Mohon tunggu...
Elly Suryani
Elly Suryani Mohon Tunggu... Human Resources - Dulu Pekerja Kantoran, sekarang manusia bebas yang terus berkaya

Membaca, menulis hasil merenung sambil ngopi itu makjleb, apalagi sambil menikmati sunrise dan sunset

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Bisnis Duku Palembang Manis yang Tak Begitu Manis bagi Petani

24 Oktober 2018   16:12 Diperbarui: 24 Oktober 2018   20:37 1834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: Kompas.Id

Adalah beruntung sekali jika bisa membeli langsung di kebun. Kita bisa melihat langsung bagaimana buah duku itu meranum di tangkainya. Tangkai-tangkai duku yang dipenuhi buah duku berwarna kuning kecoklatan. Wah bagi saya itu menakjubkan.

Sayang, kondisi usaha perkebunan duku beberapa dekade saat ini tidak memungkinkan lagi untuk kita membeli buah duku langsung ke kebun, kecuali kebunnya punya sendiri atau punya saudara kita? Kenapa? Karena hampir semua usaha/bisnis kebun duku itu sudah diborongkan. 

Pemborong membeli duku sejak buah duku masih hijau, mungkin 2-3 minggu menjelang matang. Lalu pemborong akan membawa buah duku ke pedagang di Pasar Induk Kramat Jati. Duku yang dijual di meja sepanjang jalan adalah duku sisa borongan.

Akibatnya bisa ditebak, kelompok yang paling diuntungkan oleh usaha Duku ini adalah Pemborong dan Pedagang di pasar induk. Bisnis Duku palembang manis itu tidaklah begitu manis bagi petaninya.

Sumber Foto: kompasiana.com/wardhanahendra
Sumber Foto: kompasiana.com/wardhanahendra
Meski rata-rata petani duku tidak menggantungkan hidup semata-mata pada kebun duku mereka sebab mereka juga mengusahakan komoditi lain (bukan monokultur), rasanya sayang sekali jika bisnis duku manis itu tak begitu memberikan keuntungan yang manis bagi petaninya. Tapi ya susah juga dicapai mengingat Kebun Duku memang tidak dianggap kebun utama, hanya dianggap tanaman sampingan. 

Konon hanya sedikit petani Duku yang serius menggarap usaha kebun dukunya. Sisanya, ya menganggap kebun duku sebagai sampingan.

Saat hampir panen pohon duku di kebun sudah diborongkan, apalagi jika saat jelang panen itu petani sedang membutuhkan uang. Dengan mudah kebun duku mereka borongkan ke pemborong. Dengan sistem borongan tersebut, bagian yang mereka dapat dari penjualan duku hanya kisaran 24-28% dari keuntungan yang seharusnya mereka terima. Padahal jika mereka kelola sendiri penjualannya, bisa menghasilkan keuntungan yang manis kebun duku mereka itu.

Bayangkan, satu pohon duku yang produktif bisa menghasilkan 10-20 peti atau lebih  duku. Jika satu peti beratnya sekitar 15 kg, kalikan saja pendapatan dengan keuntungan sekian ratus rupiah per satu kilogram duku.  Pengalaman pemborong lain, satu peti saja keuntungan pemborong sebesar 10 ribu rupiah. Sementara, sekali trip penjualan borongan duku mengangkut sekitar 300 peti duku. Bayangkan. Jadi pengen punya kebun duku, swear.

Kelihatannya memang diperlukan perbaikan bisnis duku ini. Petani perlu dikenalkan pada mata rantai penjulan duku, sekaligus bimbingan agribsinis bagi petani duku, termasuk perbaikan pemasaran duku.

Begitulah. Menanti ada gebrakan yang akan membuat petani Duku bangkit, meraih keuntungan yang lebih manis. Petani yang mengelola sendiri penjualan buah dukunya. 

Salam kompak selalu. Salam Kompal. Salam Kompasiana. Salam Nusantara. Salam Duku Manis Palembang yang saatnya akan manis bagi petaninya.

Sumber: Dok.Kompal
Sumber: Dok.Kompal
Sumber: 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun