Mohon tunggu...
Elly Suryani
Elly Suryani Mohon Tunggu... Human Resources - Dulu Pekerja Kantoran, sekarang manusia bebas yang terus berkaya

Membaca, menulis hasil merenung sambil ngopi itu makjleb, apalagi sambil menikmati sunrise dan sunset

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sampah

3 Juli 2011   09:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:58 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku merasa diriku sampah. Sampah terhitam dan terkotor yang pernah ada. Sebab apakah aku begitu ...? Entahlah. Tak jelas sebabnya. Kuingat-ingat lagi kenapa aku begitu. Rasanya, sudah hampir sebulan ini aku merasa diriku sampah. Sedang apapun aku, sedang bergelora, sedang bahagia, sedang berbinar-binar, sedang tersnyum, pada saat hening...tubuhku terasa dingin. Sesuatu tiba-tiba menohok bak sembilu. Lalu sebuah kata terdengar "Sampah"

Wahai kenapakah dengan aku ?, kutanya hatiku. Tak kumiliki jawabannya, melainkan kata "sampah" itu memenuhi benakku.  Sampah. Sampah. Sampah. Ia terdengar lagi.  Rasanya aku ingin melompati sebuah jurang. Jurang paling dalam dan paling terjal, kalau ada. Atau...menabrakkan kendaraanku hingga selesailah semuanya dan  kata "sampah" itu tak lagi terdengar.

"Kau memang sudah gila..", sebuah suara lain terdengar

"Santailah sedikit. Semua manusia adalah sampah, bila sampah yang kau maksud adalah kehinaan, perbuatan salah..."

Aku tak bisa menjawabnya. Lidahku kelu.  Dalam hati aku berkata,

"Tapi aku benar-benar merasa telah menjadi sampah. Tersampah dari sampah yang pernah ada..."

Hening seketika. Tak lama, suaranya terdengar lagi,

"Kenapa dengan dirimu....?"  tanyanya

"Entahlah.." jawabku

"Sudahlah. Menjauhlah sejenak dari sebab-sebab yang membuat dirimu merasa menjadi sampah itu. Aku tak begitu tau alasanmu. Kau enggan menjelaskan. Tak apa, itu hakmu. Saranku, berilah ruang pada dirimu sendiri untuk memeriksa hatimu. Untuk melihat sesampah apa dirimu. Bila kau tetap merasa dirimu sampah, tidak ada jalan lain, tinggalkanlah apapun bentuk-bentuk  tingkah dan laku yang menyebabkan kau merasa dirimu sampah. Apapun itu, siapapun itu. Selebihnya, santai saja. Jangan menjadi sampah, dan jangan lagi merasa dirimu sampah" serunya lagi.

Aku terdiam.  Tetap duduk di sudut ini hingga suaranya menghilang. Ia pergi sambil melambaikan tangannya padaku. Begitulah si Angin Selatan. Ia datang dan pergi kapan saja dia ingin. Sedang aku, sungguh aku ingin sekali menelan saripati katanya dengan kepalaku yang terangguk-angguk. Rupanya tidak. Tetap saja suara menohok itu terdengar hingga aku tergugu dan kedua sudut mataku basah. "Sampah !" kata suara itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun