Mohon tunggu...
ellysiaanin
ellysiaanin Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Saya adalah sosok yang gemar menikmati momen tenang, membiarkan pikiran melayang bebas diantara kenyamanan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Belajar dari Kebangkrutan Tupperware

18 Oktober 2024   21:56 Diperbarui: 18 Oktober 2024   22:21 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Setelah 78 tahun berbisnis, Tupperware, merek elektronik konsumen yang populer di kalangan ibu-ibu Indonesia, menghadapi ancaman kebangkrutan karena kalah bersaing dan tekanan finansial yang semakin meningkat. Kerugian melebar karena penurunan tajam dalam permintaan. 

Tupperware Brands resmi bangkrut waktu setempat pada Selasa malam setelah perusahaan tersebut mengajukan perlindungan kebangkrutan di negara bagian Delaware,Amerika Serikat (AS) .

Masalah utama Tupperware adalah produknya bagus dan tahan lama. Oleh karena itu, kemungkinan besar konsumen tidak akan membelinya lagi. Selain itu, di era digital, banyak perusahaan wadah penyimpanan plastik yang menawarkan produk dengan harga yang jauh lebih murah sehingga memudahkan konsumen mencari produk alternatif melalui e-commerce, media sosial, dan review online. 

Tidak hanya itu, tampilannya pun ketinggalan jaman karena kurangnya inovasi dan desain. Faktanya, pembelian berulang sangat penting bagi perusahaan barang konsumen yang bergerak cepat. Tupperware kesulitan bersaing dengan merek yang lebih inovatif dalam hal pemasaran digital dan keterlibatan pelanggan. Kuncinya adalah beradaptasi.

Perusahaan yang sukses di era digital adalah perusahaan yang mampu memanfaatkan data pelanggan dan menerapkan teknologi untuk menciptakan pengalaman pelanggan yang lebih personal dan efisien. Hal ini termasuk memanfaatkan AI dan data besar dalam strategi pemasaran. 

Selama beberapa dekade, Tupperware telah menjadi bagian penting dalam kehidupan perempuan di seluruh dunia. Dari sini kita bisa belajar untuk tidak terlalu mengandalkan kualitas produk saja. Untuk bertahan di era digital, bisnis harus terus berinovasi, mengadopsi teknologi, dan berinteraksi dengan pelanggan melalui platform digital.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun