Mohon tunggu...
Elly Suryani
Elly Suryani Mohon Tunggu... Human Resources - Dulu Pekerja Kantoran, sekarang manusia bebas yang terus berkaya

Membaca, menulis hasil merenung sambil ngopi itu makjleb, apalagi sambil menikmati sunrise dan sunset

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Bisnis Duku Palembang Manis yang Tak Begitu Manis bagi Petani

24 Oktober 2018   16:12 Diperbarui: 24 Oktober 2018   20:37 1834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tiap kali menjelang akhir tahun saya selalu terpikir dengan liburan akhir Tahun. Liburan menyusuri Kampung-kampung di Sumatera Selatan.

Kampung asli saya sebetulnya cuma satu yaitu sebuah desa di Kabupaten OKU Timur. Tapi liburan ke kampung yang saya maksud tidak melulu harus ke Kampung asal. Tiap turun ke kabupaten/kota di Sumatera Selatan, saya merasa sedang pulang Kampung. Entah mengapa. 

Nah perkara pulang menyusuri kampung di kabupaten/kota se-Sumatera Selatan ini, jika menjelang akhir tahun suasananya nyaris sama. Saya akan disambut dengan ramainya pedagang buah dadakan di sepanjang jalan lintas sumatera dan lintas tengah, termasuk lintas komering.

Jika sedang panen Nenas, maka buah Nenas dijajakan di sepanjang jalan. Kadang buah durian, Labu, bahkan Petai. Perjalanan mudik yang meriah. 

Akhir tahun sampai dengan bulan April biasanya jalanan akan meriah oleh Buah Duku. Tau kan buah Duku gaes? taulah ya, kalau gak tau kebangetan, hehe. Duku alias Lansium domesticum Corr. Terdapat banyak pendapat yang berbeda tentang asal usul tanaman duku. 

Ada yang menyebutkan duku berasal dari Asia Tenggara bagian Barat, di Thailand dari sebelah Barat sampai Kalimantan di sebelah Timur. Tanaman duku merupakan tanaman buah yang berupa pohon yang berasal dari Indonesia/daerah Asia lainnya.

Sumber: bisnisukm.com
Sumber: bisnisukm.com
Saat ini populasi duku sudah tersebar secara luas di seluruh pelosok nusantara. Tanaman ini sangat cocok untuk Indonesia yang beriklim tropis. Dan Sumatera Selatan adalah salah satu sentra utama penghasil Duku di Indonesia.

Jika Orang Jakarta menyebut Duku Palembang, sesungguhnya penghasil utamanya adalah Kawasan Komering, Kabupaten OKU Timur, OKU Selatan, termasuk pula di Kabupaten OKI dan Muara Enim. 

Entah kenapa jadi ingin menulis soal buah Duku ini. Sebab duku itu menemani perjalanan kehidupan saya. Nyaris tidak ada anak Palembang yang tak dekat dan tak lekat dengan buah duku. 

Jika musim duku tiba, maka perjalanan mudik adalah hal yang semakin seru dan manis dengan perhentian sejenak membeli duku itu. Makan duku di kebun sepuasnya. 

Duku Palembang, tepatnya Duku Komering yang bagi saya adalah Buah Duku yang Terbaik se Indonesia. Duku yang kulit buahnya tipis dan mulus, dagingnya tebal dan bening, nyaris tanpa biji, serta rasanya sangat manis.

Konon lumpur endapan DAS Sungai Musi di Kawasan Komering memberi zat hara khusus sehingga tanaman Duku berkembang baik dan menghasilkan duku terbaik dengan rasa duku paling manis. 

Adalah beruntung sekali jika bisa membeli langsung di kebun. Kita bisa melihat langsung bagaimana buah duku itu meranum di tangkainya. Tangkai-tangkai duku yang dipenuhi buah duku berwarna kuning kecoklatan. Wah bagi saya itu menakjubkan.

Sayang, kondisi usaha perkebunan duku beberapa dekade saat ini tidak memungkinkan lagi untuk kita membeli buah duku langsung ke kebun, kecuali kebunnya punya sendiri atau punya saudara kita? Kenapa? Karena hampir semua usaha/bisnis kebun duku itu sudah diborongkan. 

Pemborong membeli duku sejak buah duku masih hijau, mungkin 2-3 minggu menjelang matang. Lalu pemborong akan membawa buah duku ke pedagang di Pasar Induk Kramat Jati. Duku yang dijual di meja sepanjang jalan adalah duku sisa borongan.

Akibatnya bisa ditebak, kelompok yang paling diuntungkan oleh usaha Duku ini adalah Pemborong dan Pedagang di pasar induk. Bisnis Duku palembang manis itu tidaklah begitu manis bagi petaninya.

Sumber Foto: kompasiana.com/wardhanahendra
Sumber Foto: kompasiana.com/wardhanahendra
Meski rata-rata petani duku tidak menggantungkan hidup semata-mata pada kebun duku mereka sebab mereka juga mengusahakan komoditi lain (bukan monokultur), rasanya sayang sekali jika bisnis duku manis itu tak begitu memberikan keuntungan yang manis bagi petaninya. Tapi ya susah juga dicapai mengingat Kebun Duku memang tidak dianggap kebun utama, hanya dianggap tanaman sampingan. 

Konon hanya sedikit petani Duku yang serius menggarap usaha kebun dukunya. Sisanya, ya menganggap kebun duku sebagai sampingan.

Saat hampir panen pohon duku di kebun sudah diborongkan, apalagi jika saat jelang panen itu petani sedang membutuhkan uang. Dengan mudah kebun duku mereka borongkan ke pemborong. Dengan sistem borongan tersebut, bagian yang mereka dapat dari penjualan duku hanya kisaran 24-28% dari keuntungan yang seharusnya mereka terima. Padahal jika mereka kelola sendiri penjualannya, bisa menghasilkan keuntungan yang manis kebun duku mereka itu.

Bayangkan, satu pohon duku yang produktif bisa menghasilkan 10-20 peti atau lebih  duku. Jika satu peti beratnya sekitar 15 kg, kalikan saja pendapatan dengan keuntungan sekian ratus rupiah per satu kilogram duku.  Pengalaman pemborong lain, satu peti saja keuntungan pemborong sebesar 10 ribu rupiah. Sementara, sekali trip penjualan borongan duku mengangkut sekitar 300 peti duku. Bayangkan. Jadi pengen punya kebun duku, swear.

Kelihatannya memang diperlukan perbaikan bisnis duku ini. Petani perlu dikenalkan pada mata rantai penjulan duku, sekaligus bimbingan agribsinis bagi petani duku, termasuk perbaikan pemasaran duku.

Begitulah. Menanti ada gebrakan yang akan membuat petani Duku bangkit, meraih keuntungan yang lebih manis. Petani yang mengelola sendiri penjualan buah dukunya. 

Salam kompak selalu. Salam Kompal. Salam Kompasiana. Salam Nusantara. Salam Duku Manis Palembang yang saatnya akan manis bagi petaninya.

Sumber: Dok.Kompal
Sumber: Dok.Kompal
Sumber: 

1. Keragaan pemasaran Duku Palembang
2. Marwan, Pemborong Duku Bisa Beli Terrano

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun