Mohon tunggu...
Elly Suryani
Elly Suryani Mohon Tunggu... Human Resources - Dulu Pekerja Kantoran, sekarang manusia bebas yang terus berkaya

Membaca, menulis hasil merenung sambil ngopi itu makjleb, apalagi sambil menikmati sunrise dan sunset

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tiba-tiba, Aku Melihatnya Sedang Memetik Gitar

14 Oktober 2012   12:53 Diperbarui: 12 Oktober 2024   15:27 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi menjelang siang tadi. Udara terasa pengap. Rambutku meriap dan terasa mengeluarkan tetesan keringat di sela kulit kepala. Pengap itu terasa menjadi-jadi. Maka kunyalakan kipas angin. 

Kunaikkan rambutku ke atas tengkuk hingga 

membentuk gulungan kecil dengan ikat rambutku. Terasa angin menyentuh tengkuk dan leher. Lumayan segar. Urusan itu belum juga usai. Entah telah berapa belas menit berlalu. Seperti inilah bila masa membersihkan rak buku itu tiba. 

Ya, rak buku dalam kamarku. Sejak mesin pengisap debu itu rusak (hampir 2 tahun lalu) dan belum ada penggantinya, maka urusan membersihkan debu buku menjadi hal yang kuhindari. Sekali waktu minta tolong mba Nur atau keponakan yang ada di rumah. Lain waktu, malu juga. Tentu harus kubersihkan sendiri.

Ah, memang aku tak berkawan dengan debu. Bila ada tercium olehku debu, spontan aku bersin. Orang-orang menyebutku alergi debu. Entah sinusitis atau tis tis yang lain. Begitulah. 

Aku melanjutkan urusan membersihkan rak buku itu. Peluhku bercucuran. Kipas angin tak lagi terasa menyejukkan. Membongkar buku. Membersihkannya dengan lap dan tisu. Menyusunnya lagi. Srat, srett, srutttt. Hasiiiim. Sratttt, srettt, sruttt. Hasiiiim. 

Tengah aku berkutat dengan buku dan debu itu, tepat setelah aku bersin, hasiiiiiim, hasiiiiim. Tiba -tiba aku melihatnya sedang memetik gitar. 

Ahhhhh. Rasanya, itu gitar yang pernah kulihat. Bahkan ia mengenakan baju yang sama. Baju yang ia kenakan saat memetik gitar itu. Padahal dia tak ada disana.  Ya, tak ada di kamarku. Bahkan bahkan tak ada di kotaku.  

Aku terdiam. Entah berapa puluh menit.  Betapa anehnya. Halusinasikah ini ? Tidak, aku melihatnya. Benar-benar melihatnya. Nyata. Kenapakah dia..? Ada apa dengannya ? Ada apa denganku..? Apakah aku sedang rindu padanya..? ohhhh. Apakah dia sedang ingat padaku ? Marah, benci ?  Entahlah. 

Setumpuk tanya tak berjawab muncul begitu saja hingga menit-menit berganti lagi dan lagi. 

Ruangan hening. Hening sekali. Tak ada bersin. Buku dan debu seolah menepi sendiri. Seakan tau diri bahwa tuan mereka  sedang tak ingin diusik. Sedang ingin sendiri. 

Saat tanyaku hendak muncul lagi, sebuah suara muncul tanpa kuminta,

"Lebaymu kumat Soel...?"

"Wong cuma kaset terjatuh dari rak paling atas saat kau menggaduk-aduk bukumu..." Suara-suara menyeru di dalam kepalaku. Pastilah ilalang itu. 

Oh, rupanya kaset pemberiannya (dulu) tadi terjatuh. kaset berisikan rekaman lagu-lagu dari serangkaian puisi. Isi kasetnya entah dimana (Mungkin dalam dashboard mobil). 

Sebab isinya tak ada maka bagian belakang kotak kaset itu itu terlihat. Gambar dirinya sedang bermain gitar. Mungkin angin telah menjatuhkannya hingga, flashhhhhh...!, kotak kaset itu berada di dekat kakiku Saat itulah, tiba-tiba aku melihatnya sedang memetik gitar. 

Hei, terimakasih sudah membaca fiksi mini yang janggal ini. Kapan-kapan dilanjutkan, kalau sempat...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun