Suatu siang dengan langit mendung yang saya lupa hari apa. Padang rumput menghampar di sela genangan air yang mereka sebut rawa dan gambut. Sebuah perahu sedang ditambatkan pada sepancang tonggak kayu.Â
Seorang perempuan setengah baya sedang asyik sendiri diantara padang rumput itu. Nyaris tak terlihat sebab ia mengenakan baju yang warnanya serupa warna rumput-rumput itu. Saya kira, perempuan itu memang sedang asyik sendiri dan tak ingin menonjolkan diri.
Gerakannya cepat, suasana hening. Hanya ada sehamparan rumput, angin yang menderu, langit medung, sebuah perahu tadi dan sebuah pisau yang disebutnya "lading", kadang arit, menemaninya. Srat sret srit, suara lading dan arit menebas rumput-rumput itu.
Pada hari yang lain, ia akan kembali ke hamparan rumput itu bersama beberapa perempuan lain. Begitulah sejak ia remaja. Sebab mereka perempuan desa di Pedamaran, sebuah kecamatan di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) yang telah belasan tahun berkawan dengan padang rumput di rawa itu. Padang rumput khas Rawa Lebak dengan tanaman purun.Â
Ya, Pedamaran di benak saya, selalu melekat ingatan tentang perempuan pengrajin purun dan penjala ikan rawa. Rawa yang di sana dikenal dengan nama lebak.Â
Telah puluhan tahun purun diolah perempuan di Pedamaran, hasilnya belum begitu besar bagi peningkatan pendapatan perempuan di sana. Cerita yang saya dengar kerajinan purun tak begitu menjanjikan, sebab harganya murah dan penjualan tidak begitu lancar karena kerajinan purun hanya digunakan oleh orang tertentu. Purun sungguh sebuah kekayaan seandainya ia dijaga dan dimanfaatkan dengan baik.Â
Kerajinan purun tidak laku dijual dengan harga yang sepadan. Penjualannya pun tidak sebanyak benda kerajinan tangan lain, sebab konon kerajinan purun hanya dinikmati oleh para konsumen dalam daerah di Sumatera Selatan. Itupun kelompok tertentu yang masih menggunakan tikar purun, tepak purun dan lain sebagainya.Â
Ya purun belum begitu besar kontribusinya pada share PDRB Kabupaten Ogan Komering Ilir. Mungkin itu sebabnya purun tidak ada dalam Buku Ogan Komering Ilir Dalam Angka. Lumayan membuat saya miris.
Peningkatan Nilai Jual Purun dan Pemasaran
Banyak hal yang harus dilakukan dalam rangak meningkatkan nilai jual kerajinan purun. Sebut dulu 3 Â (tiga) hal besarnya, promosi, pendampingan dan bimbingan perempuan pengrajin purun dan ketiga penciptaan pemasaran.Â
Pembeli purun akan melebar pangsanya jika ditopang promosi yang memadai. Tak hanya  mengajak perempuan pengrajin purun mengisi pameran dagang dan expo, hal lain yang tak kalah penting adalah promosi bahwa kerajinan purun adalah kerajinan yang layak digunakan karena berbahan organik dan sinergis dengan pembangunan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar rawa ekosistem rawa gambut. Sebuah eco product.
Pendampingan. Perempuan Pedamaran layak dan berhak didampingi. Entah dalam rangka meningkatkan kemampuan teknis mengolah purun menjadi barang kerjaninan yang selain bernilai seni juga user friendly dan ramah lingkungan. Sering diajak bimtek, kursus dan pembuatan kerajinan purun bahkan bimtek dan kursus tentang packaging dan label. Â
Selanjutnya, kelompok perempuan pengrajin purun juga harus didampingi supaya mereka mendapat pasar yang baik untuk produk mereka. Pasar yang menjamin harga sepadan dan pasar yang menjamin kontinyuitas pemasaran produk. Banyak cara yang bisa dilakukan, antara lain menghubungkan kelompok pengrajin dengan mitra pemasaran UMKM, perbankan dan lain-lain.Â
Penjagaan Lebak Rawa GambutÂ
Selain masalah rendahnya nilai jual dan masih terkendala pemasaran kerajinan Purun, padang gambut basah yang mereka sebut lebak dan rawa itu sudah berkurang luasannya oleh berbagai sebab seperti alih fungsi lahan karena keperluan budidaya, baik menjadi lahan pemukiman maupun menjadi areal perkebunan sawit. Hal yang berakibat pada berkurangnya luasan habitat purun. Purun kini mulai berkurang. Perlu uluran tangan Pemerintah Daerah setempat juga pemerhati lingkungan terkait hal ini.Â
Luas Lahan gambut di Kecamatan Pedamaran, Kabupaten Ogan Komering Ilir adalah 120.000 hektar, begitu besar prosentasenya dibandingkan luas total Kecamatan Pedamaran yang sebesar 150.000 hektar.Â
Dari luasan tersebut, sebagian besar didominasi tanaman purun. Kini luasan tersebut semakin menurun. Konon sebelum tahun 2015 luasan gambut yang ditumbuhi purun hanya tinggal 1000 hektar. Semakin kesini luasan tersebut semakin berkurang.
Alih fungsi adalah hal yang tak terhindarkan. Tetapi paling tidak ada upaya menjaga ketersediaan Rawa Lebak Gambut tetap di atas ambang yang aman bagi lingkungan juga bagi penyediaan habitat tumbuh tanaman purun.Â
Beberapa tahun lalu, tepatnya Tahun 2017 terjadi demonstrasi masyarakat Pedamaran yang menuntut Pemerintah kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) untuk segera mengeluarkan regulasi tentang perlindungan ekosistem gambut purun dan segera tetapkan area gambut purun seluas 300 hektar sebagai kawasan pemanfaatan tradisional masyarakat Pedamaran.
Begitulah. Akan kemanakah kisah purun ini muaranya? Harapan saya semoga pada akhirnya akan menjadi kisah manis. Perempuan dan padang rumput purun di Rawa Lebak itu, aku padamu.
Salam Kompal. Salam Kompasiana.
Sumber:
1. Tikar Purun, Kearifan Lokal Masyarakat Pedamaran