Mohon tunggu...
Elly Suryani
Elly Suryani Mohon Tunggu... Human Resources - Dulu Pekerja Kantoran, sekarang manusia bebas yang terus berkaya

Membaca, menulis hasil merenung sambil ngopi itu makjleb, apalagi sambil menikmati sunrise dan sunset

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama FEATURED

Memaknai Kehidupan Senja yang Sederhana nan Produktif dari NH Dini

7 Oktober 2018   12:38 Diperbarui: 4 Desember 2018   20:13 5342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kompas.com/P Raditya Mahendra Yasa

Entah kenapa dalam seminggu ini pikiran di kepala saya beberapa kali hinggap pada sosok beliau. Di antara keriuhan timeline oleh kasus Ratna Sarumpaet, nama beliau muncul begitu saja. Seolah berkata, hai Elly, sedang apa kau, nduk?

Yupz siapa tak kenal NH Dini yang nama lengkapnya Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin. Penulis yang dilahirkan di Semarang, 29 Februari 1936. 

Nh Dini, novelis, sastrawan yang aktif menulis sejak masih belia. Beliau meraih penghargaan Seni untuk Sastra dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada Tahun 1989 dan beberapa penghargaan lain. 

Beberapa penghargaan lain itu seperti meraih SEA Write Award di bidang sastra dari Pemerintah Thailand pada Tahun 2013.

Beliau juga meraih Lifetime AchievmentAward dari Ubud Writes and Readers Festival (UWRF)  pada Tahun 2017 yang diberikan langsung oleh Janet DeNeefe, pendiri dan Direktur UWRF di Ubud, Bali. 

Saya menyimpan nama NH Dini lekat-lekat di ingatan sejak saya remaja. Tidak saja sebab karya-karyanya, juga karena nama beliau indah bagi saya. Kalau tidak salah arti nama beliau adalah Cahaya Hidup Sri Hardini Siti Nukatin. Entah apa makna Sri Hardini. Setahu saya Sri dalam Bahasa Jawa itu melambangkan kebaikan.

Sedangkan panggilan "Dini", entah kenapa di ingatan saya selalu identik dengan sebentuk bayangan perempuan mungil, lembut dan sopan. Keponakan saya bernama Dini, lembut bicaranya, sopan, manis pula.

Teman di kantor bernama Dini, tak jauh beda. Bu (NH) Dini, menurut perkiraan saya bisa jadi juga lembut, sopan dan sudah pasti manis. Semanis dan seindah karya-karya sastranya.

Sumber Foto: Sunardian Widodo
Sumber Foto: Sunardian Widodo
Betapa banyak buku karangan beliau dibahas pada saat saya SMA. Kebetulan guru SMA saya dulu jagoan banget mengenalkan sastra kepada kami siswanya. Dari Sutan Takdir Alisyahbana sampai Naquib Mahfudz. Dari Marianne Katoppo sampai NH Dini. Semua beliau bahas dengan apik bersama kami. Sampai Sekarang saya masih ingat siapa saja nama Tokoh Roman Layar Terkembang STA, hiks.

Maka kenangan membahas karya NH Dini itu menyeruak begitu saja bersamaan dengan jemari saya yang menemukan halaman tentang beliau yang entah kenapa terbuka di HP saya. 

Mungkin karena ingatan tentang karya beliau begitu lekat, tanpa sadar jemari saya seperti remote control menemukan halaman tentang beliau. 

Sebelumnya, ya sudah beberapa kali juga membaca tentang aktivitas terkini beliau. Sebab saya suka karya-karya NH Dini. Rata-rata tulisan beliau tentang kehidupan perempuan, meski beliau enggan disebut feminis.

Di antara seregukan kopi, halaman tentang kehidupan NH Dini saya baca. Bagaiamana kehidupannya kini. Bagaimana aktivitas sehari-hari beliau yang walau telah cukup sepuh tapi sehat segar dan tetap aktif menulis serta sering pula menjadi narasumber acara kepenulisan pada usia 82 tahun.

Dari membaca ulasan tentang beliau baik di wikipedia, artikel CNN dan artikel beberapa majalah yang telah mewawancarai beliau, agak pahamlah saya kenapa rata-rata tulisan beliau tentang  kehidupan perempuan, meski beliau enggan disebut feminis

Sumber Foto:Medium.com
Sumber Foto:Medium.com
NH Dini yang pada usia 24 tahun menikah dengan Diplomat Perancis Yves Coffin pada tahun 1960, lalu diboyong suami. Beliau hidup di luar negeri dimana saja sang suami bertugas.

Hidup yang berpindah-pindah, dari Manila, Perancis, hingga Amerika Serikat. NH Dini yang akhirnya memilih berpisah dari suami pada Tahun 1984 dimana sebelumnya beliau sakit sejak Tahun 1975.

Tentulah bukan keputusan yang mudah, dan takzim saya pada beliau. Seperti kata orang-orang Hidup tak semulus paha Cheryybelle (itupun rasanya Cherrybelle pake stocking, wew), begitupun kehidupan Rumah tangga NH Dini. 

Tahun 1984, saat saya sedang lincah-lincahnya sebagai remaja dan mengagumi karya beliau, rupanya beliau sedang tertatih pulang ke tanah air dan sedang memperjuangkan hidupnya. NH dini yang akhirnya kembali menjadi warganegara Indonesia setelah sidang naturalisasi kewarganegaraan di Semarang.

Perjuangan pulang ke tanah air  adalah cobaan yang berat. Bagaimana beliau menghidupi diri sendiri setelah perceraian dimana NH Dini tidak mendapat tunjangan apa-apa dari suami. Buat saya sebuah langkah yang hebat dan tidak mudah.

Apalagi beliau  meninggalkan kedua anaknya (Marie Claire Lintang dan Piere Louis Padang) yang menjadi hak perwalian suami.

NH Dini yang setelah pulang tanah air lalu menghidupkan kembali Taman Bacaan Sekayu di Semarang , kota kelahirannya. NH Dini yang untuk awal hidup pulang kembali di tanah air harus di-support oleh beberapa kerabat dan saudaranya. 

Support akhirnya juga diberikan oleh banyak kalangan, tidak saja Ratu Hemas dan Sultan Hamengku Buwono X, sudah pasti kedua anaknya. Anak bungsunya Piere Louis Padang  itu sutradara Despicable Me dan Minions yang terkenal itu loh.

Beberapa hal yang menurut saya patut diajungi jempol dari NH Dini dan bisa dijadikan acuan banyak perempuan baik yang double maupun yang single fighter antara lain adalah:

  1. Ketegarannya dan keberaniannya pada kehidupan. Memilih hidup berpisah, manakala tak lagi menemukan kecocokan dan penghargaan dari suami. Kehidupan NH Dini setelah menikah dengan Yves Coffin yang konsulat Perancis itu tidaklah mudah. Sangat memprihatinkan malah. Bisa dibaca DISINI. Saya bisa membayangkan penderitaannya. Euh, sok teu banget ye
  2. Keberanian untuk bangkit dan menata hidup tanpa banyak mengeluh. Buat saya ini lebih harus  diacungi jempol lagi. Kehidupan yang cukup pahit pun setelah beliau pulang ke tanah air dimana beliau menderita sakit dan tidak punya uang hingga harus menjual barang-barangnya. Beliau tidak curcol kemana-mana. Curcolnya pada Gusti Allah. Sebagai penulis pastilah kepahitan hidup itu ada dalam entah berapa saja novelnya. Menurut CNN, beberapa novelnya berisi catatan kehidupan beliau. Kita bisa melihat hal tersebut pada kenangan hidup NH Dini
  3. Ketegaran untuk hidup sendiri dan tetap eksis berkaya. Tanpa pendamping di usia tua, jauh dari anak cucunya tapi tetap eksis berkarya, buat saya ini sangat huebat kali. Tidak semua perempuan penulis yang usianya senja dianugrahi kesehatan dan tetap eksis pula berkaya. Beliau melukis, mengaktifkan sanggar bacanya dan aktif menulis. Ada beberapa karya beliau pasca perceraian dan pulang di Indonesia, seperti Pertemuan Dua Hati, Hati Yang Damai, Dari Parangkik ke Kampuecha, dan yang baru saja diterbitkan Gunung Ungaran.Sebab menulis itu konon bisa mengurangi kepikunan. Dan itu terbukti pada beliau. Beliau rajin mencatat setiap detil hal yang menurut beliau menarik dan setelahnya dituangkan dalam tulisannya.
  4. Selalu senyum bahagia. Meski tetap tinggal di panti Wredha atas pilihan beliau sendiri (Konon sejak 10 tahun terakhir Piere yang telah suskes rajin mengirimi ibunya uang), beliau terlihat bahagia dan menikmati hidup. Saat saya pandangi foto beliau kini, wajah yang segar, rambut yang sudah memutih tapi terlihat berkilau cahaya dan senyumnya yang sumringah di mata saya. Itu menandakan bahwa beliau bahagia.

Begitulah. Tanpa harus membandingkan NH Dini dengan perempuan usia senja yang lain yang sedang terkenal di Indonesia, menurut saya begitulah seharusnya perempuan baik yang double apalagi yang single fighter mengisi masa tuanya. 

Hidup indah, jujur dan sederhana tapi bahagia, ikhlas pada kehidupan dan tetap berkarya. Ah rasanya ini juga berlaku untuk laki-laki, yekan.

Meski masih fit, karena usia uzur konon beliau harus berkala mengobati vertigonya dengan suntik akupuntur.

Mengingat kontribusi beliau yang sangat besar terhadap dunia sastra Indonesia, rasanya sangat wajar jika Pemerintah memberi perhatian pada NH Dini. Semoga bu Iriana dan Pak Jokowi membaca tulisan ini.

Sampai detik ini saya belum menemukan nomor kontak NH Dini. Jika ada di antara kompasianer memiliki alamat email atau WA nya mohon saya dikabari. Buat apaahhhh? Ya pengen ngobrol langsung, seandainya beliau berkenan. 

Jika ada isi postingan ini kurang sesuai dengan fakta yang dirasakan Bu NH Dini, saya siap mengkoreksi Bu. Semoga  tetap sehat dan berkarya Bu NH Dini. Salam hormat dan takzim.

Demikian. Selamat berakhir pekan. Salam Kompak selalu. Salam Kompal. Salam Kompasiana. Salam Nusantara. Salam bahagia dan produktif berkarya seperti bu NH Dini.

Sumber: Dok.Kompal
Sumber: Dok.Kompal
Sumber:
NH Dini, Wikipedia
Membaca Jejak NH Dini, CNN
NH Dini mendapat Award UWRF 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun