinya saya tulis di sini. Sebuah kisah pergolakan batin perempuan, isu gender, dengan diksi lokal yang menurut saya cukup memukau. Cukup untuk menggambarkan bagaimana suasana tepi hutan.Â
Penggalan kisah "Perempuan yang Memetik Mawar" itu begitu saja hinggap di kepala saya ketika beberapa narasumber memaparkan bahan mereka di acara Forest Talk With Blogger Palembang pada tanggal 23 Maret 2019 di Benteng Kuto Besak Teater & Restaurant di Palembang yang diselenggarakan oleh Yayasan Doktor Sjahrir.Â
Sebuah Organisasi Nirlaba yang dibentuk untuk meneruskan misi sosial almarhum DR. Sjahrir. Lembaga bergerak lintas sektor, termasuk bidang pendidikan, kesehatan, dan lingkungan.
Acara berlangsung sejak pukul 09.00 hingga 14.00 WIB. Setelah melihat-lihat pameran, ngobrol dan ngopi-ngopi serta sarapan Tekwan Palembang yang maknyus itu, saya dan para peserta mendengarkan paparan narasumber, antrara lain DR. Amanda Katili Niode (Manager Climate Change Reality Project Indonesia), DR. Atiek Widayati (Tropenbos Indonesia), Ir. Murni Titi Resdiana (Kantor Utusan Khusus Presiden bidang Pengendalian Perubahan Iklim), serta Mas Danujianto dari APP Sinar Mas.
Acara yang seru dan penuh manfaat. Saking terpesonanya, ada teman saya bilang materinya daging semua (he, maksudnya berbobot dan bermanfaat). Lebih memukau lagi karena 3 dari 4 narasumbernya adalah perempuan. Belum lagi panitia yang lebih banyak perempuan. Bahkan 2 dari 3 narasumber pengisi pameran dan demo adalah perempuan. Pesertanya, apalagi. Most of them's women.Â
Sebetulnya saya tidak begitu sreg dengan pengkotakkan perempuan vs laki-laki. Perempuan dan laki-laki harus mengambil peran pada kelestarian lingkungan dan hutan. Tetapi pada masalah pelestarian lingkungan dan hutan saya suka ketika perempuan banyak mengambil peran. Ada rasa yang sulit dijabarkan.Â
Rasanya.... seperti ibu pertiwi mulai bergerak, wew. Maksudnya, dengan banyaknya perempuan mengambil peran, semoga kelestarian lingkungan dan hutan menjadi hal yang cepat tercapai.Â
Katanya perempuan adalah rahim kehidupan, sebuah metafora yang menggambarkan perempuan dan sikap "keibuan" mereka akan membantu penyelamatan lingkungan dan hutan. Harapan saya begitu.
Banyak perubahan terjadi pada bumi kita. Perubahan yang tak bisa dihindari tapi seharusnya bisa kita kendalikan. Sebagaimana Thomas Robert Mathus mengatakan bahwa manusia bertambah menurut deret ukur, sedang bahan makanan bertambah menurut deret hitung. Dua hal yang sangat tidak seimbang yang ditenggarai membuat manusia melakukan eksploitasi terhadap lingkungannya.Â
Kegiatan manusia yang berlebihan menimbulkan peningkatan efek gas rumah kaca. Pemanasan global mengakibatkan perubahan iklim yang akhirnya menimbulkan dampak bencana bagi kehidupan dan tentu saja manusia. Kita memerlukan solusi berupa adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan lingkungan tersebut.
Berdasarkan data The Climate Change Reality Project (TCRP) yang dikemukakan DR.Amanda Katili Niode, Manager TCRP Indonesia, pemanasan global membuat 60 juta manusia mengalami dampak cuaca ekstrim. Di Indonesia, sampai  tahun 2018 ada 2.481 bencana terjadi dan ada 10 juta orang menderita akibat bencana tersebut.Â
Hal tersebut senada dengan paparan DR. Atiek Widayati tentang Pengelolaan Hutan dan Lanskap yang Berkelanjutan. Hutan kita mengalami deforestasi, degradasi dan konversi hutan. Hal lebih parah, mengakibatkan terjadinya bencana kebakaran hutan dan kabut asap juga bencana banjir. Oleh karenanya kita perlu upaya mengembalikan fungsi hutan melalui pengelolaan lanskap berkelanjutan.
Di sisi lain, menurut Ir. Murni Titi Resdiana, masyarakat sekitar hutan juga harus dilibatkan pada pengelolaan kelestarian hutan. Bagaimana menggerakkan ekonomi kreatif yang ramah lingkungan, ekonomi kreatif yang memanfaatkan hasil hutan secara berkelanjutan. Pohon ekonomi kreatif.Â
Nah peran perempuan dalam kelestarian hutan dan lingkungan, menurut saya salah satunya adalah pelibatan mereka pada ekonomi kreatif yang ramah lingkungan. Tidak saja perempuan sebagai pelaku ekonomi kreatif, juga perempuan sebagai konsumen produk yang ramah lingkungan tersebut.Â
Bicara soal eco product, saya tak bosan-bosannya kampanye ini kapan saja. Sebab Perempuan itu paling rentan jika terpapar residu dan kontaminasi pollutant terkait siklus kehidupan seperti kehamilan, perawatan bayi, balita dan keluarga.Â
Perempuan harus berani dan mulai menggunakan product yang eco friendly. Di sisi lain, perempuan juga harus mulai mengkampanyekan product ekonomi kreatif yang eco friendly.Â
Banyak juga kita kenal perempuan yang mulai berkecimpung di produk yang eco friendly. Di sekitar saya tinggal di Kota Palembang yang terkenal dengan sentra songket serta kain Jumputan Palembang, sudah mulai ada yang kembali pada pembuatan Jumputan Palembang menggunakan bahan alam dan pewarna dari alam seperti gambir, tawas, jelawe, dahan dan daun-daunan pepohonan. Seperti zaman dahulu, orang menggunakan bahan-bahan alam sebagai kain dan pewarna kain.
Ada Gambo Muba yang digerakkan oleh mba Thia Yufada mewadahi perempuan pengrajin Jumputan di kabupaten Musi Banyuasin. Selanjutnya, ada mba Anggi yang dulu adalah salah satu tutor di Gambo (artinya gambir) Muba, dengan Galeri Wong Kito yang produk khususnya adalah jumputan Palembang dengan bahan dan pewarna alam.Â
Begitulah. Perempuan dengan eco product lain tentu saja masih banyak. Paling tidak saya ikut senang bahwa di sekitar saya ada beberapa perempuan concern pada pengembangan eco friendly product yang memproduksi produk mereka dari bahan alami dan diproses secara alami pula. Tinggal kita bantu promosi dan gaungkan pengembangannya.ÂTidak kalah penting, tentu saja harus dimulai dari diri kita sendiri. Ayo cintai produk alami berbahan alam sebagai bagian dari pengelolaan menuju hutan lestari. Ya kenapa tidak, selain aman, nyaman, otentik, juga menopang pelestarian lingkungan.
Demikian kawan. Senang sudah mengikuti acara ini bersama kawan-kawan blogger dan Kompasianer Palembang. Acara yang seru, berkesan dan penuh manfaat.Â
Terimakasih kepada Yayasan Doktor Sjahrir yang telah mengadakan acara ini di Palembang. Terimakasih mba Katerina aka Travelerien yang sudah jauh-jauh hari kontak kami supaya Kompal ambil bagian pada acara ini. Terimakasih kepada mas Amri Taufik Gobel selaku moderator acara. Terimakasih kepada para Narasumber. Terimakasih kepada semua yang berpartisipasi pada acara tersebut.Â
Salam Kompal. Salam Kompasiana. Salam Eco Friendly Product. Salam lestari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H