Aku melihatnya dari balik jendela. Terlihat samar, karena rintik hujan di luar sana mulai menyapa. Hari pertama di awal bulan Desember. Aku melihatnya membuka pintu kedai kopi ini. Gadis berwajah teduh, bermata sendu. Tak ada yang berubah darinya. Ia masih seperti dulu.
Gadis cantik itu memilih meja. Seperti biasa, ia melangkah ke meja nomor lima. Meja yang ada di sudut kedai kopi ini. Dan seperti sore-sore sebelumnya, tak ada kata yang terucap dari bibirnya. Dihempaskannya tubuh mungil itu di atas sofa berwarna jingga. Diam, dan tanpa kata-kata.
Gadis cantik itu melambaikan tangan, memesan sesuatu. Ah, aku tahu…ia pasti memesan secangkir caffe latte dengan disain berbentuk hati di atas permukaan latte. Pesanan telah tiba. Gadis berwajah sendu itu hanya duduk terdiam sambil menatap dalam-dalam secangkir caffe latte di atas meja.
Sudah satu jam berlalu. Gadis itu mulai gelisah. Caffe latte tak disentuhnya sejak ia memesannya. Dinginnya udara membuat aroma caffe latte mulai pudar. Caffe latte miliknya tak lagi bisa menghangatkan tubuhnya. Ia menyentuh tepian cangkir, disesapnya dalam-dalam caffe latte itu. Ia sangat menikmati setiap sesapan. Dan seperti biasa, aku melihat air mata mulai mengalir perlahan.
Caffe latte itu selalu membuat gadis cantik itu menangis. Ada ribuan cerita di setiap sesapannya. Cerita tentang hati yang sangat terluka. Cerita tentang arti kehilangan seorang pria yang pernah berjanji akan selalu menemaninya menghabiskan senja bersama di sudut kedai kopi ini.
Sudah setahun terakhir ia menanti sang kekasih hati yang tak kunjung tiba. Awal Desember setahun sebelumnya, sang pujaan hati berjanji akan membawa gadis cantik itu ke dalam lingkaran hidupnya. Lelaki berparas rupawan itu berjanji akan memberikan cinta dan setianya sampai akhir usia. Tapi realita tak seindah asa. Lelaki itu memilih setia kepada pendamping hidupnya. Lelaki itu memilih kembali menata rumah tangganya dan meninggalkan gadis bermata sendu itu tanpa kata-kata. Dan gadis cantik itu hanya bisa tenggelam dalam lingkaran harapan tak nyata. Satu tahun percuma. Satu tahun tanpa kisah cinta. Satu tahun dalam penantian sia-sia.
Dan aku masih memandang gadis berwajah teduh itu dari balik jendela. Di sudut kedai kopi ini, aku tak berdaya. Aku hanya lah seorang barista yang sangat mengagumi gadis cantik di atas sofa jingga itu. Aku tak berarti apa-apa di hadapannya. Gadis cantik yang selalu membawa tas seharga ribuan dollar Amerika itu pasti tak akan pernah bisa kumiliki. Siapa lah aku. Tak mungkin aku menyatakan cinta padanya. Aku hanyalah sang pengagum rahasia….
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H