Mohon tunggu...
Elly Suryani
Elly Suryani Mohon Tunggu... Human Resources - Dulu Pekerja Kantoran, sekarang manusia bebas yang terus berkaya

Membaca, menulis hasil merenung sambil ngopi itu makjleb, apalagi sambil menikmati sunrise dan sunset

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Loving Pablo dari Puncak Merah

15 Desember 2018   09:01 Diperbarui: 15 Desember 2018   16:44 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: gilafilm.id

Langit mendung. Pohon-pohonan terlihat melesat.  Jalanan ramai merangsek pikiran. Di sebelah kanan, seorang teman sedang menatap pesan singkat whatsapp di hpnya lekat-lekat. Sesekali terdengar suara klakson kendaraan yang lalu lalang. Ini jalanan Jakarta, kawan.

Saya dan teman tadi sedang berada di jalanan Jakarta yang riuh meski langit mendung.  Kami berada di dalam taksi online yang mudah saja dipesan oleh kawan tadi dengan hpnya. 

Diantara taksi online yang sedang melaju ini,  tiba-tiba saja saya mengingat Pablo. Pablo yang kadang-kadang terdengar sebagai Boplo di telinga saya, entah kenapa. Pablo yang tubuhnya tembam, suara serak bak elang mengeram. 

Menyaksikan Pablo rasanya seperti menghirup secangkir kopi pahit yang asapnya mengepul dan mengenai wajah sendiri, sensasinya, ah kau taulah. Seperti membangkitkan semangat, menghalau pikiran-pikiran lain hingga kau tetap pada satu pikiran. 

Pikiran yang tetap dan menimbulkan rasa yang tak jelas.  Sebab pablo memiliki daya tarik misterius. seperti menghirup secangkir kopi pahit yang tanpa gula. Pahit, tapi rasanya kuat dan membangkitkan semangat, ia membukakan mata.

Pablo dii mata saya, ia menarik.  Tak saja karena ia berani, lebih lagi sebab ia menyayangi wanita. Tentu saja, wanitanya.

Memandang Pablo dari tempat tidur di Hotel Puncak Merah ini, diantara rasa lelah setelah menyelesaikan urusan pekerjaan, rasanya seperti sebuah hadiah pengantar tidur. Mata saya yang mulai meredup saya kuatkan demi memandangi Pablo. 

Loving Pablo. Apakah Pablo layak dicintai sehingga ada sosok yang melihatnya dengan cinta yang begitu rupa ? Seperti yang saya katakan tadi, diantara banyak karakter egois dan karakter setan Pablo, dia memuliakan wanitanya. Haha, dia memandang wanita sebagai mahluk indah baik di fiksi maupun di dunia nyata.   

Apakah saya mencintai Pablo...? Cinta yang begitu kuat ?. Ya, jika saya adalah Virginia Vallejo, wanita cantik istimewa Pablo. 

Virginia Vallejo, seorang jurnalis televisi papan atas di Kolumbia. Wanita yang semula memandang Pablo dengan rasa ingin tau yang kuat dan akhirnya luluh pada cinta dan menjadi kekasih istimewa Pablo. 

Pablo yang memanjakan wanitanya. Wanita-wanitanya. Sebab para Wanita Pablo banyak. Tak hanya istri sah wanita sederhana di rumah dengan dua anak mereka. Tak hanya Virginia Vallejo yang cantik pintar dan paling sensual. Tentu saja wanita cabe-cabean di wilayah Medelin yang memuja Pablo. 

Diantara para wanitanya, Pablo tetap menyayangi dan memuliakan wanita sederhana yang  adalah istri sahnya, wanita yang memulai hidup dengannya ketika Pablo belum memiliki apa-apa.

Ya Pablo. Pablo Escobar yang namanya dikenal sejagad. Bandar narkoba dari Kolumbia. Bagaimana dia membangun bisnis barang haram (Narkobanya). Bagaimana dia  ingin menguasai dunia dengan bisnisnya. Pablo dengan ambisi-ambisinya.

Loving Pablo, film tentang kehidupan Pablo Escobar dalam pandangan kekasihnya Virginia Vallejo. Pasangan unik yang diperankan dengan apik oleh Javier Bardem dan Penelope Cruz yang di dunia nyata adalah suami istri.

Apakah istimewanya dari sikap begundal Pablo bagi saya ? Sebajingan dan sebegundal Pablo, dia lebih pintar dari para Lelaki begundal Indonesia yang rumah tangganya hancur karena godaan wanita simpanan, entah disebut istri siri atau istri sara atau istri jadi-jadian.  

Begitulah Pablo. Loving Pablo, Pablo Escobar yang saya saksikan semalam dari tayangan channel televisi di hotel puncak merah. Sebuah film yang meski sangat menarik minat saya, tak kuasa saya selesaikan sebab saya tertidur. Tertidur karena rasa lelah yang begitu mendera hingga pukul lima dini hari teman saya membangunkan saya, oh.

Taksi online ini terus melesat. Bayangan pepohonan yang silih berganti dengan dinding jalan tol.  Langit, masih saja mendung.  Kendaraan di jalanan yang mulat macet andai kami tak memasuki jalan tol. Tiba-tiba, sretttt...., taksi online ini berhenti. Rupaya kami telah tiba di terminal 3 bandara Soekarno-Hatta. Adios Pablo. ..

Sumber: Dok.Kompal
Sumber: Dok.Kompal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun