Mohon tunggu...
Ellnovianty Nine
Ellnovianty Nine Mohon Tunggu... -

Salam kenal para senior kompasiana. Saya Novi, istri dari seorang dosen ITB bernama Dr. Diky Mudhakir, ibu dari dua orang putri: Alma dan Tiara, dan seorang bayi yang sedang dikandung. Profesi sampingan saya adalah freelance translator-interpreter (Bhs Jepang). Dengan bahasa, saya memiliki sebuah jendela yakni jendela dunia. Dimana saya bisa melihat negeri matahari terbit selama sepuluh tahun. Melalui kompasiana ini saya ingin berbagi cerita tentang apa yang saya lihat lewat jendela dunia itu. Semoga ada yang berminat, dan jika ada yang ingin lihat negeri matahari terbit, yuuuk kita lihat bersama-sama.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

[CERNAK] TIGA KATA AJAIB

19 November 2010   03:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:29 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

TIGA KATA AJAIB

Oleh: Ellnovianty Nine

              “Andiii! Kembalikan pensilku.” Ruang kelas yang sedang gaduh seketika terdiam oleh teriakan Dina. Wajahnya terlihat kesal sekali. Kenapa sih dia?

              “Andiii! Kalau nggak dikembalikan aku lapor ke Bu Fina. Awas kamu ya!” Sekali lagi Dina berteriak sekeras-kerasnya. Roan, teman sebangkunya sudah menutup kuping sejak tadi.

              Oo ternyata si tengil Andi mulai berulah lagi. Tanpa permisi, tanpa minta ijin, dia tadi telah merebut pensil warna yang sedang dipakai oleh Dina. Tapi Andi tampak cuek saja bahkan meleletkan lidahnya, mengejek pula!

              Tak berapa lama ruang kelas enam SD Parkit Indah sudah kembali tenang. Hanya Dina saja yang sibuk mengusap-usap air matanya. Rupanya dia kesal sekali sampai-sampai menangis. Ulah Andi memang bukan yang pertama kali ini, tapi sudah puluhan kali. Setiap pensil warna yang diambil Andi, pasti tidak akan kembali.

              “Andiii! Lihat gara-gara kamu bekal makananku tumpah semua! Apa sih maumu. Dasar pembuat onar.” Ups, ada lagi yang berteriak. Kali ini Yani, anak yang tubuhnya agak gemuk.

              “Yeee…salah sendiri. Bekal makanan nggak dibagi, makanya tumpah deh!” Andi tertawa-tawa senang melihat hasil ulahnya.

              “Dasar tengil, pembuat onar, nggak tobat-tobat. Siapa yang mau bagi bekal makanan ke kamu, rugi tauu…” Yani tidak mau kalah. Lalu diambilnya penghapus dan dilemparkannya ke arah Andi yang ternyata sudah kabur duluan.

              Duuh, siapa sih Andi?

              Beberapa anak membantu Yani mengumpulkan remah-remah makanan yang berserakan di lantai. Satu dari anak-anak tadi bahkan bergegas mengambil sapu dan serokan. Pundak Yani ditepuk-tepuk oleh teman-temannya. “Sabar ya, sabar ya.” Begitu kata mereka.

Andi melihat semua itu dari jauh. Ada rasa menyesal di dalam hatinya. Gara-gara ulahnya itu dua temannya telah dibuat kesal. Haah, bertambah lagi deh musuhku, keluhnya dalam hati. Andi berjalan gontai lalu duduk kembali ke kursinya.

Kursi di sebelahnya tidak pernah terisi. Tidak ada teman yang mau duduk di sebelahnya. Dulu ada Yogi, tetapi dia minta dipindahkan ke deretan paling belakang. Soalnya Andi selalu mencoret-coret buku tulisnya.

Lalu, di sebelah Andi juga pernah ada Alma, anak perempuan pindahan dari Jakarta. Tetapi, hanya bertahan dua minggu dia sudah minta dipindahkan ke kursi lain. Alma lapor ke Bu Guru kalau Andi selalu saja menyikut lengannya ketika dia sedang menulis. Akibatnya sering sekali tulisannya jadi jelek.

Hampir semua anak-anak di kelas enam ini pernah jadi korban Andi. Tidak laki-laki maupun perempuan, semua jadi bulan-bulanan Andi. Ada yang ditarik-tarik roknya, ada yang disembunyikan kacamatanya. Andi juga pernah diam-diam menyembunyikan kodok di dalam laci bangku Brian. Bu Fina, wali kelas mereka sudah berulang kali memperingatkan Andi, tetapi Andi tetap saja nakal.

*****

Suatu hari Bu Fina memberi tugas kepada anak-anak untuk bermain sandiwara. Semua anak langsung membentuk kelompok yang terdiri dari tujuh orang. Tetapi tersisa satu orang anak yang tak berkelompok. Siapa dia? Ternyata Andi!

 “Anak-anak, hayo, terimalah Andi di kelompok kalian.” Bu Fina meminta kepada anak-anak. Tetapi tak satupun yang mau menerimanya.

“Anak-anak, kenapa kalian berlaku tidak adil kepada Andi?” tanya Bu Fina. “Kasihan kan Andi, tidak bisa bermain sandiwara nantinya.”

“Tapi Andi itu kelakuannya buruk, Bu. Tidak pernah minta maaf, tidak pernah berkata pinjam dong, dan tidak pernah berterima kasih.” Seru salah seorang anak.

“Iya Bu, Iya Bu. Sifat Andi jelek sekali.” Teriak yang lain.

Andi malu sekali. Bu Fina tersenyum. “Lalu bagaimana supaya Andi bisa kalian terima di kelompok kalian?” tanya Bu Fina.

“Dia harus belajar berkata maaf, pinjam dan berterima kasih.” Usul beberapa orang anak.

“Nah, Andi, sudah kamu dengar kan? Apakah kamu akan merubah kelakuanmu? Kalau tidak, maka sampai kapan pun kamu tidak akan mempunyai teman loh.” Bu Fina berkata lembut kepada Andi.

Sejak itu Andi merubah kelakukannya. Tiga kata ajaib itu telah merubah Andi menjadi anak yang disukai teman-temannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun