Mohon tunggu...
Claudya Elleossa
Claudya Elleossa Mohon Tunggu... Penulis - Seorang Pencerita

Seorang ASN dan ibu, yang sesekali mengisi pelatihan menulis dan ragam topik lainnya. Bisa diajak berinteraksi melalui IG @disiniclau

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Karya Cakap untuk UMKM Kian Hebat

11 Oktober 2024   10:22 Diperbarui: 11 Oktober 2024   23:11 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diambil dari pdf buku yang diresensi

Resensi Buku Empat dari Serial "Pengarusutamaan Strategi Pengembangan Koperasi dan UKM"

Suatu kali saya berkesempatan berdialog dengan pemilik UMKM Pisang Gorohos di Manado, dibagikan kisah bahwa kesulitan besar yang ia temukan di kalangan sesama UMKM tidak jauh dari perkara pembiayaan, mengingat sebagian besar pelaku UMKM juga adalah kalangan menengah yang terhimpit oleh berbagai keperluan lain.

Saya mendapati bahwa tantangan besar yang mereka hadapi bukanlah kekurangan ide inovatif apalagi niat atau motivasi. Tantangan mereka sangatlah tangible, yaitu perkara permodalan yang dapat mereka andalkan untuk memenuhi ketiga K yang menjadi prasyarat sebuah UMKM berkembang bahkan melakukan ekspor: Kuantitas, Kualitas, dan Kontiniutas.

Membaca kerangka bagian dari buku serial Pengarusutamaan Strategi Pengembangan Koperasi dan UMKM yang diterbitkan oleh Kementerian Koperasi dan UKM, saya langsung tertarik dengan seri keempat yaitu Transformasi Pembiayaan UKM: Daya Ungkit Menuju Kemapanan.

Pemilihan dan penggunaan diksi Kemapanan sangatlah unik dan cerdas, sebab seakan menyingkap kecenderungan melupakan bahwa tujuan besar pelaku UMKM tidak lain adalah meraih kemapanan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesi (KBBI) mapan bermakna mantap (baik, tidak goyah, stabil) kedudukannya (kehidupannya). Segala upaya UMKM tentu bukan saja untuk bertahan, tapi justru agar terus berkembang dan dapat sampai di titik stabil dalam kehidupannya --setidaknya secara finansial.

Seri ini hadir dalam versi buku fisik dan buku elektronik (dengan ISBN yang berbeda) pada tahun 2024 yang dikaryakan oleh 20 orang dalam tim penyusunan buku. Ada Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki sebagai pengarah dan setidaknya dua tim yang terlibat, yaitu dari Pembiayaan dan Investasi UKM dan Bidang Usaha Mikro.

Kedua deputi dari unit tersebut menjadi ketua dari tim penyusunan buku, yaitu Yulius dan Temmy Satya Permana. Bertindak sebagai editor adalah Yoseptin T. Pratiwi yang telah lama berkecimpung di dunia media, misalnya menjadi managing editor di majalah Femina selama 18 tahun sebelum akhirnya menjadi Head of Content di Sekar Indonesia.

Buku ini menghadirkan desain yang menarik, itulah alasan saya tak enggan menyebutnya "cakap" sedari di judul, yang menurut KBBI bermakna bagus atau elok. Wanara Studio yang ditunjuk sebagai desainer tahu betul tugasnya untuk menghadirkan buku yang nyaman dibaca, dengan selingan foto, tabel, dan infografis secara ringkas, proporsional, dan jauh dari kesan membosankan. Penggunaan warnanya pun konsisten sesuai color board logo Kementerian Koperasi dan UKM.

Beralih ke isi, buku ini terdiri dari dua bagian, dengan bagian pertama memuat empat tulisan dan bagian dua menghadirkan dua tulisan. Masing-masing bagiannya dimulai dengan kata pengantar dari Deputi terkait. Sayangnya ada beberapa hal yang sepertinya terlewat saat proses penyuntingan terutama di Kata Pengantar bagian satu dari Yulius.

Misalnya penyebutan judul buku Transformasi Pembiayaan UMKM: Membuka Pintu-Pintu Baru Untuk Meroketkan UMKM yang agak membingungkan dari mana asalnya.

Tebakan saya itulah judul buku versi lama sebelum berganti ke kalimat "Daya Ungkit Menuju Kemapanan". Paragraf ketiga di kata pengantar bagian satu juga masih perlu penyuntingan lebih lanjut, misalnya terulangnya kata dalam, pemenggalan yang tidak perlu: penilaian dan berbasis, serta satu kesalahan di paragraf empat (kata namun yang seharusnya di awal kalimat) dan paragraf tujuh (penulisan dibidang yang seharusnya menggunakan spasi).

Bagian satu: Mengapa, Apa, dan Bagaimana Transformasi Pembiayaan Itu

Empat artikel di bagian satu disusun runut, dibuka dengan artikel berjudul KUR KLASTER: Bantu Usaha Mikro Naik Kelas yang memberikan gambaran mekanisme atau model penerapan KUR klaster berbasis rantai pasok.

Konsep ini diyakini sebagai terobosan penguatan ekonomi kerakyatan dengan mengedepankan sinergi antar pihak. Beberapa contoh nyata diangkat dengan menyelipkan beberapa data dan informasi teknis.

Salah satu kisah khusus digunakan sebagai pendalaman dari praktik terbaik yaitu penggemukan domba Nurul Hidayah di Garut. Wahid sebagai penggagas merupakan penerima KUR Klaster bukan saja mendapatkan pinjaman modal, tetapi juga mendapatkan pendampingan usaha sehingga dapat berhasil meraih kenaikan laba signifikan untuk meningkatkan kesejahteraan.

Artikel kedua, adalah favorit saya yang seakan menjadi jantung dari buku empat ini, dan saya rasa akan memberikan banyak wawasan termasuk bagi awam. Diberi judul INNOVATIVE CREDIT SCORING: Memperluas dan Mempercepat Penyerapan KUR, tulisan ini membedah skema skoring kredit yang dapat mengefektifkan keseluruhan proses peninjauan dan pemberian kredit bagi UMKM.

Diambil dari pdf buku yang diresensi
Diambil dari pdf buku yang diresensi

Skema keseluruhan proses dan juga empat dasar yang digunakan untuk penilaian risiko kredit tidak luput dibahas melalui infografis yang sangat mempermudah pemahaman. Sebagai studi kasus dari praktik terbaik, diangkat kisah Kopi Flores Bang Flo. Saya senang karena contoh nyata yang diangkat menjadi tidak Jawa-sentris serta menyentuh salah satu lini bisnis yang kini geliatnya sedang sangat diminati: bisnis kopi.

Artikel ketiga dan artikel keempat adalah contoh transformasi pembiayaan inovatif lain yaitu Mekanisme FPO (Farmers Producers Organizations) yang diadaptasi dari India dan Asean Micro and Small Enterprises; Inisiatif Pembiayaan UMK di ASEAN. Terkait FPO (artikel ketiga bagian dua) di halaman 75 memuat kutipan yang menurut saya cukup menggambarkan keseluruhan isi dan juga menjadi sebuah ringkasan tajam:

Diambil dari pdf buku yang diresensi
Diambil dari pdf buku yang diresensi

Adapun dikemukakan beberapa jenis dukungan yang diharapkan dari pemerintah untuk menciptakan ekosistem FPO yang lebih baik, antara lain melalui fasilitasi 1) skema pembiayaan; 2) kemitraan rantai pasok; 3) pendampingan dan pelatihan; dan 4) akses pasar.

Satu catatan saya terkait artikel ketiga adalah pemilihan foto/gambar di halaman 69. Banyaknya kemasan plastic sekali pakai yang tertangkap kamera seakan berlawanan dengan nilai berkelanjutan (lingkungan) yang juga menjadi perhatian terutama di artikel ketiga dan keempat.

Sedangkan di artikel keempat akhirnya muncul salah satu isu yang saya rasa memang perlu disinggung, yaitu isu lingkungan sebagaimana digambarkan dalam kutipan berikut (halaman 96): "Green economy juga menjadi isu strategis global yang belum sepenuhnya menjadi rujukan dalam proses pembangunan ekonomi di kawasan ASEAN. Sejauh ini perkembangan green economy masih dalam tataran normatif, sehingga implementasi green economy di kawasan ASEAN perlu ditingkatkan." Menariknya tulisan keempat bagian satu ini tidak hanya fokus pada pencapaian, tetapi berani dengan gamblang mepaparkan fakta bagaimana UMKM di ASEAN masih belum optimal menerapkan dan menjadikan isu lingkungan sebagai sebuah concern tersendiri.

Bagian dua: Teknis dan Strategi Penerapan

Berpindah ke bagian kedua, dua artikel yang dihadirkan adalah Pembiayaan pada Rantai Pasok Bisnis Inklusif; dan Instrumen Pembiayaan bagi UKM. Keduanya sangat tepat diletakkan di bagian kedua, karena memang lebih dulu dibutuhkan kerangka pemahaman yang disodorkan di bagian satu sebagai konteks.

Diambil dari pdf buku yang diresensi
Diambil dari pdf buku yang diresensi

Artikel pertama bagian kedua membahas Supply Chain Financing (SCF) atau Pembiayaan rantai pasok. Sebagai contoh adalah kemitraan antara KoinWorks dengan Grosis Susu Malang dan UMKM Tenun di Kupang.

Menariknya, dua UMKM itu berujung pada hasil yang berbeda. Grosir Susu Malang yang telah berhasil merasakan optimalisasi pengembangan bisnis melalui SCF dari KoinWorks, sedangkan di sisi sebaliknya UMKM Tenun digambarkan masih kesulitan melakukan adaptasi untuk merasakan secara nyata SCF tersebut.

Di sini dapat ditangkap pengontrasan yang jujur dan membuat pembaca lebih mudah mengambil lesson learned alias konklusi konstruktifnya.

Last but not least, artikel terakhir tidak kalah insightful. Saya suka dengan elaborasi pembukanya:

Diambil dari pdf buku yang diresensi
Diambil dari pdf buku yang diresensi

Dua paragraf tersebut dengan apik dan berimbang menenangkan pembaca bahwa tantangan yang dihadapi oleh Indonesia tidaklah eksklusif. Di bagian selanjutnya disebutkan banyak sekali frase terkait investasi, dari IPO, Sukuk, Obligasi, hingga P2P Lending, yang potensial diperhitungkan dalam kerangka pembiayaan UMKM.

Bagian paling menarik menurut saya pembahasan terkait Kekayaan Intelektual (Intelectual Property) yang dapat menjadi aset untuk diperhitungkan saat mengajukan permohonan pembiayaan. Menurut saya, bagian ini dapat dieksplorasi lebih jauh bahkan menjadi tulisan tersendiri.

Konklusi

Buku dengan total 157 halaman ini telah menjabarkan topik pembiayaan UMKM dengan lengkap dari berbagai sisi. Rentang target pembaca yang sesuai pun saya rasa cukup luas, dari awam hingga akademisi dapat turut memahami dan menikmati kumpulan tulisan di buku ini.

Salah satu unsur kebaruan sekaligus keunggulan buku ini adalah gaya bercerita dalam setiap tulisan, sehingga fakta, data, dan alur/prosedur, lebih mudah dimengerti. Adanya glosarium di bagian akhir menolong penyamaan pemaknaan terhadap beberapa frase, yang juga menunjukkan kecermatan tim dalam menyusun buku.

Adapun hal yang dapat menjadi perhatian lebih lagi terutama ketika membuat versi revisi nantinya, tentu adalah terkait kepenulisan. Masih ada salah ketik seperti preses di halaman 29; kontriusi di halaman 124; dan karir di halaman 17 yang seharusnya ditulis "karier" sesuai KBBI. Perbaikan lain yang dapat dipertimbangkan adalah pembentukan ulang kalimat agar tidak diawali dengan kata sambung seperti dan atau karena.

Selebihnya, apresiasi kepada Kementerian Koperasi dan UKM terkhusus tim yang terlibat atas inisiatif baik dan eksekusi yang juga apik dari karya buku serial Pengarusutamaan Strategi Pengembangan Koperasi dan UKM. Semoga ke depan karya semacam ini semakin banyak diciptakan dan juga dapat diakses lebih luas.

Salam, #UMKMBangkit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun