PT. Inti Sukses Garmindo sejak tahun 2009 telah melaksanakan Undang-Undan No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang mengakomodir hak cuti haid. Pada awal mula regulasi baru tersebut berjalan, masih ada beberapa ketidak-sesuaian serta kekurangan dalam pelaksanaannya. Dalam pelaksanaannya, hak cuti haid ini bisa diambil berupa mengambil cuti libur maupun dalam bentuk ganti dengan uang/diuangkan.
Dengan adanya kedua pilihan di atas, akan menjadi titik terang dari penelitian ini di mana para pekerja perempuan yang sudah di wawancarai, memiliki pendapat yang serupa di mana pada saat datang bulan datang, mereka memang diberikan waktu cuti selama dua hari setiap bulan berdasarkan haid hari pertama dan kedua. Hal tersebut memiliki alasan bawasannya, pada saat haid hari pertama dan kedua justru merasakan rasa sakit, nyeri, dan perasaan yang tidak nyaman pada tubuh wanita yang mengalami haid hari pertama dan kedua. Namun, tidak bagi karyawati yang di wawancarai.
Para karyawati yang mengalami haid memang memilih untuk tetap bekerja meski memang benar ada rasa sakit, nyeri, pegal, lesu, lebih letih, serta tidak nyaman saat bekerja. Akan tetapi, hal tersebut tidak menjadi halangan bagi mereka untuk tetap melakukan pekerjaan karena sebuah motivasi yang kuat di dalam diri sehingga muncullah etos kerja yang kuat yaitu, "lebih baik tetap mendapat uang dari pada harus cuti libur dan justru bisa menambah beban pekerjaan yang sempat tertunda." Dengan demikianlah, alasan kuat yang mendasari mereka untuk tetap bekerja meski rasa-rasa anomali pada saat haid itu muncul, mereka mengabaikannya atau menahan supaya mendapat uang pengganti cuti sebesar Rp. 89.195,00 (delapan puluh sembilan ribu seratus sembilan puluh lima rupiah).
Dari hasil penelitian di atas, dapat ditarik kesimpulan dari segi maslahah al mursalah-nya, di mana seorang wanita yang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup serta untuk menghidupi keluarganya merupakan tindakan yang begitu mulia meski ada pula pantangan yang perlu dihadapi, asalkan diri sendiri maupun keluarga mampu makan dengan nikmat. Dengan kata lain, dalam segi maslahah al-mursalah-nya, manfaat dari karyawati tetap bekerja meski ada gangguan haid, akan lebih bermanfaat untuk keluarganya hidupi dari pada mengambil cuti lalu pendapatan terhambat hanya karena haid hari pertama. Selain itu, dalam kajian gender, bawasannya seorang wanita dan seorang pria memang kodratnya berbeda. Bahkan secara fisik, seorang wanita dan pria memang berbeda. Akan tetapi, perbedaan tersebut tidaklah menghambat seorang wanita untuk mencari nafkah. Pada dasarnya dengan prinsip yang kuat serta motivasi yang kuat, seorang wanita maupun pria mampu meyejajarkan kedudukannya dalam bekerja. Meski wanita sedang haid, meski ada rasa yang tidak enak dialami ketika haid, selama memiliki prinsip dan motivasi yang kuat, seorang wanita akan mampu bekerja layaknya pria normal pada umumnya.
Akan tetapi, apabila ditinjau lebih dalam dari maksud diberlakukannya Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 81 Tentang Ketenagakerjaan, maslahah yang diambil yaitu di mana seorang wanita yang sedang mengalami haid, ada baiknya mengambil cuti untuk menghindari kelalaian dalam bekerja sebab beberapa masalah yang ditimbulkan akibat haid. Akan tetapi, jika ditinjau kembali, diberlakukannya undang-undang tersebut menurut gender juga kurang adil sebab wanita akan mendapatkan libur apabila wanita tersebut mengalami haid. Sedangkan pria tidak karena tidak mengalami masalah haid.
- KESIMPULAN
Bawasannya, dalam menerapkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 81, masih perlu diadakannya peninjauan ulang karena menyangkut gender. Terutama pada dasarnya, dapat memicu ketidak-adilan dalam kesetaraan gender. Akan tetapi, apabila ditinjau lebih jauh lagi, pemberlakuan undang-undang tersebut sangatlah bermanfata bagi karyawati yang mengalami haid supaya dianjurkan untuk mengambil cuti libur selama dua hari sejak dihitung haid pertama sebab ada beberapa kemungkinan buruk yang terjadi apabila karyawati tetap memaksa untuk kerja dengan iming-iming dapat uang pengganti cuti.
- KELEBIHAN
Dalam penyajian analisis datanya, cukup jelas sebab yang menjadi tolok ukurnya adalah APKM (Akses, Pertisipasi, Kontrol, dan Manfaat) sehingga dengan mudah memahami isi dan maksud analisis penelitian itu dibuat. Dijabarkan dengan rinci serta disajikan dengan berbagai alasan yang jelas dan juga diksi kata yang lugas dan mudah dipahami.
- KEKURANGAN
Dalam penyajian data masih ada kekurangan karena bagaimana tanggapan koresponden satu dnegan yang lain tidak disajikan di dalam artikel jurnal tersebut, sehingga masih belum jelas apakah hasil dari wawancara, observasi, dan dokumentasi memang betulan atau hanya berdasarkan buah pemikiran peneliti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H