Menulis itu hak siapa saja. Bahkan burung-burungpun menulis ketika ia mengepakkan sayap dari pohon satu ke pohon lain (kuanggap ia menulis di langit untuk mengatakan bahwa cuaca sedang cerah). Maka kau yang menyebut dirimu penulis, menulislah dengan sungguh-sungguh sehingga layak menyebut dirimu penulis. Bukan karena tidak ada perkerjaan yang tersedia untukmu alias pengangguran.
Begitulah. Tetapi, pengangguranpun boleh memilih status sebagai penulis. Jika itu pilihannya, maka lakukan secara sungguh-sungguh. Bukan sekadar menutupi status "Menganggur" itu. Menulis dengan profesional. Pelajari prosesnya, resapi tahapannya, jalani dengan sungguh-sungguh. Sukses atau tidak, itu soal lain.
Menulis itu, keren kalau dilakukan dengan gaya sendiri. Belajar tentang bagaimana penulis hebat menulis, boleh saja, asal setelahnya kau cari gaya sendiri. Menulis itu tidak ribet dengan teori, pokoknya menulis. Menulis dengan kreatif, menulis dengan cara dan gaya sendiri. He, saya agak benci dengan promosi gencar industri penerbitan buku (baik indie maupun yang reguler) yang terus-terusan berkata "Untuk bisa menulis, maka banyaklah membaca buku". Seperti ucapan, belilah buku kami, lalu buatlah buku, terbitkanlah buku dengan kami. Ohhohoho.
Menulis itu, sebenarnya bagaimana kau menangkap, mengendapkan dan mengembangkan ide dengan membaca. Ya membaca. Tidak melulu buku, dan bisa jadi bukan buku. Membaca alam. Membaca fenomena. Bacalah perstiwa yang ada di sekitarmu. Membaca dengan pikiran, dengan jiwa dan sense yang kau punya. Endapkan, Munculkan. Ajak dia berdialog. Biarkan mengalir. Ia akan menemukan bentuknya saat dituliskan. Menulis seperti angin bertiup. Menulis seperti ciuman kupu-kupu. Menulis seperti air mengalir. Menulis seperti ilalang yang menari, ah. Apapun.
Menulis itu menarik. Menulis itu menyenangkan. Lihatlah begitu banyak orang menulis. Laki-laki menulis. Perempuan menulis. Pelajar menulis. Ibu Rumah tangga menulis. Para pekerja menulis. Pengangguran, apalagi. Siapapun boleh menulis. Hanya, harus dilakukan dengan sungguh-sungguh, kreatif dan orisinil. Jika menulis sekadar mendaur ulang ide yang tertangkap di kepala dari buku-buku yang dibaca, hampir bisa dipastikan tulisan itu akan mirip dengan tulisan orang lain. Tidak ada istimewanya. Tidak menarik. Tidak keren. Kataku. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H