Mohon tunggu...
Ellycia Lee
Ellycia Lee Mohon Tunggu... Lainnya - Penidur

sukanya tidur

Selanjutnya

Tutup

Film

Apakah Engkau Percaya akan Cinta? Sebuah Resensi Film One Night Stand

25 Maret 2024   16:50 Diperbarui: 25 Maret 2024   16:53 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di satu sisi cinta menjumpakan dan memisahkan. Di sisi lain cinta itu rumah dan peristirahatan. Itulah kisah cinta dalam film “One Night Stand”, kisah cinta semalam yang membebaskan seseorang dan meneteskan air mata yang lainnya.

  • Judul FilmOne Night Stand
  • Genre : Romansa
  • Sutradara : Adriyanto Dewo
  • Produser : Perlita Desiani
  • Rumah Produksi : Relate Films
  • Tanggal tayang : 26 November 2021
  • Durasi film : 1 jam 20 menit
  • Tempat Tayang : Netflix, Bioskoponline.com
  • Pemeran : Jourdy Pranata, Putri Marino, Elang El Gibran, Agnes Naomi


Kisah Kasih Satu Malam 

“Halo, iya nih aku udah landing, baru saja.”, ucap seorang pemuda yang sedang menelepon ibunya. Sebelum kehadirannya di Jogja, Baskara (Jourdy Pranata) sempat menjalin cinta dengan seorang perempuan bernama Ayu setahun lalu yang berakhir pada long distance relationship atau LDR setelah pasangannya harus pergi dari Indonesia. Sungguh ironis Baskara  harus mengunjungi Jogja untuk menghadiri acara pemakaman dan pernikahan sekaligus dengan rasa terpaksa. Sesampainya di bandara, Baskara bertemu  sosok wanita bernama Lea (Putri Marino), seseorang yang datang untuk menjemput Ara karena diminta Om Rendra. Pertemuan pertama yang dimulai di Bandara Jogjakarta penuh dengan kecanggungan harus dilanjutkan ketika Lea mengantar Baskara ke rumah Om Rendra (Tegar Satrya). Pemakaman yang dihadiri adalah pemakaman istri Om Rendra yang telah dijemput Tuhan, sepasang suami istri ini merupakan tetangga lama Baskara. Tidak disangka, suami istri yang selewat terlihat mesra ternyata menyimpan rahasia. Sang istri sejak sebelum sakit sudah sering bertemu dengan sosok mantannya yang bernama Johan (Gilbert Pattiruhu) dan sebelum kepergiannya, ia sempat meminta untuk bertemu dengannya lagi. Tersebarlah cerita antara kerabat dan teman keluarga Om Rendra yang menyinggung bahwa cinta sesungguh sang istri sebenarnya untuk Johan. Setelah menyelam dalam duka dan rindu di pemakaman Tante Mia, Lea dan Baskara berpamitan dan menuju destinasi selanjutnya.

Selama perjalanan dari kedua acara, tembok antara Baskara dan Lea lama-lama runtuh. Pada perjalanan ini juga Lea mengungkapkan masa lalunya dimana ia harus menghadapi fakta bahwa Ayahnya mengambil keputusan yang egois untuk meninggalkan keluarganya saat ia hampir beranjak 12 tahun. Kepergian Ayahnya membangun amarah di dalam diri kecil Lea yang akhirnya dia redakan dengan perjalanannya minggat ke Bali dan Sumba. Tetapi dari kepergian Ayahnya sampai sekarang, luka emosional dalam diri Lea tidak mengijinkannya untuk meneteskan air mata bahkan saat berduka untuk Tante Mia. Perjumpaan antara Baskara dan Lea, serta pasangan Edo dan Ruth (kawan lama Baskara) meninggalkan kesan yang manis. Edo (Eduwart Manalu) menceritakan bagaimana ia bisa bangkit dari masa lalunya berkat kehadiran Ruth (Ruth Marini), seolah-olah diberi kesempatan kedua dalam menjalin cinta lagi. Menurut pasangan romantis ini, cinta itu sebuah safeplace, tempat aman untuk beristirahat. Setelah prosesi pernikahan selesai, Baskara dan Lea kabur dari semua kericuhan dan duduk berdua di pantai. Di momen asmara tersebut, Baskara mengaku masih percaya akan cinta, namun ia tidak bisa kabur seperti Lea begitu saja, ia merasa terbebani oleh tanggung jawab. Sedangkan pada diri Lea kisah cinta antara Ruth dan Edo mengangkat kembali pertanyaan yang ia tanyakan pada Baskara; Apakah cinta itu sungguh ada?

https://kincir.com/movie/cinema/review-film-one-night-stand-l1viha0dmfn0/
https://kincir.com/movie/cinema/review-film-one-night-stand-l1viha0dmfn0/

Romansa Indonesia Yang Tidak Biasa

“One Night Stand” adalah judul dari film drama yang serasa berkedok romansa. Saya bisa mengatakan hal tersebut karena film ini sungguh jauh dari menye-menye film dan serial romantis Indonesia pada umumnya. Film ini pepat dengan pengalaman quarter life crisis serta dialog menyinggung tujuan hidup. Karakter utama kami yaitu Baskara, baru memulai lembaran barunya ketika mencicipi rasa kebebasan pertama kali pada sosok wanita bernama Lea. Ara dan Lea saling melengkapi satu sama lain seiring film berjalan walaupun kepribadian mereka bagai air dan minyak, terlalu berbeda. Dari awal film dimana dialog antara mereka berdua sangat canggung, perlahan-lahan saling meruntuhkan tembok kepribadian masing-masing sampai bisa berhubungan tubuh di malam Jogja yang indah. Kita sebagai penonton dibawa menjelajahi isi masing-masing tokoh sambil dibumbui asmara yang tumbuh perlahan sepanjang film antara Baskara dan Lea. Adegan saat mereka beristirahat di tengah perjalanan dari pemakaman ke acara pernikahan serta saat di pantai menggambarkan dengan sungguh jelas pegangan hidup masing-masing karakter. 

Baskara adalah sosok yang kaku, ia berpegang teguh pada prinsip takdir dimana semua telah diatur oleh Tuhan seperti saat adegan perdebatan kecil di mobil ketika ia mengatakan “Manusia lahir di dunia itu sudah takdirnya,” Semangat berapi-apinya sudah lama hilang sejak mengalah memilih jurusan ekonomi dibandingkan sastra seperti yang diinginkan orang tuanya, padahal diri Baskara baru saja genap 24 tahun. Hal ini sejalan dengan ketika adegan pantai Ia juga membuktikan bahwa dirinya adalah seorang people pleaser, “Gue itu manusia yang paling nurut sama semua orang,” kenaifan ini membuatnya tak tahan jikalau hati orang lain kecewa. Sifat naifnya juga merembes pada hubungan antara Ayu dan Baskara, dimana Baskara masih memiliki harapan bahwa Ayu akan kembali pada dirinya walaupun sudah diselingkuhi. Baskara merepresentasikan kehidupan hanya untuk orang lain, yang sangat bertolak belakang dengan sosok Lea. Kepribadian Lea tidak hanya ditunjukan melalui dialog, tetapi juga dari tindakannya. Sifatnya yang independen ditunjukan saat ia mampu menjadi pemandu Baskara dan menyetir mobil, serta kisahnya saat ia nekat kabur ke Bali dan Sumba yang dia ceritakan saat bertemu Baskara pertama kali di Bandara. Kehidupan Lea hanya untuknya dan dirinya sendiri, ia rela meninggalkan Ibunya saat pergi ke Sumba dan Bali untuk merasakan pengalaman hidup sendirian, seperti yang diinginkan Ayahnya. Tetapi sifatnya yang terlalu independen membuatnya menyerah dalam meraih cinta. Pertemuan dengan Lea menjadi titik mula kisah kebebasan Baskara dari semua beban-bebannya yang bersumber di Jakarta, sedangkan sosok Baskara mengembalikan kepercayaan Lea akan kesungguhan cinta.

Pada film “One Night Stand” terdapat dua pasangan suami istri yang hadir sebagai perbandingan antara kisah cinta masing-masing pasangan. Om Rendra harus menghadapi fakta bahwa hati istrinya ada pada lelaki yang lain, yaitu Johan. Tetapi dirinya masih teguh dan setia mencintai sosok Tante Mia sampai akhir hayatnya. Kepergian Tante Mia sungguh membawa rasa pahit bagi keluarga Om Rendra dan kerabatnya, apalagi kehadiran Johan yang menangis tersedu-sedu menjadi adegan yang ironis bagi kondisi keluarga tersebut. Bahkan sosok Lea yang terkesan independen memuji Om Rendra, 

“Iya tapi gapapa, wajarlah, manusiawi gitu selalu tau apa yang terjadi. Tapi ya Om Rendra tetap cinta sama Tante Mia. Om Rendra tetap menerima Tante Mia dan paling bikin gue ngerasa paling kayak wah hebat ya, Om Rendra bisa mempertahankan komitmen pernikahannya sama tante Mia.” 

Kisah cinta Ruth dan Edo menunjukan cinta yang bisa mengubah, memberi kesempatan kedua. Ruth yang merupakan sosok yang ceria dan supel menjadi terang bagi kehidupan Edo yang gelap pada saat mereka dipertemukan kembali. Edo berubah menjadi sosok yang tenang dan berwibawa setelah menghadapi perceraian dan alkoholisme, bahkan menjadi sebuah safe place bagi sosok Ruth. “Kita harus lupain lah masa lalu yang buruk yang ga enak. Kita harus mulai dari awal, dari nol lagi. Kalau dipikir-pikir cinta itu safe place ya,” sebut Ruth. Acara pernikahan ini bukan hanya menunjukan Lea bahwa cinta bisa membaharui kehidupan seseorang, tetapi juga menyadarkan dirinya bahwa sampai sekarang pernikahan adalah sesuatu yang masih terlalu jauh untuknya. Lea sendiri mengatakan bahwa walaupun ia senang melihat kebahagian orang lain karena pernikahan, namun dia sendiri belum berfikir sampai ke sana. Hal ini berbeda dengan Baskara yang sudah sempat memikirkan pernikahan sebelum akhirnya dikhianati oleh cinta. Perjumpaan antara Baskara dan Lea menyadarkan mereka bahwa cinta itu ada, cinta tidak sempurna, cinta itu penuh dengan kekurangan. Tetapi kekuatan cinta mampu mengubah hidup seseorang. 

Kesan Pesan Kota Jogja

Pada film seperti “One Night Stand” yang mengandalkan suasana latar sebagai salah satu unsur untuk membangun emosi penonton, sinematografinya bisa diatur sedemikian rupa untuk memperkaya visual gambar. Mayoritas pengambilan gambar di film “One Night Stand” menggunakan teknik yang disebut sebagai hand held, dimana kamera dipegang langsung tanpa menggunakan bantuan mesin (Pratista, 2018: 10). Hasil gambar pada film lebih dinamis, seperti ikut menonton langsung karakter utama yang ditunjukan film, sehingga pada teknik ini fokus tertuju pada objek yang sedang diambil. Hal ini dilakukan agar memberi kesan realistis dan dekat dengan kehidupan sehari-hari kepada penonton yang menurut saya nyata dalam pengalaman menonton film ini. Pengambilan gambar secara hand held paling terlihat saat Baskara dan Lea berjalan sepanjang bandara dan kamera terlihat mengikuti kedua karakter tersebut seolah-olah kita ikut diajak berjalan serta menonton mereka. Pergerakan kamera pada adegan ini juga menggunakan teknik One Shot. One Shot adalah teknik pengambilan gambar dalam durasi tertentu tanpa interupsi atau cut (Suroko &, Caturriyanto, 2012: 5). Penggabungan kedua teknik ini pada adegan bandara memberi kesan kecanggungan perjumpaan pertama yang sedang dialami Baskara dan Lea pada momen tersebut. 

Namun gaya pengambilan ini tidak digunakan pada beberapa adegan seperti perjalanan dari rumah Rendra ke tempat pemakaman karena diletakan tepat di windshield mobil. Ini disebabkan oleh keterbatasan ruang di mobil yang sudah terisi oleh Dimas di bagian belakang, dan jika kamera diletakan di belakang Dimas maka kamera tidak mampu menangkap raut wajah Dimas saat di adegan tersebut. Pada adegan ini juga diterapkan teknik One Shot, sekali lagi untuk menggambar kecanggungan di dalam mobil antara Baskara, Lea, dan Dimas. Sinematografi film “One Night Stand” yang bervariasi sungguh menggambarkan kesederhanaan dan ketentraman kota Jogjakarta yang menjadi latar belakang film ini.  

Hubungan One Night

“One Night Stand” berawal dari pertemuan Baskara dan Lea dan berakhir pada perpisahan kedua insan. Film ini ingin menunjukan betapa cepatnya manusia menjalin dan memutus hubungan tersebut hanya dalam waktu 1 malam. Sejalan dengan arti sesungguhnya dari judul film yaitu gaya hidup berhubungan seksual dengan orang asing dengan harapan tidak akan bertemu orang tersebut lagi (urbandictionary, 2004). Hubungan Baskara dan Lea menyangkut teori penetrasi sosial yang menjelaskan tentang proses terbentuknya keintiman dan meningkatnya keterbukaan dalam sebuah relasi (LittleJohn, 2017: 236). Teori menjelaskan penetrasi sosial bagaikan sebuah bola yang memiliki banyak lapisan berisi hal-hal berbeda tentang diri seseorang. Informasi yang terisi pada lapisan tersebut terorganisir dan lapisan terdalam akan lebih sulit dicapai dibandingkan lapisan terluar. Informasi terdalam mengandung aspek kehidupan seorang individu yang paling personal.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun